Alhamdulillah Masuk!!!

57 12 46
                                    

-Wan lubanayya nabigha-

Aku, wan lubnayya nabigha terlalu bersemangat, dan hanya bisa terdiam termangu di depan gerbang besar sekolah yang sebetar lagi akan jadi tempatku untuk belajar. Gerbang besar dan nampak mewah ini bertuliskan "SMA Surya Angkasa" selain besar, gerbang ini juga Nampak indah dari luar. Meskipun kondisiku saat ini tidak bisa menikmati gerbang "sekolah impianku". Aku termangu dan mencoba berpikir kembali mengapa aku bisa terjebak disini.

Satu minggu yang lalu, dengan sangat tiba tiba "SMA Surya Angkasa" yang kepopuleran dan kredibilitasanya sudah tidak bisa diragukan lagi, mengumumkan secara online bahwa mereka menerimaku sebagai muridnya dengan pengajuan beasiswa di program unggulan. Aku termangu sejenak karena itu, berusaha mengumpulkan kenyataan dan harapan. Namun, namaku benar benar tertulis disana. Tes-tes yang aku lewati dengan susah payah, materi wawancara yang sulit dibacarakan, serta doa-doa yang dipanjatkan aku dan umi membuahkan hasil.

Tanpa membuang waktu lagi, aku turun dari kamarku di lantai 2 dengan tergesa-gesa. Aku ingin umi tahu keberhasilanku dan sama-sama mengucapkan rasa syukur pada Allah.SWT atas keberhasilan putri semata wayangnya ini.

Namun..........

Bodohnya aku, aku lupa kalua rumahku bukan rumah biasa, rumah pada umumnya. Rumahku adalahh sebuah bangunan luas, memiliki dua lantai, satu ruang luas untuk berkumpul, satu dapur besar, tidak memiliki kamar mandi dalam, dan memiliki banyak kamar yang bersekat-sekat.

Sebuah pondok pesantren??? Bukan, rumahku tidak semulia itu, namun aku berharap akan menjadi seperti itu. Rumah kami rumah yang dijanjikan oleh Nabi Muhammad.SAW akan selalu mendapatkan perlindungan dan keberkahan, karena rumah kami memelihara anak anak yang disukai Nabi.

Iya, rumahku adalah sebuah panti asuhan. Sebuah panti asuhan pada umumnya, namun, kami beruntung bahwa seluruh kegiatan operasional kami dan seluruh pembiayaan kebutuhan anak panti ditanggung penuh oleh sebuah perusahaan besar. Aku dan umi adalah pengasuh panti asuhan bernama "Raudhatul najimiyyah".

Aku yang dengan tergesa-gesa turun dari kamar, lupa bahwa aku masih belum berpakaian sepantasnya, pakaian yang dikenakan seorang muslimah. Saat itu, aku masih menggunakan baju tidur tanpa kerudung, pemandangan seperti itu jelas bukan untuk ditunjukan untuk anak lelaki panti yang bukan "mahramku" Sedekat apapun aku dengan mereka aturan agama tidak membolehkan itu, (kecuali ada keperluan).

"Astaghfirullah!!" seruku kaget dan langsung kembali kekamar

............

"Umi !!! coba tebak apa yang nayya dapet!!"

Setelah berpakaian rapi dan menutup auratku, aku bergegas turun dari kamar. Aku bersorak memanggil umi dari lantai sambil berlari menuruni tangga selayaknya anak kecil. Namun, pemandangan ruang kumpul yang aku lihat berbeda jauh dari apa yang tadi aku bayangkan. Ruang tamu kami sepi tidak ada anak anak yang belajar siang. Disana, hanya ada umi dan dua orang laki-laki yang salah satunya aku kenali dengan baik. "Pak Alfanani" dia pemilik perusahaan baik hati yang mau membiayai kami dengan sukarela dan menydiakan lapangan kerja khusus untuk anak anak panti setelah cukup umur. Pak Alfanani yang lebih akrab disapa "Pak Nan" adalah pria dengan umur yang sudah memasuki umur 50-nya. Disebelahnya duduk dengan sopan laki laki yang nampaknya seumuran denganku.

"Maaf mengganggu diskusinya pak.. Nayya pamit undur diri ya...."ucap sambal membungkuk malu-malu.

"Naya. Bisa ikut diskusi disini tidak?" Pinta pak nan ramah.

Aku Cuma bisa bingung. Umi langsung menyuruhku untuk ikut bergabung (tentu, tidak menggunakan lisan). Dengan sopan, aku ikut bergabung dan duduk bersimpuh disebelah umi. Pembicaraan mereka berdua kembali berlanjut. Aku yang secara halus dipaksa tidak digubris kehadiran-nya sama sekali. Pak nan berbicara dengan logat dan pembawaan yang menyenangkan, beberrapa kali aku dan umi dibuat tertawa karena cairnya percakapannya. Aku sudah tau sedari dulu, kalau dua orang itu mulai berbicara, maka area sekitar hanya menjadi "pengharum ruangan" bagi mereka berdua.

"Nak Nayya seumuran dengan anak bapak ini, kan??" Ucap pak nan dengan rama sambal menunujuk anak disebelahnya.

"Iya pak.... Tapi.... Karena putus dua tahun, nayya jadinya baru mau masuk SMA tahun ini" jelasku malu-malu.

" Iya pak, Alhamdulillah, berkat usahanya nayya selalu bisa dapet beasiswa di sekolah-sekolahnya. Untuk tahun ini, naya juga sedang berusaha mengajukan beasiswa unggulan di "SMA Surya Angkasa" Doain yang terbaik ya pak..."jelas umi dengan sopan.

Seketika itu, aku teringat tujuan utamaku turun untuk menemui umi di ruang kumpul (yang sukses dialihkan oleh pak nan). Dengan sangat tidak sopan aku menepuk tanganku dengan sangat keras (Sumpah!!! Malu banget kalau diinget-inget lagi.) Umi, pak nan dan anak yang dibawanya langsung melihatku dengan tatapan mereka yang aneh. Aku waktu itu hanya bisa mengkerut dan kembali duduk dengan sangat malu. Mereka semua terdiam. Mereka menunggu apa yang akan keluar dari mulutku setelah membuat distraksi sebesar itu. Aku memberanikan diri waktu itu dan meskipun sulit untuk berbicara setelah itu, namun.....

"u....u..umi nayya dapet pengumuman, kalau nayya diterima di program beasiswa unggulan "SMA Surya Angkasa" ucapku malu-malu.

................ Hening ...............

"Beneran nay?? Ngga bohongin ummi kan??" tanya umi tak percaya.

Aku mengangguk sambil memperlihatkan hp, bertuliskan namaku di pengumuman website resmi "SMA Surya Angkasa". Umi melihat hp-ku seolah nggak percaya dengan apa yang dia lihat. Setlahnya, umi menarik tanganku, mencari-cari arah kiblat dan mengajak aku sjud syukur. Kami waktu itu benar benar mengacuhkan tamu kami. Namun, Mereka nampaknya sedikit terhibur karena ulah kami.

"Alhamdulillah Ya..Allah!!! nay nayyy..... kamu berhasil nak." Sorak umi memelukku didepan tamu kami

"Alhamdulillah nak..." syukur pak nan padaku

"Iya pak!!! Alhamdulillah" sorak ku semangat

"AL.." ucap anak di sebelah pak nan. Dia gak jadi mengucapkan apapun dan kembali diam.

Pak nan merogoh sakunya setelah anak itu melihat ayahnya (dengan malu- malu kayaknya.) Pak nan menunjukan kartu debit lengkap dengan buku tabungannya. Umi yang melihat itu dengan hati hati langusng menolak pemberian pak nan, bagaimana pun apa yang diberikan pak nan untuk kami terlalu banyak kami tidak bisa meminta apa-apa lagi. Pak nan memaksa kami untuk menerimanya, umi melembut setelah pak nan memberi tahu kalau debit ini, "gaji nayya mengurusi panti". Aku dengan agak berat hati menerima kartu tersebut dan mengucapkan banyak-banyak terimakasih setelah aku benar benar memegang kartu tersebut.

"Silahkan dimanfaatkan dengan baik nak nayya. Kami rasa kami sudah terlalu lama disini, oleh karenanya, kami mohon pamit. Semoga kita semua dan pantia asuhan "Raudatul Najmiyyah" ini berdiri dengan lebih baik lagi dan mencetak anak anak generasi emas seperti mua'dz itu." Ucap pak nan beranjak pergi bersama anaknya meninggal panti asuhan kami. Aku melambaikan tangan pada mereka seiring mobil mereka bergerak. Sekilas aku perhatikan dari mobil yang semakin jauh, anak pak nan, ganteng juga.
"Astaghfirullah!!! Ngapain juga mikir gitu" pikirku membuyarkan pesona dari anak Pak nan.

SALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang