1

53 5 0
                                    

Lagu: Into the Light - Oak Studios

----------------

Kring...

Bel istirahat itu berbunyi bising memekakkan telinga Ami.

'Iya ya ampun aku tahu udah istirahat, nggak usah dituliin juga kali,' gumamnya dalam hati.

Seketika, kelas yang tadinya sunyi mengerjakan tugas fisika Pak Putu berubah menjadi hiruk pikuk suara gemerisik alat tulis, buku, dan kertas yang dirapikan lalu dimasukkan ke dalam tas. Obrolan yang otomatis pecah antar siswa-siswi merendam suara Pak Putu.

"Hey hey tugas ini harus kalian selesaikan minggu depan ya. Jangan sampe lupa!" Serunya, sia-sia mencoba mendapatkan perhatian murid-murid.


Ami sedikit menekan kuping kirinya dengan telapak tangan, berharap bisa menghilangkan dengungan alhasil bel tadi. Ami bangkit menggendong tas ranselnya dan mendorong kursi ke bawah meja. Berjalan ke arah pintu kelas, Putri menyenggolnya dari belakang.

"Eh Mi, lu antriin gue mie ayam dong, entar gue nyusul. Yang 16 ribu itu yang pake bakso," katanya, menyodorkan selembar uang 20 ribu ke Ami.

"Trims, love you," tanpa konfirmasi terlebih dahulu, Putri sudah setengah lari ke luar kelas. Ami memutar bola matanya.

----------------

Kompleks sekolah Nawangsih Jakarta termasuk sekolah yang sangat bagus. Luas tanahnya sekitar 10,000 meter persegi, dengan gedung SMA tiga lantai mencapai hampir 17 meter tingginya. Di luar, bangunan SMA dicat dengan warna putih gading. Di dalam, dinding dicat berdasarkan lantainya. Fasilitas kegiatan belajar mengajar lengkap dengan kualitas sempurna, disertai dengan loker untuk tiap siswa.

Setelah menaruh barangnya di loker, Ami bergegas turun dari lantai dua, tidak ingin antrian penuh sebelum dia datang. Menjejakkan kaki keluar dari pintu ganda depan sekolah, Ami perlu mengangkat tangan menaungi matanya dari sinar mentari siang yang menyilaukan. Berjalan kurang dari satu menit saja Ami sudah berdiri di antrian pelanggan Mie Ayam Bu Ajeng favorit sekolah. Untungnya, baru ada tiga siswa lain yang mengantre di depannya.


Bahkan kantin pun dirawat dengan amat perhatian. Melihat sekeliling, Ami bisa menghitung lebih dari 50 kursi kayu serta mejanya di bangunan utama kantin. Kantin ini berbentuk seperti bangunan kecil, outdoor namun ada atap besar yang menaungi di atasnya. Bohlam-bohlam lampu menggantung tinggi di atas Ami, sedang dimatikan karena cahaya siang sudah cukup terang. Ada empat ornamen kayu pahatan berbentuk persegi panjang setinggi lutut yang dijadikan dekorasi. Di pojokan paling jauh, terdapat sebuah taman kecil kantin. Taman ini kecil dan simpel, dengan hanya 2 bangku panjang, lapangan rumput, dan sebuah air mancur hitam yang indah.

Ini tempat favorit Ami untuk menggambar di sketchbooknya. Hanya ditemani suara alam dan gemericik air dari air mancur.


"Pesen apa kak?" Tanya Bu Ajeng.

"Ehm, pesen dua bu. Yang pake bakso ya," Ami menyodorkan uangnya ke Bu Ajeng.


Menunggu pesanannya jadi, Ami duduk menganggur di salah satu bangku sekitar di tengah kantin. Matanya mengintai mencari teman-temannya walaupun dia tahu mereka tidak akan datang dalam waktu dekat. Keenam temannya yang lain memang sudah bilang akan telat, mereka harus ikut tambahan biologi Pak Bagas sebentar. Di antara ketujuh siswi ini memang selama ini Ami lah yang paling bagus nilai rapornya. 


Sambil memakan mie ayamnya yang masih hangat, Ami hanya bisa melihat-lihat sekelilingnya saja. Saat sedang menengok ke meja di kanannya, tak sengaja Ami berkontak mata dengan Wira. Ternyata dia dari tadi menatap Ami dari jauh. Agak kaget karena tertangkap, Wira langsung mengalihkan pandangannya. Ami mendengus pelan, namun tidak ingin terlalu memikirkan apa yang barusan terjadi. Dibanding enam temannya, Ami merasa dirinya kalah jauh dalam hal penampilan. Walaupun agak tidak nyaman ditatapi seperti itu tadi, bagaimanapun juga Ami merasa sedikit lebih percaya diri. Ami juga merasa bahwa dia belum berterima kasih cukup banyak kepada Wira.


Wira bukanlah siswa yang terkenal, banyakan diam saja di kelas. Dia juga tidak terlalu cemerlang dalam pelajaran apapun. Ami pun kadang-kadang tidak sadar Wira ada di kelasnya juga. Namun Wira orang yang baik. Belum minggu lalu pula, Wira membantu menemukan dompet ibunya Ami di pasar. Beruntung sekali kebetulan Wira sedang bekerja di sana, sempat melihat dompet itu ditinggalkan begitu saja di dekat keranjang bawang. Ami masih ingat muka paniknya ibu. 


"Dor! Bengong mulu lu dah," Ana mengagetkan Ami dari belakang.

"Emang Ami bisa bengongin apa sih? Tumben banget," tambah Vera secara sarkas, tertawa kecil. Ami bisa melamunkan apa saja.

Teman-temannya telah datang.

"Lagian kalian lama banget ngapain aja coba? Nih Put," Ami mendekatkan mangkok mie ayam satu lagi ke arah Putri. "Tuh kan, mie lu udah dingin."

MekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang