09. Kenangan di Triana

1.7K 342 33
                                    

Selamat membaca

"Apakah dia sudah jauh lebih baik?" tanya Jarvis pada tabib yang memeriksa Aria.

"Maharani hanya demam."

"Syukurlah," gumam Jarvis.

Sejak Aria terbaring di tempat tidur, tak sedikit pun Jarvis berniat meninggalkan Aria. Pria itu terus duduk di kursi kayu yang terletak di sisi ranjang sambil menggenggam sebelah tangan Aria menggunakan kedua tangan.

"Kalau begitu kalian bisa keluar, terima kasih." Hiera membungkuk pada tabib.

Kini di dalam kamar hanya ada mereka bertiga.

"Apa yang hendak Anda lakukan dengan kemari?" tanya Hiera.

"Menawarkan jasa secara sembunyi-sembunyi."

"Hah? Aku yakin Anda datang untuk menemui Maharani," pungkas Hiera.

Sontak Jarvis memberikan tatapan tajam hingga Hiera memalingkan wajah.

"Lebih baik kau temani pengawalku. Dia sendirian di luar, siapa tahu kalian berjodoh, 'kan?" seloroh Jarvis.

"Anda jangan memerintahku. Jika Anda datang seperti ini, pelayan sepertiku jauh lebih berkuasa," kata Hiera. Sejujurnya Hiera ketakutan mengatakan hal itu, tapi jika tidak, Jarvis akan memonopoli keadaan agar bisa selalu dekat dengan Aria.

"Kalau begitu aku akan kembali dan datang ke sini tanpa penyamaran. Hmm, entah kesalahpahaman apa yang akan terjadi antara Aria dan Galen," gumam Jarvis disusul senyum miring.

Hiera tersentak.

"A-anda jangan berbuat buruk pada Maharani. Saya akan terus mengawasi Anda," kata Hiera lalu segera keluar dari sana.

Jarvis memandang kepergian Hiera dengan raut wajah datar kemudian kembali menatap Aria.

"Bagaimana, ya? Aku suka denganmu namun, merasa bersalah juga denganmu. Yah, mau bagaimana lagi karena ini semua pilihanmu," lirih Jarvis.

Setelah berkata seperti itu, Jarvis memandang serius wajah Aria dengan serius. Mulai dari alis, bulu mata, hidung dan berakhir di bibir.

"Sangat menawan tanpa polesan bedak. Huh! Kalau saja aku jadi Galen, tidak akan sedikit pun kau kucampakan. Ketulusan, kebaikan dan kecantikan adalah idaman pria tampan sepertiku. Dan kau memiliki ketiganya."

"Percaya diri sekali kau."

"Eh?!"

Brak!

Jarvis terkejut ketika Aria bersuara. Jarvis sampai terjungkal bersamaan kursi kayu yang didudukinya.

"Akh! S-sejak kapan kau tersadar?" tanya Jarvis sembari bangkit dan membenarkan kursi.

"Sejak kau mengatakan bahwa aku menawan," jawab Aria, matanya masih terpejam sedangkan bibirnya bergerak untuk menjawab pertanyaan Jarvis.

Jarvis menghela napas lega kemudian membenarkan posisinya seperti awal.

"Kau membuatku terkejut."

"Kau sendiri, kenapa tiba-tiba ada di sini?" tanya Aria, kepalanya bergerak ke samping, tepat posisi Jarvis berada kemudian sepasang kelopak matanya terbuka.

"A-aku ingin menawarkan jasa secara sembunyi-sembunyi."

"Kau memata-mataiku, ya?"

"Heh? Tidak!" kelakarnya.

"Lalu kenapa kau bisa tahu aku di sini? Perjalananku kemari, 'kan dirahasiakan."

"Ah, itu..."

Jarvis tampak berpikir sedangkan Aria menatap curiga.

Aria dan Buku Kosong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang