Chapter 3

10 2 1
                                    

Dua minggu setelah keberangkatan kedua orang tua Abim dan Cala ke Jepang, hari ini pun tiba yaitu saat kepulangan kedua orang tuanya ke Indonesia. "Cala lo hari ini ikut jemput Papa sama Mama ke bandara ga?" tanya Abim saat melihat Cala menuju dapur rumahnya. "Engga deh bang, gue mau ada kerja kelompok ntar pulang sekolah," jawab Cala dengan cepat. Sebenarnya itu hanya alasan, ia hanya tidak ingin disupiri oleh Abangnya. "Oke deh kalau gitu, ntar habis kerkel langsung pulang ya Cal," suruh Abim takut Adiknya itu pergi keluyuran setelah melakukan kerja kelompok, Cala hanya mengangguk sebagai balasan ucapan Abangnya itu.

Mereka seperti biasa berangkat sekolah dengan terpisah. Abim berangkat menggunakan motor yang biasa dia pakai dan Cala berangkat menggunakan ojek online yang biasa digunakan.

Saat di sekolah Abim dan Cala ditelpon oleh kedua orang tuanya yang menanyakan kabar mereka dan juga memberitahu bahwa pesawat yang ditumpangi oleh orang tuanya berbeda dengan Papanya Eijaz. Mamanya memberitahu bahwa pesawat yang ditumpangi oleh Papanya Eijaz ialah Thai Airways International dan yang ditumpangi oleh kedua orang tuanya ialah Japan Airlines. Kedua bersaudara yang mendengar itu hanya mengiyakan ucapan sang Ibu agar cepat. Abim mengakhiri telpon itu dengan mengatakan bahwa ia harus pergi ke kelas karena gurunya telah memasuki kelas dan Cala juga mengatakan bahwa ia harus pergi ke laboratorium karena ada tugas praktik.

Cala yang sedang sibuk mengukur larutan di gelas ukur dikejutkan oleh teriakan temannya yang memanggil namanya dengan sangat panik. "Papa sama Mama lo pulang dari Jepang hari ini kan Cal?" ucap temannya itu terburu-buru seperti dikejar setan. "Iya, emang kenapa Mil?" tanya Cala dengan cepat karena ia juga ikutan panik melihat temannya Mila itu terlihat sangat panik. Mila yang mendengar ucapan Cala itu langsung menunjukkan berita yang terter di handphonenya itu.

"Hari ini dalam sejarah: Kecelakaan pesawat Japan Airlines 123, Semua penumpang dinyatakan meninggal dunia." Itulah headline yang tertera pada ponsel Mila. Cala yang hanya membaca judul dari berita tersebut langsung mengambil ponselnya dan cepat-cepat pergi dari laboratorium itu menuju kelas Abangnya. Cala sepanjang jalan hanya bisa menahan tangisnya dan berusaha agar tubuhnya tidak limbung ke lantai.

Abim yang duduk tidak jauh dari pintu dapat melihat Cala yang berjalan dengan tubuh yang sangat limbung dan mata yang seperti menahan tangisnya. Abim yang melihat itu pun langsung pergi keluar kelasnya untuk menghampiri Adiknya itu.

"Lo kenapa Cal?" tanya Abim langsung saat Adiknya itu berada di depannya "Bang... hiks... Abang... Mama sama Papa Bang," ucap Cala terbata-bata. Abim yang mendengar itu pun langsung membawa Adiknya menuju taman di belakang sekolah.

"Cala dengerin Abang dulu, coba ceritain pelan-pelan," ucap Abim tenang, namun dengan hati yang sangat kalut. Cala hanya bisa menangis mendengar ucapan Abangnya itu. Abim yang melihat itu langsung memeluk Adiknya itu dengan erat "Cala, Abang di sini ga kemana-mana, jadi tenangin diri Cala dulu yaa," ucap Abim sambil mengusap punggung Adiknya dengan sayang dan menenangkan.

"Abang, Mama sama Papa tadi di pesawat apa?" ucap Cala masih dengan isak tangisnya. Abim yang mendengar itu pun kebingungan, pasalnya tadi pagi ia dan Cala telah diberitahu bahwa pesawat yang ditumpangi oleh kedua orang tuanya itu Japan Airlines. "Japan Airlines kan tadi Mama sama Papa bilang, Cala denger juga kan tadi pagi?" tanya Abim yang masih kebingungan dengan pertanyaan Adiknya. Cala yang mendengar itu makin mengeraskan isak tangisnya dan Abim yang mendengar isak tangis Adiknya itu mengendurkan pelukannya dan menatap Adiknya dengan tatapan yang menenangkan lalu berkata "Cala, Mama sama Papa kenapa?" Cala yang mendengar ucapan Abangnya langsung membuka ponselnya dan menunjukkan berita yang tadi ia baca di ponsel milik Mila.

Abim yang melihat judul dari berita tersebut langsung memeluk Cala dengan erat sambil mengucapkan "Cala, Abang ada di sini bareng Cala, Cala ga salah apa-apa" berulang-ulang kali karena ia tahu bahwa trauma yang dimiliki oleh Adiknya tengah menyerang pikiran Adiknya itu.

Saat dilihatnya Cala telah sedikit tenang, Cala diminta untuk mengambil tasnya yang ada di kelasnya dan menyuruhnya untuk pulang bersamanya. Sementara Cala mengambil tasnya, Abim menghubungi Omnya yang juga berada di Jakarta untuk ikut membantu datang memeriksa ke bandara.

Cala sudah kembali dengan membawa tasnya dan Abim pun sudah membawa tasnya juga. Mereka bersama-sama pergi untuk meminta surat dispen untuk pergi ke bandara dan langsung mendapatkan izin dari sekolah.

Mereka berdua pun sampai di bandara dengan masih menggunakan seragam sekolahnya. Orang-orang di sekitar mereka menyadari bahwa mereka berdua adalah salah satu dari keluarga korban dari pesawat Japan Airlines, orang-orang itu menatap mereka dengan iba dan ada beberapa yang lagsung mengucapkan bela sungkawa. Ada juga beberapa wartawan yang meliput berita itu.

Abim dan Cala berusaha untuk menerobos maju ke depan untuk melihat daftar nama korban yang tertempel di papan pengumuman. Abim yang telah sampai terlebih dahulu di depan langsung menarik Cala yang tepat berada di belakangnya untuk maju melihat. Mereka berdua melihat bahwa ada nama kedua orang tua mereka di papan pengumuman tersebut. Cala yang melihat nama orang tuanya ada di papan itu langsung menangis sekeras-kerasnya. Abim melihat Adiknya menangis itu langsung menarik Cala untuk menuju pinggiran bandara agar tidak menarik perhatian wartawan yang ada di sana.

"Cala dengerin Abang, Abang di sini bareng Cala, Cala gapapa kok nangis tapi harus kuat ya," ucap anak sulung itu menguatkan Adiknya yang tidak bisa berhenti menangis sejak melihat nama kedua orang tuanya ada di daftar orang yang meninggal akibat kecelakaan tersebut. Abim hanya bisa memeluk dengan sayang Adiknya untuk menenangkannya. Abim juga sama kacaunya dengan Cala, namun ia tidak bisa menangis juga dihadapan Cala karena itu dapat membuat Cala juga tidak bisa menghentikan tangisnya.

Saat tangis Cala sudah reda, Abim langsung membawa Adiknya itu pulang. Rumah Abim dan Cala yang biasanya hanya diisi oleh Abim, Cala, Mama, Papa, dan Bibi yang biasa membantu mereka kini rumah itu sudah sangat ramai dengan pengunjung mulai dari karyawan yang bekerja di perusahaan Papanya hingga teman-teman Abim dan Cala yang sudah berada di rumah itu. Tetangga juga keluarga dari Mama dan Papanya sudah mulai berdatangan.

Abim dan Cala pun hanya mengganti pakaiannya menjadi lebih layak karena banyak orang yang sudah datang untuk melayat di rumahnya. Nenek dari kedua bersaudara itu datang menemui mereka untuk menenangkan mereka berdua.

Seminggu setelah kejadian kedua orang tua mereka meninggal dunia, seluruh tahlilan juga telah dilakukan di rumah mereka. "Abim sama Cala ikut sama aku aja Mah," ujar salah seorang Kakak dari Mamanya. "Ngga usah mereka ikut sama aku aja," ujar Adik dari Papa Abim dan Cala. "Nanti saja diputuskan Abim dan Cala mau ikut siapa," ucap Nenek dari Abim dan Cala.

Abim mendengar semua ucapan yang dilontarkan oleh Tante dan Omnya itu, ia hanya bisa menghela nafasnya karena memikirkan kemungkinan besar Cala akan menolak habis-habisan untuk tinggal bersama Tante atau Omnya.

"Cala ini Abang boleh masuk ga?" ucap Abim yang berada di depan pintu kamar Cala. "Boleh Bang," sahut Cala dari dalam kamarnya.

Abim pun menceritakan semua yang didengarnya tadi pada Cala. Cala yang telah mendengar itu langsung dengan cepat menolak untuk tidak ikut tinggal bersama Tante atau Omnya itu. Cala tidak ingin rumah peninggalan Mama dan Papanya ini ditinggalkan kosong tanpa berpenghuni.

Abim dan Cala pun pergi menuju dapur untuk memakan makan malamnya. Nenek dari mereka yang melihat kedua bersaudara itu hendak pergi ke kamar masing-masing itu langsung memanggil mereka berdua untuk menuju ke ruang keluarga.

"Abim sama Cala mau ikut siapa habis ini? Nenek atau Tante atau Om kalian?" tanya nenek langsung pada Abim dan Cala. "Nek tadi sebenernya Abim udah denger omongan kalian yang ngomongin perihal yang sama, Abim sama Cala mau tetap tinggal di rumah ini aja Nek, kesian peninggalan Mama sama Papa ga ada yang jagain kalau misalnya Abim sama Cala ikut sama kalian," jelas Abim panjang lebar. Keluarga mereka yang mendengar itu terhenyuk dan hanya bisa mengikut kemauan dua bersaudara itu.

BermastautinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang