Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . . . .
Jeno masuk ke dalam rumah Jaemin dan langsung menghamburkan pelukannya, menciumi wajah si manis tanpa henti. Ruang tamu yang sudah gelap tak jadi kendala.
"Jen.. Eum.." Jaemin berusaha menepis gerakan-gerakan yang Jeno lakukan. "Kamu mau ngomong apa?"
Jeno mengangkat tubuhnya, membawa Jaemin masuk ke dalam kamar. Lampu tidur berbentuk kelinci itu sudah menyala berwarna putih gading dengan cahaya yang tenang. Direbahkannya tubuh Jaemin di atas single bed tempat mereka biasa memadu mesra. Jeno berbaring di sebelahnya.
"Setelah sekian lama, akhirnya aku pengen bilang ini ke kamu. Aku..." Jaemin menatap wajah Jeno yang menjeda sebentar ucapannya. "Aku juga... Cinta kamu..."
Jaemin menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Terlalu sering sakit di dalam hatinya hingga banyak pikiran-pikiran buruk yang melingkupi kepalanya.
"Kalau kamu bilang cinta aku supaya aku tetep bertahan sama kamu, tolong simpen aja ucapan kamu. Kalau kamu dateng ke sini cuma mau bilang itu, lebih baik pergi, Jen..." Jaemin tak bisa menahan air matanya lagi, bendungan air di garis matanya menetes.
"Aku sama Eji cuma pura-pura, Na." Jeno menggenggam kedua tangan Jaemin, lalu mencium kedua punggung tangannya. "Baik Eji maupun aku, kita sama. Kamu kenal Julia? Dia pacarnya Eji. Hampir sebulan ini dia sibuk karena bantuin Julia bisa pulang dari Amerika dan nyiapin kepulangannya juga." Jaemin masih mendengarkan dengan seksama penjelasan Jeno. "Dan juga, buat nyari cara supaya Ayahnya Eji mau nerima kejujuran Eji dan aku. Beruntung Papa udah kenal kamu dengan emang beliau juga seneng sama kamu."
"Aku serius, Na. Aku sayang banget sama kamu. Maaf aku gak jujur sama kamu karena aku gak bisa, aku sama Eji udah janji supaya bisa jujur sampai nanti saatnya." Jeno menangkup pipi gembil Jaemin, menatap mata bulat itu lamat. "So, can i be your boyfriend?"
Jaemin menahan nafasnya. Tidak pernah terpikir olehnya hal seperti ini akan terjadi. Dengan keyakinan yang penuh, Jaemin menjawab, "Yes, you can."
---
"Mmmh, Jen..." Jaemin mendongakkan kepalanya, membiarkan Jeno menjelajahi kulit lehernya dengan bibir tebal yang terasa kenyal dan menggoda itu, membuat lehernya basah dan merah bekas dari jejak kecup dan hisapnya.
"Sayang," Jeno mengeluskan tangannya ke punggung telanjang Jaemin. Si manis yang duduk di atas pangkuannya melenguh, tubuh yang sudah tak berbusana, membuat kulit mereka saling bertemu. Sekali lagi Jeno mendamba keindahan Jaemin dengan menciumi wajahnya yang begitu cantiknya.
"Jangan pergi..." Jaemin merengek, matanya membulat lucu, menatap Jeno yang sedang menahan rasa gemas.
"Aku tetap tinggal kalau kamu yang minta. Aku akan tetap berlabuh di sini sampai takdir yang menyuruhku pergi." Jeno memindahkan Jaemin untuk berbaring kembali, di bawah kungkungannya dengan sangat lembut. Tak akan ia biarkan kekasih manisnya lecet sedikit pun.
"Selama ini, kita cuma ciuman dan aku blowjob kamu aja, bahkan sampai bibir aku sedikit sobek dan luka. Jadi, pelan pelan ya?" Jaemin sedikit takut, bayangan saat Jeno menggumuli mulutnya terlewat di pikirannya. Jeno yang statusnya adalah kekasih orang lain.
"Aku minta maaf untuk yang dulu ya? Aku gak bisa nahan diri, pengen jujur ke kamu supaya kamu gak pergi, tapi caraku salah." Jeno mengusap pipi Jaemin, mengusap bekas luka di sudut bibir Jaemin yang sudah sembuh.
"Hemm, gapapa.." Jaemin tersenyum, dan Jeno menganggukkan kepalanya. Tangannya cekatan membuka belah pantat si manis, mengolesinya dengan lotion yang sudah ia ambil dari meja rias. Perlahan menuntun penisnya yang sudah cukup tegang untuk masuk ke dalam anal sang kekasih.
"Akh.. Jenh.." Jeno mengalihkan Jaemin dengan ciuman-ciuman lembut, hingga akhirnya seluruh batang penisnya masuk sempurna. Jeno terus mengecup pipi dan kening Jaemin, pinggulnya bergerak pelan, memompa penisnya untuk keluar masuk dari lubang anal Jaemin. Tangannya mengangkat kaki Jaemin agar bertengger di pundaknya. Ia ciumi betis mulus hingga berbekas merah seperti yang ada di leher.
"Nana.. Sayang.. Shh.." Jaemin sedikit terhentak dan menahan jeritannya saat Jeno menusuknya terlalu dalam mengenai titik sensitifnya. Tangannya aktif meremas bantal yang menjadi penyangga kepalanya. Kakinya pun bergerak pelan menendang udara.
"P-pelanh! Nanti mama-eungh.." Ah, Jeno hampir lupa kalau di rumah ini ada orang selain Jaemin yaitu ibu Jaemin. Jeno mencabut penisnya, membalikkan tubuh Jaemin hingga terlentang dengan hati-hati. Lalu menarik pinggulnya naik agar menungging.
"Teriak dalam bantal aja ya, sayang.." Tanpa aba-aba, Jeno kembali menusukkan penisnya ke dalam lubang Jaemin dan bergerak dengan cepat. Jaemin membenamkan wajahnya ke permukaan bantal, meneriakkan nama Jeno untuk menggambarkan bagaimana nikmatnya bercinta dengan Jeno. Tubuh Jaemin menggelinjang dan bergetar hebat, lubangnya berkedut dengan cepat. Sinyal bahwa Jaemin sedang mencapai pelepasannya hingga spreinya basah oleh cairannya.
"Aku hampir... Na.. Argh.." Jeno terus menggenjot Jaemin sampai terasa penisnya membesar dan berkedut. Saat dirasa akan keluar, Jeno mencabut penisnya, mengeluarkan cairannya di belahan pantat Jaemin.
"Huahh! Kan aku udah bilang pelan-pelan ih, Jenooo," Jaemin merajuk, Jeno hanya tertawa pelan.
"Aku lupa, Na. Udah ya kamu tidur, biar aku yang beresin semuanya." Jaemin mengangguk pelan, menurunkan pinggulnya, kemudian tersenyum manis setelah menerima kecupan di pipinya.