By: GrayRaven_
BAB 01
Mendadak suara angin menghilang, digantikan hembusan yang entah kenapa masih membuat tubuh ini seolah membeku di tempatnya. Kakiku menapak di sebuah lantai tak berwarna, lantai yang seakan terbuat dari lapisan es paling tebal. Manik ini perlahan mengedarkan pandangannya, masih sulit mencerna setiap detail yang aku lihat di depan sini. Samar samar hanya ada sebuah kabut dengan pemandangan putih yang hampa dan kosong.
Rasa penasaran berhasil mengerakkan kakiku untuk melangkah lebih jauh, menelusuri setiap jengkal tempat yang antah berantah. Berkali kali aku mencoba mengingat satu hal yang pasti, tapi semuanya terlalu kelabu dan pudar begitu saja.
Yang ada hanya sebuah ingatan pahit yang sekeras mungkin ingin aku lenyapkan. Sebuah kenangan—ralat. Itu bukan kenangan, itu sebuah ingatan menyedihkan yang selalu menyiksaku setiap dan akan selalu. Dan rasa sakit itulah yang membuatku selalu berpikiran untuk mengakhiri hidupku.
Oh, aku baru sadar, aku telah mati, mungkin. Malas rasanya mengingat betapa pahitnya kehidupan yang aku jalani selama ini, aku tidak memiliki siapapun. Ya, siapapun. Bahkan orang tuaku pergi, ia meninggalkanku dengan cara bergantung di sebuah tali, sedangkan yang satunya memilih terjun bebas dari lantai kamarnya. Mengingat hal itu semakin membuat dada ini rasanya sesak, nyaris tidak berfungsi.
Di saat langkah kaki ini terus berjalan, samar samar aku dapat mendengar suara, sebuah suara rintihan yang terdengar memilukan hati. Ada rasa takut dalam diriku, tapi rasa takut itu seolah terkalahkan oleh rasa penasaran yang kian mengebu ngebu. Dapat aku lihat, seseorang tengah meringkuk di atas lantai dingin ini, ia menangis, bahkan lebih menyedihkannya tubuh itu terus mengalirkan cairan merah kental yang menjijikkan. Aku mengerutkan kening heran, apa yang terjadi dengannya? Mengapa kondisinya seperti itu?
Ah! Lupakan, lagipula itu sama sekali tidak ada hubungannya denganku, bukan? Aku tahu, aku egois dan cukup! Aku sama sekali tidak ingin berurusan dengan siapapun di tempat aneh ini. Aku meremas rambutku frustasi, mengapa lagi lagi hanya ada dia yang terus mengucapkan kata kata jahat semacam itu? Muak, rasanya muak jika terus seperti ini.
Dan saat itu aku teringat jika beberapa hari yang lalu aku sempat terpikir untuk menghancurkannya, membunuhnya dan membunuh diriku sendiri. Ini konyol! Bahkan lebih konyol dari si badut berambut merah yang selalu muncul di salah satu jajaran emoji handphone setiap manusia, ah! Mengapa harus memikirkan semua itu.
Berkali kali aku mengumpat, berkali kali pula suara rintihan itu kian terdengar lebih keras. Lebih keras sampai aku dapat memastikan jika bukan hanya dia yang berada di sini, tapi ada beberapa orang lain yang ... ikut merintih kesakitan. Dari pada memikirkan semua itu aku memilih untuk kembali berjalan, mungkin aja ada sesuatu yang membuatku mengerti dimana aku berada. Namun, sepanjang kaki ini melangkah, tidak ada satupun orang yang bisa membantuku. Seolah olah aku ini sebuah bayangan tak terlihat.
Detik berikutnya entah kenapa sesuatu seolah mencekat leherku, sesak, aku tidak bisa bernafas dengan baik. Tangan kananku terangkat untuk menyentuh leherku, rasanya seperti ada yang mencekikku walaupun aku sadar tidak ada seorangpun di sekitar sini. Dan bersamaan dengan itu kilasan kenangan yang pahit berputar, menyebabkan pikiranku kembali kacau.
Aku hendak mengumpat sekeras mungkin sebelum seseorang menepuk pundak kananku dengan aura yang benar benar dingin dan mencekam. Dengan perlahan aku tolehkan kepalaku guna melihat siapa gerangan yang hadir, sungguh! Aku hampir saja meloncat kaget saat melihat kedua bola mata hitam sempurna yang menatapku dengan datar.
Dia, dia seorang lelaki dengan setelan serba hitam yang terkesan rapi dan berkelas, anehnya mengapa dia memakai pakaian se-formal itu di tempat seperti ini. Kembali aku melihat bola mata hitam pekat itu, aku juga sadar jika kulitnya begitu pucat, membuat hampir seluruh tubuhnya rasanya membeku. Aku sempat heran, ia hanya menatapku dengan pandangan datar dan dingin. Sebenarnya siapa dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Break The Stigma
Krótkie OpowiadaniaKarena kesehatan mental bukanlah hal yang harus dibiarkan. Menjadi bahagia bukan lagi sebuah angan-angan. Menjadi bebas, dari setiap kekangan dunia. Ini adalah aku, Yang tidak sempurna namun akan memeluk bentala.