Terimakasih buat yang selalu ada.
Terimakasih buat yang selalu setia.Jangan lupa vote, komen ya ...
Happy reading!!
***
"Nara?"
Nara menahan langkahnya saat seseorang di belakangnya memanggil namanya. Nara menoleh, ada Nevan disana yang memberi senyuman tipis.
"Gue tadi udah bilang pengen bicara sama lo," ucap Nevan mengingatkan membuat Nara langsung membuka mulut kaget. Ah, iya Nara sampai lupa dengan permintaan Nevan tadi pagi. Sebisanya Nara mengatur ekspresi agar terlihat baik-baik saja. Tapi, menyerah dan memilih menghindari mata Nevan yang tertuju ke arahnya.
"Mau bicara apa?" tanya Nara hati-hati seraya menggigit bibir bawahnya. Nevan yang menyadari akan hal itu hanya tertawa kecil, baginya Nara sangat menggemaskan.
"Nara?" Yang dipanggil mendongak dengan kerutan di kening, menunggu kalimat yang akan dikatakan setelahnya, tapi Nara malah mendapati genggaman tangan hangat yang menyelimuti tangan kecilnya.
"Sambil jalan ke parkiran, boleh? Kalau diizinin, sampai depan rumah, juga boleh?" Nevan menarik tangan Nara membawanya berjalan melewati koridor menuju tempat parkir. Nara masih bergeming menatap genggaman tangan, tak ayal jika beberapa kali langkah kaki Nara menabrak langkah kaki Nevan. "Lo kenapa?" tanya Nevan geli.
"Ng-nggak, cuma ... bisa lepasin pegangan ini?" pinta Nara seraya melirik kiri-kanan takut terlihat oleh siswa-siswi yang belum pulang.
Nevan melirik genggaman itu, sebelum akhirnya ia menatap wajah Nara yang tampak gelisah dan tidak tenang dengan beberapa kali melirik untuk memastikan sesuatu.
"Lo nggak lagi takut ketahuan pacar lo, kan?" tanya Nevan langsung membuat Nara menghentikan langkahnya dan membatu. Niat Nevan hanyalah untuk bercanda, tapi melihat ekspresi Nara membuat Nevan curiga. "Lo ... beneran udah punya pacar?"
Nara menangkap suara bergetar, raut muka Nevan juga berubah datar serta tergambar ketidakpercayaan. Cowok itu masih diam menunggu jawaban Nara yang sebenarnya enggan menjawab, Nevan juga sama sekali tidak berniat melepas genggamannya. Nara menunduk, hubungannya dengan Daniel bukanlah hubungan selayaknya orang berpacaran. Sampai saat ini Nara tidak tahu alasan mereka berpacaran. Kalau ia nekat memberi tahu, maka sudah bisa dipastikan Nevan akan terus mengorek hingga ia puas dengan jawaban Nara nantinya.
"Aku nggak punya banyak waktu, kamu mau ngomongin apa?" Nara memilih mengubah topik, mengingatkan Nevan pada tujuan awal mereka. Nara menatap Nevan serius berharap cowok itu segera berbicara.
"Na, lo belum jawab---"
"Aku baru inget, setelah ini aku ada perlu. Jadi, aku mohon kamu segera bicara." Nara tidak sepenuhnya berbohong. Ia baru ingat jika kemarin malam Trisha sempat bilang ingin menjemput Nara sekalian mengajak makan siang. Nara tidak ingin membuat Trisha yang sudah baik padanya harus menunggu terlalu lama.
"Kalau gitu nggak jadi," ucap Nevan pelan membuat Nara menautkan kedua alisnya, ia menghela nafas panjang. "Ini bakalan agak panjang, gue nggak mau lo malah kepikiran. So, next time aja. Bye, Na."
Nevan pergi setelah mengusung senyuman perpisahan. Nara terpaku di tempat. Menerka kira-kira apa yang akan dikatakan oleh Nevan.
Suara notifikasi pesan masuk membuat Nara melupakan sejenak Nevan, lantas beralih pada handphone dalam tasnya. Nara mengusung senyuman tipis saat mengetahui siapa pengirimnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
Ficção Adolescente"Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak memiliki ha...