13. Rencana Delvina

1.2K 226 9
                                    

SELAMAT MEMBACA

Aria bersandar nyaman pada sofa seraya membaca buku, Hiera mendekat seraya memijat pundak Aria.

"Terakhir kali kita ke toko buku tua, tetapi Maharani justru membeli buku kosong. Sepertinya Anda telah membuangnya karena saya tidak pernah melihat buku itu lagi," ucap Hiera, memecahkan keheningan di sekitar.

Pergerakan Aria untuk membuka lembar selanjutnya terhenti. "Toko buku tua? Kapan?"

Hiera mengernyit. "Anda tidak ingat?"

Aria mengangguk lalu Hiera menjelaskannya. "Sepertinya saat Maharaja membawa Selir Kehormatan mengunjungi Yamuga. Saat itu, Anda memutuskan untuk mencari buku di luar istana, tetapi Anda membawa pulang buku kosong dengan sampul terlihat kuno."

Bersamaan dengan penjelasan Hiera, sekelebat ingatan-ingatan muncul seolah itu adalah miliknya.

"Lalu apa yang kulakukan pada buku kosong itu setelahnya?" Aria penasaran.

Hiera sedikit kebingungan karena Aria benar-benar tidak ingat. "Anda mengamati buku itu sepanjang malam lalu menulis pada lembar kosong, Saya tidak tahu apa yang Anda tulis, tapi... "

"Tapi apa?"

"Setelah itu tiba-tiba Anda tidak sadarkan diri, mungkin karena Anda lelah berkeliaran di toko buku seharian. Lalu saat tahu Anda tidak sadarkan diri, Maharaja kembali dengan cepat dari Yamuga."

Aria berpikir keras, rasa sakit mendera kepalanya. "Lalu bukunya?"

"Saya tidak melihatnya lagi sejak hari itu, Saya pikir Anda menyimpan itu atau mungkin membuangnya."

Aria berpikir keras, bukankah ini cukup janggal? Apa buku kosong itu sama dengan yang dimilikinya kala itu atau mungkin buku yang berbeda? Juga, jika dipikir-pikir lagi bagaimana bisa dirinya yang hanya pekerja biasa mampu menyelesaikan segala urusan yang dilimpahkan pada Maharani juga etiket bangsawan yang terampil.

Hiera mengamati Aria menutup buku secara tiba-tiba. "Aku ingin sendiri, Hiera."

"A-apa saya menyinggung Anda?"

"Tidak. Aku hanya ingin sendiri."

"Kalau begitu saya izin pergi, Maharani."

Setelah kepergian Hiera, Aria meninggalkan sofa dan berjalan gontai menuju kasur, berbaring terlentang sambil memandang langit-langit kamar.

"Cukup bersikap biasa saja, hidup tenang dalam dunia buku ini lalu kembali ke kehidupanku yang normal yaitu sebagai pekerja biasa."

***
Kerajaan Ughar, istana Jarvis.

Jarvis tak henti-hentinya tersenyum setelah surat dan hadiah dari Aria berada di tangannya.

"Maaf, Maharaja, tapi kepala Anda bisa sakit jika terus seperti itu," kata Soren, mengamati Jarvis berdiri, kepalanya mendongak untuk mengamati bros berbatu permata safir yang diangkat tinggi-tinggi pada tangannya.

"Haruskah aku menyimpan bros ini di kotak kaca kemudian menjadikannya sebagai warisan keluarga?" Jarvis menoleh pada Soren.

Soren menunjukkan ekspresi tak mengerti, bukankah itu berlebihan? pikir Soren.

Aria dan Buku Kosong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang