2 | Akur yang Terlilit

13 6 3
                                    

305 SM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

305 SM

Dewi Athena membuka pintu kuilnya, menyambut para anak-anak yang malang. Sudah kesekian desa yang Dewi Athena jajah, namun beliau hanya tertarik kepada anak-anak yang kelak akan menjadi prajurit gagahnya. Dewi Athena tidak menggubris para orang tua dan kakek nenek di desa itu, hidup atau mati tidak masalah baginya. Tidak ada yang luput dari mata Dewi Athena, semuanya menarik untuk dijadikan alat perang, anak-anak yang polos dan tidak tahu apapun.

"Wimo, apakah kamu lapar?"

Dewi Athena menoleh ke belakang, untuk pertama kalinya dalam sekian tahun dia mendengar bisikan kasih sayang, ledakan atmosfer peduli membawa rasa nostalgia di hatinya. Dua kakak beradik sedang berpegangan tangan sambil memasuki kuil, yang satu kelaparan dan yang satu menahan lapar. Langkah kecil kedua anak itu menjadi perhatian khalayak di sana, mereka merasa iba. Hujan deras membuat mereka merasa kesepian dan kedinginan.

"Lapar sekali! Tapi aku tahu kamu lebih lapar".

"Aku tidak lapar! Bohong, bohong!"

"Ya sudah, aku juga tidak lapar! Wlee".

"Adik kecil, apa ini?" tanya Dewi Athena sambil menyentuh tangan kedua anak kecil itu dengan ujung jarinya. Wimo terkekeh dan menjawab, "Ikatan kami, Dewi!"

"Benar, kami terikat dengan sangat erat!!" sahut Aksara.

"Omong kosong," kata Dewi Athena dengan pelan. "Dengar anak-anakku, di kuil ku hanya ada satu peraturan, yaitu jangan menunjukkan rasa peduli. Aku menyelamatkan kalian dari kesengsaraan, kalian harus berterima kasih padaku".

"Itu tidak masuk akal, Dewi," lirik Wimo. Dirinya yang bungkam dari tadi akhirnya mempunyai keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Aku tahu lebih banyak darimu. Jadilah kaki tanganku dan aku akan menjadikanmu mata tombak amarahku," ucap Dewi Athena sambil mengelus rambut kedua anak itu. Dewi Athena merasakan panas dan rasa nyeri di tangannya, dengan cepat dia menarik tangannya. Telapak tangannya dipenuhi taburan serbuk putih yang berkilauan perak.

Dewi Athena menurunkan telapak tangannya yang memerah lalu menatap kedua anak itu. Dia mengisyaratkan pelayannya untuk membawa Aksara dan Wimo ke kamp latihan, sementara dirinya pergi dengan terburu-buru ke kolam kuil.

Dewi Athena membasuh tangannya perlahan, ditemani oleh ikan yang bersayap indah dan bunga teratai biru. Dewi Athena melihat ke tangannya lagi, serbuk putih itu sebagian hilang namun ada juga yang menempel.

"Jelas, ini adalah serbuk lingkaran halo milik Dewa Astra, halo yang belum sempurna. Apakah mungkin kalau kedua anak itu ternyata keturunannya?" Dewi Athena bertanya kepada dirinya sendiri, menyusun rencana yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang