Jimin terbangun oleh sinar matahari pagi yang merayap ke dalam kamarnya. Isi kepala Jimin penuh kabut. Mungkin ini hanya akhir pekan seperti biasa. Kecuali, ada bayangan tentang laki-laki asing, Taehyung, berbotol-botol alkohol, musik dan gemerlap lampu bar—
Tersentak oleh ingatannya sendiri. Jimin terduduk. Selimut jatuh dari tubuhnya yang terbalut piyama. Bukan lagi kemeja dari bahan kain yang lemas. Tidak lagi dia kenakan celana jeans hitam ketat. Saat matanya mengedar ke sekeliling, Jimin yakin dia berada di kamar asramanya, tapi bagaimana?
"Ouch,"
Saat hendak turun dari kasur, pening menyerang kepala Jimin. Jimin terpejam erat, berusaha melawan nyeri di dalam kepalanya. Efek samping alkohol semalam bereaksi. Sakitnya sedikit mereda ketika merasakan ada dua tangan lain ikut memijat pelipisnya. Dari posisinya, dia melihat dua kaki yang dibalut celana jeans biru. Sobek di bagian lutut dan paha. Jemari kaki yang kulitnya pucat, tangan serta aroma yang terasa familiar bagi dirinya.
Begitu mendongak, "Yoongi?"
Yoongi setengah terpejam. Bibirnya mengerucut khas saat dia tengah tertidur. Kaos putih kebesaran dengan tulisan essential kecil terlihat kusut. Rambutnya berantakan.
Dada Jimin berkecamuk. Senang melihat manusia tercintanya berada di bawah satu atap yang sama lagi. Tapi dia seakan melihat, beberapa jam kedepan Yoongi akan berubah menjadi pengomel paling menggemaskan sedunia. Semua gara-gara Jimin pergi ke bar, mabuk, kemudian kehilangan kontrol di bawah alkohol.
Yoongi mengambilkan segelas air putih untuk Jimin. Kemudian memerintahkannya agar segera membersihkan diri. Yoongi akan menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Kok lo ada di sini?"
Yoongi berdalih dia bosan di rumah. Padahal, melalui setiap kabar yang mereka tukar, Yoongi tampak menikmati hari di Daegu. Berlibur dengan keluarganya. Serta melakukan hobi-hobi lamanya yang tidak bisa dia nikmati saat berkuliah.
"Ibu ngijinin gitu aja lo balik?"
Mengingat, ibu Yoongi begitu ketat dengan ucapannya. Jika dia meminta Yoongi menghabiskan liburan di Daegu, itu artinya dari hari pertama libur sampai sehari sebelum semester baru dimulai, Yoongi harus berada di Daegu. Kecuali ada hal-hal mendesak yang memang tidak bisa ditinggalkan.
Yoongi mengangguk.
Yang menjadi rahasia, Yoongi membohongi ibunya menggunakan Jimin sebagai alibi. Dengan sandiwara yang meyakinkan, Yoongi bicara bahwa Jimin mendadak sakit. Tidak ada orang yang bisa merawatnya, karena kebanyakan teman Jimin juga sedang berlibur. Jadi sebaiknya Yoongi kembali untuk merawat Jimin.
Agar ibunya tidak curiga, Yoongi berjanji akan kembali ke Daegu setelah Jimin sembuh. Tatapan khawatir muncul dari wajah ibunya kala itu, diikuti kalimat persetujuan bagi kepergian Yoongi kembali ke Seoul.
Kamar asrama Jimin kemudian segera dipenuhi aroma hangat sup. Dentang sendok, sumpit beradu dengan mangkuk. Tak sampai satu jam, sup yang dimasak Yoongi telah habis. Peralatan makan masih ada di meja makan. Dua manusia duduk berseberangan, dalam diam. Saling menghindari tatapan masing-masing.
Yoongi mengungkit kejadian semalam.
Saat Jimin mabuk, keluar ratusan macam pernyataan cinta dari mulut Jimin. Bagaimana awal Jimin menyukai Yoongi, kemudian sadar Yoongi tidak menyukainya. Tapi Jimin harus tetap berpura-pura demi persahabatan mereka. Kesepiannya tanpa Yoongi. Patah hatinya setiap Yoongi pergi dengan teman ranjangnya. Juga, betapa bahagianya Jimin yang kembali bertemu Yoongi, setelah berpisah selama dua minggu terakhir.
Lelaki yang lebih muda masih berusaha mengobrak-abrik memorinya semalam yang terendam alkohol. Mencari dengan pasti, kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa dia menyatakan perasaannya pada Yoongi di bawah pengaruh minuman setan itu. Kacau!
"Kalau semalam, lo bilang suka sama gue, murni karena alkohol, yaudah. Lupain aja. Anggap aja nggak pernah kejadian."
Sembari masih mencari bayangan dirinya mengucap suka pada Yoongi, Jimin membagi kerja otaknya untuk menimbang. Menimbang kalimat Yoongi. Apakah itu opsi yang tepat? Atau justru sebaiknya diselesaikan saja semua kemelut hatinya saat ini juga? Lupakan kekhawatiran dan ketakutan yang menggerogoti dirinya selama ini. Atas nama persahabatan, bullshit.
"Tapi kalau itu beneran, maksud gue, sampai pagi ini pun, lo ngerasa suka sama gue, bukan cuma semalam, mending kita ngomong baiknya gimana sekarang."
Sudah kepalang basah. Entah darimana datangnya keberanian, Jimin rasanya ingin segera lompat dan meneriakkan ulang kalimat-kalimat cinta pada Yoongi. Berharap manusia di depannya tidak lari ketakutan melihat sahabatnya sendiri gila.
Jimin mengintip Yoongi dari balik bulu mata lentiknya.
Melihat ekspresi Yoongi yang begitu tenang, Jimin sedikit lega. Sahabatnya itu masih berusaha menahan diri untuk tidak segera mengambil keputusan gegabah. Yoongi memilih untuk membicarakannya baik-baik. Mungkin karena kali ini Jimin yang berada dalam situasi ini bersama Yoongi. Atau mungkin karena Yoongi terlanjur berjanji untuk mengakhiri baik-baik apapun yang menurutnya sudah selesai. Mengakhiri baik-baik.
"Gue emang suka sama lo."
Tidak ada respon.
"Bahkan dari pertama kali gue kenal lo di sekolah waktu masih jadi murid baru. Siapa yang nyangka ternyata lama-lama kita temenan, jadi sahabat, bareng terus sampai sekarang. Sejalan sama perasaan gue yang juga ikut tumbuh dari setiap kehadiran lo. Lo mau have sex sama siapapun, pulang ke tempat siapapun, perasaan gue nggak mati, dan gue nggak ngerti kenapa.
"Gue takut patah hati, karena lo nolak siapapun yang jatuh cinta sama lo. Gue juga takut persahabatan kita rusak gitu aja karena perasaan egois gue ini. Gue tahu lo udah jatuh cinta sama orang lain dan gue nggak akan pernah bisa gantiin dia di hati lo. Jadi... Yaudah. Gue beneran nggak berharap apa-apa dari pengakuan ini. Murni biar lo tahu aja. Tapi kalau setelah ini lo mau pindah dari asrama, pergi dari hidup gue, nggak mau temenan lagi sama gue, gue janji bakal ngertiin keputusan lo."
Yoongi masih bisu.
Namun matanya menatap lurus ke arah Jimin. Menghancurkan setiap pertahanan diri Jimin. Menyelinap tepat ke ruang-ruang penuh Yoongi dalam diri Jimin. Seakan Jimin kini sudah tidak bisa lagi sembunyi. Dinding-dinding dan jalanan yang dilewati Jimin bisa berbicara dan akan mengungkap kemanapun Jimin pergi. Jimin tidak bisa lolos lagi. Maka, mari selesaikan semuanya di sini.
"Lo bodoh ya, Min?"
Jimin tertawa kecil.
Respon yang ditunggu-tunggunya di luar ekspektasi. Tapi bahkan kata-kata menohok, mengejek, tidak ada artinya lagi bagi Jimin. Sudah terlatih hatinya mendengar setiap kekesalan yang terlontar dari Yoongi saat mendapati teman ranjangnya jatuh hati. Penolakan, cacian, ditinggalkan, Jimin sudah siap.
"Orang yang selama ini ada di dalam hati gue, itu lo!"
---
PLEASE DOAIN JIMIN BIAR CEPET SEMBUH LAGI, YA. HABIS OPERASI USUS BUNTU, SENDIRIAN, MASIH SUSAH NGAPA-NGAPAIN, HARUS ISOLASI, SEDIH BANGET... PLEASE- SEND LOVE AND PRAYS FOR PARK JIMIN, THE ONE AND ONLY PERSON THAT UNDERSTAND US <3
KAMU SEDANG MEMBACA
THANKS TO THE ALCOHOL • yoonmin
FanfictionJimin sudah merasa cukup mendengar cerita dari sekitarnya tentang bagaimana persahabatan menjadi cinta yang berakhir dengan hal-hal buruk. Itulah yang menjadi alasan mengapa sampai saat ini, Jimin tidak pernah menyatakan perasaannya pada sahabat lel...