Malam itu, melihat sahabat lelakinya pulang ke asrama lebih awal, Jimin curiga. Bukan dia tidak senang, Jimin hanya tidak bisa menebak apa yang sedang terjadi. Ada hal apa antara Yoongi dengan teman ranjangnya? Mengapa dia batal menginap dan malah kembali ke asrama saat jarum pendek jam dinding bahkan baru menyentuh angka sebelas?
"I left him cry ,"
Jimin menarik nafas panjang, "lagi?"
"Udah gue bilang juga, im not into love shit , apalagi relationship. Pakai ngumbar kemana-mana kalau kita lagi deket, 'kan males."
Kepala Jimin menggeleng. Diam-diam hatinya ikut remuk karena Yoongi selalu menolak siapapun yang berbicara cinta padanya. Tapi di sisi lain, Jimin juga senang, karena akhirnya, Yoongi kembali utuh hanya untuk dirinya sendiri.
"Terus?"
"Gue perjelas ke dia, kita ini nggak ada apa-apa. Gue juga nggak ada perasaan lebih ke dia. Tapi kalau dia mau have a good fuck , gue ayo aja, asal nggak usah lah diumbar-umbar. Kita kencan lah, gue nganter-jemput dia lah, kita ngehotel berapa kali lah. Apaan banget."
Terlepas dari usia Yoongi yang lebih tua, tidak membuat Jimin menahan diri dari memukul dahi sahabatnya itu. Tidak peduli jika Jimin dianggap tidak sopan, tapi Yoongi memang sudah sangat keterlaluan.
"Tapi 'kan bisa nggak ditinggal gitu aja pas dia masih nangis. Tenangin dulu kek, bicara baik-baik kek."
"Min," kini Yoongi menoleh ke arah wajah Jimin, menatap lurus kedua mata coklat yang sayu karena mengantuk, "dari awal, gue udah kasih tahu posisi kita gimana, dan kasih tahu gue tipe yang kayak apa. And he is agreeing on every term I put. Terus kalau sekarang dia nuntut macem-macem, ya bukan salah gue dong kalau gue udahin semuanya? Gue agak kesel juga, soalnya dia enak di ranjang, kalau gini kan gue mesti nyari lagi."
"Tapi baik-baik, Yoongi. Baik-baik." Jimin menekankan kata-kata terakhir di kalimatnya.
"Lo kenapa deh selalu belain orang-orang itu? Padahal harusnya belain gue, jadi kehilangan good fuck kan kalau mereka semua pada baper."
Hati Jimin mencelos. Membayangkan mungkin ini yang akan terjadi padanya jika berani menyatakan perasaan pada Yoongi. Setiap kali Yoongi menceritakan orang lain, Jimin tidak tahu harus merasa apa. Seakan-akan Jimin bisa melihat bagaimana akhirnya apabila berani mengungkapkan isi hatinya selama ini pada Yoongi. Ditinggalkan. Lebih buruk, dipaksa melupakan. Kehilangan Yoongi, sekaligus persahabatan mereka.
Tidak bisa membedakan mana yang lebih egois. Yoongi yang selalu mematahkan sayap cinta orang-orang di sekitarnya begitu saja. Atau Jimin yang sekali saja, ingin Yoongi mendengarkan ungkapan perasaan terdalam Jimin selama ini, dan mungkin mempertimbangkannya. Terlepas dari bagaimana Yoongi di mata Jimin, seorang lelaki yang mengutamakan keahlian ranjang daripada kekuatan emosional yang terbangun dalam hubungan, Jimin berharap Yoongi memberikan toleransi padanya. Mungkinkah ada harapan?
Jimin menggeleng. Bola matanya diputar malas di depan Yoongi. Kemudian membalik tubuh, memunggungi sahabatnya.
"Lo marah ya, Min?"
"Habisnya, lo nggak pernah sedikit pun berubah. At least , kalau mau pisah ya baik-baik."
"Yaudah, gue minta maaf."
Jimin menghela nafas panjang, "bukan sama gue, sama itu laki yang lo tinggalin."
"Ogah banget. Minta maaf sama lo aja, udah ya jangan marah. Nanti kalau ada kasus gini lagi, kalau gue mau pisah, udahan, gue bicara baik-baik deh, sumpah."
Yoongi mengacungkan kelingkingnya ke hadapan wajah Jimin. Namun tidak ada respon. Yoongi merapatkan tubuh ke arah Jimin. Melingkarkan lengannya di perut rata Jimin. Sambil mengusapkan wajahnya di leher belakang Jimin. Sebuah kebiasaan yang Yoongi lakukan jika Jimin sedang merajuk. Hasilnya? Yoongi menang. Selalu menang. Jimin menyerah dan mengiyakan apapun pinta Yoongi.
Mereka selalu tidur bersama, namanya juga teman satu kamar. Yoongi di tingkat terakhirnya, sedang Jimin masuk dalam tahun keduanya. Sebagai senior, Yoongi sebenarnya sudah diperbolehkan untuk tidak lagi hidup di asrama. Namun lelaki pucat itu menolak pergi, hanya agar Jimin tidak tinggal sekamar dengan laki-laki lain.
"Ya kalau dia baik? Kalau dia akhirnya naksir sama lo? Terus lo mau gimana?"
"Lihat dulu sih, dia cakep apa gimana."
Yoongi terdiam.
"Pokoknya nggak. Gue nggak pindah dari asrama."
Dengan syarat, Yoongi tidak bercinta dengan siapapun itu di kamar asrama mereka. Sebuah kesepakatan yang Jimin ajukan untuk melindungi dirinya sendiri. Tapi menurut Yoongi juga patut untuk disetujui, dia tidak ingin mengganggu istirahat Jimin dengan aktivitas seksualnya.
Meski tinggal sekamar, Jimin nyatanya banyak mengalami sepi. Karena, Yoongi juga sering menginap di hotel atau di tempat teman ranjangnya. Sesekali Yoongi akan pulang saat matahari baru terbit. Kemudian meringkuk di belakang Jimin. Saat sudah seperti itu, Jimin tidak bisa lebih bersyukur lagi. Tidak peduli darimana Yoongi, dengan siapa Yoongi bercinta, Jimin merasa, Yoongi akan selalu pulang padanya. Meskipun hanya sebagai sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THANKS TO THE ALCOHOL • yoonmin
FanfictionJimin sudah merasa cukup mendengar cerita dari sekitarnya tentang bagaimana persahabatan menjadi cinta yang berakhir dengan hal-hal buruk. Itulah yang menjadi alasan mengapa sampai saat ini, Jimin tidak pernah menyatakan perasaannya pada sahabat lel...