"Ya tuhan... JAY!! Ada apa dengan wajahmu?"
"argh.. Sakit, Ma." keluhnya. Gianna yang mendengarkan ringisan anaknya malah menjewer daun telinga Jay dengan keras. "Kau membuat masalah lagi, huh?" tanya Gianna.
"Ah ah ah,,, ampun Ma!! Ampun!! Sakit... Sakit... Mama.."
"KAU!! Berani-beraninya..!!" Gianna semakin menarik daun telinga anaknya. Jay yang tidak berani melawan Mamanya hanya pasrah. Gianna yang merasa kasihan melepaskan jewerannya lalu melipat kedua tangannya di dada.
"Jadi? Dengan siapa kau bermasalah? Mama sudah capek ke sekolah kamu..""Kalau begitu jangan ke sekolah." Gianna yang mendengar itu malah semakin marah kepada Jay. Gianna memegang tengkuknya yang sakit. "Argh.. Darah tinggi Mama.. JAYDENNNNN..."
Jay yang merasa namanya di panggil malaikat maut segera melengsit melarikan dirinya menuju ke kamarnya.
"AWAS KAU JAY!!" pekik Gianna.
"Ampun Ma."
....
Tok tok
"Jay, Mama masuk..."
Gianna menarik knop pintu dan melihat Jay sedang terbaring mengompres ujung bibirnya yang pecah. Gianna yang merasa kasihan, menghela nafas menghampiri Jay. "Sini, biar Mama saja." Gianna mengambil alih gumpalan es itu dan menekan perlahan bibir Jay.
"Maaf Ma.." Gianna tidak membalas perkataan Jay. Gianna memilih diam, menunggu sang anak mengatakan kebenaranya.
"Ini hanya buang jenuh aja, hehe.. Argh.."
"Huftt... Buang jenuh kamu itu ekstrim banget. Jangan lakukan itu lagi! Mengerti?"
Jay mengangkat tanganya, memberi pose hormat. "Aye, cap." Gianna yang tersenyum lembut melihat tingkah Jay yang seperti ini.Jay memang terlihat seperti anak remaja lainnya, tapi ketika Jay marah respon otak Jay melambat. Ia akan menggunakan cara kekerasan sebelum memikirkan akibat dari perbuatannya itu. Jay itu terlalu Naif
"Besok jangan masuk sekolah dulu! Kamu babak belur begini. Mama ambil kotak obat dulu.."
Gianna beranjak keluar lalu mengambil kotak obat di dapur dan kembali ke kamar Jay.
Gianna membubuh betadine ke kapas dan menekan perlahan ke pelipis Jay. "Mama akan menelpon wali kelas kamu nanti. Mama itu tidak habis pikir dengan kebiasaan kamu seperti ini. Kamu harus bisa mengendalikan emosi kamu, Jay. Kamu beruntung lawanmu lebih lemah darimu, bagaimana kalau kamu mencari masalah sama mafia? Bisa-bisa cuma kuku jari kamu yang di kirim ke Mama."Jay hanya meringis ngeri membayangkan khayalan Mamanya. "Ngak bakalan, Ma. Tetapi untungnya lawan aku lebih lemah dari aku, iya kan?!" Jay menaik-naik alisnya. "Tetap saja tidak boleh, kau ini...! Ya sudahlah.." Gianna memutar bola mata dengan malas. "Nah, sudah beres."
Gianna merapikan kotak obat. " makasih Ma. Selamat malam." Gianna tersenyum lalu membungkukan badannya. "Selamat malam juga. Mimpi indah, anakku."....
Pagi....
Jay bergegas menuruni tangga berlari kecil ke dapur. "Morning, Mom." Jay mengecup sekilas pipi Gianna dan mengambil sandwitch tuna kesukaannya. "Mama mau aku antar?" tanya Jay. Gianna mengangguk meng-iya kan tawaran anaknya. "Ya udah aku manasin mobil dulu."
"Gak. Kamu belum mendapatkan SIM mobil Jay. Pakai motor saja." Jay mengangguk patuh dan memakan potongan sandwicth terakhirnya. "Kalau gitu aku manasin motor dulu Ma." ucap Jay.

KAMU SEDANG MEMBACA
We Don't Need U, Daddy
Storie brevi"JAYYY... berhenti!!!" jay tidak memperdulikan perkataan ibunya dan terus memukul pria itu dengan membabi-buta. "kenapa kau kemari? pulanglah ke keluargamu kami tidak membutuhkan sedikit pun perhatian atau belas kasihmu... PERGI.. BRENGSEKKK.." pri...