Bagian 5

248 68 20
                                    

Tugas berkelompok. Salah satu momok terbesar Reynardi Adibran selama 11 tahun bersekolah. Cowok itu termasuk tipikal murid yang mempunyai masalah dalam pergaulan. Daripada tugas berkelompok, mending tugas individu aja, deh, Reynard jabanin!

Maka, saat teman-temannya mulai berpencar membentuk kelompok beranggotakan dua orang hingga menimbulkan kegaduhan layaknya antrian Bansos, Reynard hanya membatu di tempat. Ia memandangi teman sekelasnya yang hilir mudik tanpa berminat membaur. Hingga sebuah suara sesumbang toa rusak menyapa indra pendengarannya.

"Rey, sekelompok Geografi sama gue, ya!"

Siapa lagi sumber suara itu kalau bukan Reisyha Briana, teman sebangkunya yang berisik, hobi baca Wattpad, dan nge-haluin para visual di dunia orange.

Sebagai tanggapan, Reynard hanya mengangguk lirih.

"Okee, sipp deh kalo gitu. Ini kan tugasnya disuruh bikin peta pembagian garis Weber dan garis Wallace, gue nggak bisa gambar, nih, lo bisa nggak?"

Jujur saja, bukannya Reynard enggan membalas pertanyaan Briana, tapi cara bicara cewek itu yang nggak ada titik komanya membuat Reynard bingung harus merespon bagaimana.

Alih-alih mengatakan jawaban yang bermutu, kalimat yang terlontar dari mulutnya justru, "Emmm ... anu."

Anu.

A. N. U. Kerja bagus, Reynard.

Duh, payah. Kenapa semua kalimatnya hanya sampai pangkal lidah? Padahal, di otaknya sudah tersusun berbagai kalimat yang ingin ia ungkapkan, tetapi realitanya ia hanya mengatakan anu. Satu kata. Tiga huruf. Beribu makna. Inilah alasan Reynard suka menulis. Menulis membuatnya menyalurkan perasaan yang nggak bisa diungkapkan melalui lisan. Jadi, dia nggak perlu repot-repot seperti sekarang.

"Rey," panggil Briana.

"Emm ... maksudnya gue juga nggak bisa. Tapi, di rumah gue punya printer. Nanti cari aja peta gambarnya di internet buat di-print out terus kita jiplak deh."

Huftt, akhirnya tersampaikan juga.

"Yaudah kalau kita pulang sekolah kita ke rumah lo buat lanjutin tugas, yaa."

Nggak ada kata lain yang bisa Reynard ucapkan selain bilang, 'iya'.

•••

Briana masih terpana dengan kondisi rumah Reynard.

Bukan.

Bukan karena arsitektur rumah Reynard ala rumah gedongan Sisca Khol. Bukan pula hawa horor rumah angker kayak do film Pengabdi Setan. Tetapi, pemandangan mini perpustakaan  yang menyapanya begitu memasuki ruang tamu membuatnya terpana selama beberapa menit.

Astaga! Buku-buku koleksi Reynard incarannya semua!

"REYYYYY."

Reynard seketika menutup daun telinga. Dalam hati, ia menggerutu.

Sial, Briana pasti heboh nih.

"KYAAAA REY BUKU LOOO. GUE KARUNGIN SEMUA BOLEH, NGGAK?"

Tuh kan.

Nggak ada lima menit tebakannya benar.

Sebagai tanggapan untuk mengatasi mulut berisik Briana, Reynard hanya melengos sekilas sembari meneruskan langkah ke komputer yang tersambung ke printer di sudut ruang tamu.

Sementara Briana sibuk memilah-milah novel mana yang mau ia pinjam, Reynard menyalakan komputer, membuka browser, mencari gambar yang ia inginkan, lantas segera mencetaknya untuk pengerjaan tugas.

Di sisi lain, Briana yang asyik tenggelam bersama buku-buku di rumah Reynard, tanpa sengaja menemukan seutas kertas yang terlipat di dalam rak. Akibat rasa penasaran yang nggak bisa diajak kompromi, Briana segera mengambil kertas itu lalu membuka isinya.

Alis Briana seketika berkedut. Ternyata isinya hanya tulisan random Reynard yang acak-acakan. Banyak tulisan love yourself, my self, your self, love self, pokoknya semua kata yang berakhiran 'self'. Benak Briana menerka-nerka.

"Ini si Rey ngapain, dah?" gumamnya seraya kembali melipat kertas itu lalu menempatkannya ke semula.

"Briana." Dari arah belakang, suara Reynard mengkagetkannya.

Cewek itu seketika terlonjak. Dengan cepat, Briana menyalipkan kertas itu di saku roknya. "Apa sih lo kayak setan tiba-tiba muncul."

"Udah." Seperti biasa, ekspresi Reynard sedatar tembok.

"Apanya?"

"Print peta garis Walace dan Weber."

Tanpa menunggu aba-aba, Reynard membalikkan badan. Beranjak menuju meja ruang tamu. Briana mengikuti dari belakang dalam hening. Keduanya seketika mendaratkan tubuh di lantai dengan meja ruang tamu sebagai tempat meletakkan alat pengerjaan tugas.

Mereka berdua mulai melakukan pembagian tugas dan mengerjakan tanpa suara. Briana berfokus untuk menjiplak gambar peta ke kertas  HVS, sedangkan Reynard menuliskan keterangan hewan endemik apa saja yang terbagi ke dalam waris Weber sekaligus waris Walace.

Tanpa terasa sudah satu jam setengah berlalu, pengerjaan keduanya tinggal tahap finishing mewarnai, saat itu, Briana dengan mulut blak-blakakannya menyahut, "Ini ngga ada apa-apa, nih, buat tamu?"

Reynard meringis. "Air putih dingin mau?"

Briana memutar bola mata malas. "Es coklat?"

"Nggak ada."

"Yeuw."

"Serius. Gue tinggal di sini sendirian. Nggak ada camilan ataupun apalah itu."

Briana jadi nggak enak sendiri. Ia mulai menyadari kenapa daritadi rumah ini sesepi hati para jomlo.

Tanpa meminta penjelasan, Reynard memberitahukan suatu rahasia kelambya kepada Briana, membuat cewek itu seketika tertegun karena Reynard yang dikenal pendiam bisa terbuka terlebih dahulu.

"Ortu gue nggak pernah ada di rumah. Ada pekerjaan luar kota. Udah dari dulu ditempatin di Dompu, NTB. Jauh banget, ya? Mangkannya jarang pulang."

"Sedangkan nyokap gue, nggak bisa ninggalin bokap karena beliau punya masalah kesehatan yang cukup serius. Jadilah gue di sini sendiri."

Briana menelan salivanya kelu. Ternyata di balik sosok pendiam Reynard menyimpan cerita menyedihkan begini. "Emm ... apa lo nggak kesepian?"

Mata tidak bisa berbohong. Briana tahu itu. Netra coklat gelap Reynard menyiratkan kesepian dan keputus asaan.

"Nggak. Ada itu. Dunia gue." Reynard mengelak dengan menunjuk rak buku.

"Gimana kalo kita jadi temenan aja, deal?" Nggak tahu kenapa, sebuah ide tiba-tiba tebersit di benak Briana. Ia sekarang menyadari kenapa Reynard begitu pendiam dan sulit bersosialisasi. Lingkungan keluarga yang membentuknya seperti itu.

Perasaan Reynard menghangat. Bibirnya tertarik sedikit ke atas. Tetapi, ia berusaha menampilkan raut datar.

"Oke, nggak ada paksaan."

Reynard menggerutu, walau dalam hati  tergelitik juga. "Bocah freak."

Detik itu juga, tawa Briana pecah. Tak lama, disusul tawa renyah Reynard yang mengudara.

•••

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Boy I Knew from WattpadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang