Dan aku kini sendirian, menatap dirimu hanya bayangan.
٠٠𖥸٠٠
Bandung sebagai kota dengan sejuta kenangan memang benar adanya. Tempat dimana dirinya juga memiliki kenangan bersama seseorang yang sudah tertidur dalam mimpi yang panjang. Ada sejuta kenangan bahagia dan juga kenangan pahit bersamanya di kota ini. Mungkin jika dirinya adalah seorang penulis, ia akan menulis seluruh kenangan itu dalam sebuah novel. Ia ingin mengenang sosok itu melalui kenangan-kenangan yang pernah mereka buat.
Dulu, dirinya dan Aidanne akan selalu mengunjungi Jalan Braga pada saat sore hari untuk menikmati hiruk pikuk jalanan kota bandung dan berakhir di warung wedang jahe di pinggir jalan. Sembari menikmati indahnya senja di kota bandung dan secangkir wedang jahe, sesekali mereka akan membicarakan mengenai tugas-tugas kampus yang amat melelahkan. Hingga akhirnya mereka membahas mengenai liburan semester bulan depan.
"Mbrin, liburan semester kamu mau kemana?" tanya Aidanne di tengah-tengah kegiatannya yang sedang menyeruput wedang jahe.
Sabrina sedikit memiringkan kepalanya seraya berpikir. "Gatau dann, kayanya aku di rumah aja."
Kemudian Aidanne mengangguk, "ohh gituu."
"Kamu mau kemana emangnya liburan semester nanti?"
Ada sedikit jeda bagi Aidanne untuk menjawab pertanyaan itu. "Ke Palembang Mbrin, aku kangen nenek soalnya."
Sabrina melihat raut wajah Aidanne yang sedikit berubah dan senyumnya yang ia paksakan.
"Kamu udah lama ya gak ke Palembang?" Aidanne hanya mengangguk seraya tersenyum tipis.
"Setelah bertahun-tahun aku gak pulang ke Palembang, baru tahun ini aku bisa ke Palembang. Bahkan ketika nanti aku pulang, aku udah gak disambut senyum tulus nenek lagi."
Sabrina ikut merasakan sesak di dadanya, lalu ia menggenggam tangan Aidanne erat.
"Padahal nenek udah bilang berapa kali buat suruh aku, mama, sama papa aku pulang ke Palembang, tapi papa mama selalu sibuk. Sampai hari dimana nenek di makamin pun gak pernah pulang. Aku merasa bersalah mbrin sama nenek, aku kangen sama nenek."
Aidanne menunduk seraya mengeratkan genggaman tangannya pada Sabrina. Sabrina bisa merasakan betapa menyesalnya Aidanne, seketika air matanya lolos dan membasahi pergelangan tangan Aidanne dan membuat Aidanne sedikit terkejut.
"Mbrin, kenapa nangis?" suara Aidanne lembut.
"Aku juga sedih kalau kamu sedih."
Aidanne hanya tersenyum, kemudian mengusap jejak air mata di pipinya.
"Tapi Mbrin, aku percaya suatu saat nanti aku bisa peluk nenek aku lagi. Nanti kalau aku udah ketemu nenek aku lagi, aku gak akan lepasin pelukan itu. Nanti aku pasti bahagia banget."
Melihat senyum Aidanne yang merekah, Sabrina menjadi ikut tersenyum dan melupakan kesedihannya tadi. Bahkan Sabrina juga tidak menyadari jika perkataan Aidanne tadi adalah perwujudan doa dari Aidanne.
Sudah dua minggu Aidanne berada di Palembang, dan Sabrina sangat merindukan laki-laki itu. Sampai akhirnya ia mendapatkan pesan dari Aidanne jika ia akan sampai pada sore hari. Sontak saja pesan itu membuat Sabrina kegirangan, ia segera bersiap-siap untuk menemui Aidanne di bandara sore hari ini walaupun waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi.
Ia mengenakan dress selutut, kemudian cardigan berwarna senada dan juga flat shoes. Sebelum menuju ke bandara dirinya ingin pergi ke cafe sebentar untuk menemui Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabrina & Nocturne
Teen Fiction❛️️️️❛Sabrina, aku bakal tetep sabar nungguin kamu.. Aku gak akan nyerah demi cinta dari kamu.❞ ❛️️️️❛Chan, jangan hilang ya? aku mau berusaha untuk mencintai kamu..❞ ❛️️️️❛Chandra.. Terima Kasih ya sudah antarkan Sabrina pulang.❞ Aku salah. Tidak s...