19. Awal dari keinginan Aria

1.2K 254 10
                                    

Selamat Membaca

Aria, Rosie serta Karselo terlihat duduk di sofa, bersebrangan dengan Aria yang sejak tadi terdiam, enggan menatap keduanya.

"Katakan, kami tidak akan memarahimu," ungkap Rosie.

Aria melirik Gian dan Hiera, keduanya berdiri di depan pintu dengan kepala tertunduk, menanti apa yang akan dikatakan Aria.

"Katakanlah," ujar Karselo.

Aria menoleh, menatap Rosie serta Karselo secara bersamaan, tubuhnya di tegakkan diiringi posisi kepala tegas ketika mimik wajahnya menjadi serius.

"Aku ingin bercerai dengan Maharaja," ujar Aria.

Rosie dan Karselo saling pandang, mereka sudah menebak bahwa pada akhirnya Galen akan kehilangan Aria.

"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah bercerai? Dimana kau akan tinggal?" Rosie bertanya.

Aria tertegun, kedua orang tuanya telah berpisah dan memiliki kehidupan baru dan baik tanpanya sedangkan nenek dan kakeknya sudah tiada.

"Aku ingin menjalani kehidupan yang bebas. Aku ingin membuka lembaran baru juga menikmati hal-hal yang membuatku bahagia. Lalu, aku berencana untuk tinggal di sebuah desa dan mengelola perkebunan." Aria tersenyum lembut saat mengatakan itu.

Rosie serta Karselo tidak bisa berkata apapun lagi setelah melihat ekspresi harapan kebahagiaan Aria saat mengatakan keinginannya. Ini adalah salah satu cara agar Aria bisa bebas dari Galen— Putra mereka yang tidak bisa menjaga Aria dengan baik.

"Jika itu maumu, kami akan segera membantu mengurus perceraian kalian, tapi Ibu harap kau beristirahat sampai benar-benar pulih."

Aria tersenyum cerah mendengar jawaban Rosie namun sedetik kemudian menjadi bersalah. "Maaf karena membuat kalian kecewa juga terima kasih atas kebaikan yang telah kalian berikan padaku."

Rosie mendekat, memeluk Aria dengan hangat dan erat sedangkan Aria terdiam.

"Bukan hanya menantu, kau sudah kami anggap seperti anak sendiri. Kalau saja nenekmu tidak memperkenalkan kau, kami tidak akan pernah merasakan bagaimana memiliki seorang putri manis dan baik sepertimu."

Seketika air mata Aria luruh, membalas pelukan Rosie lalu terisak sedangkan Hiera menautkan alis melihat tubuh Gian bergetar ringan, pria itu menunduk semakin dalam.

"Hah?"

Hiera melihat satu tetes air terjatuh, membasahi lantai yang berada di bawah kepala Gian yang tertunduk, pria itu ikut menangis? Padahal, Hiera pikir kesatria memiliki hati kuat sehingga tidak mudah menangis.

"Haruskah aku mengambilkanmu kain untuk mengusap air mata?" bisik Hiera.

Gian tersentak, dengan cepat mengusap air mata, berdiri tegap dengan kepala tegak, memandang lurus ke depan.

"Bulu mata menusuk mataku," kilah Gian tanpa ekspresi, daun telinganya sedikit memerah.

Hiera sungguh tidak tahu bahwa Gian bisa menunjukkan ekspresi malu selain ekspresi datarnya itu.

***

Tiga hari kemudian...

Aria tersenyum cerah melihat gambar rumah yang akan dia tinggali setelah resmi bercerai dengan Galen.

Aria dan Buku Kosong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang