07. MENGHARAP IMBALAN

5 0 0
                                    

Di luar kelas, Albrian sudah masuk ke dalam perpustakaan. Tatapan terkejut dari seorang penjaga perpustakaan seketika tersadar, saat melihat logo biru di lengan baju pendek Albrian. Jadi, Bu Yesi membiarkan Albrian duduk di salah satu kursi untuk membaca novel yang dibawanya asal. Tidak perlu bertanya, apakah kelasnya jam kosong? Siapa gurunya? Sangat tidak perlu!

"Nih, Bu, anak Akun sama MM itu bisa banget dibedain, tanpa liat logo di lengan bajunya. Kenapa? Kebanyakan, anak MM kalo ada jamkos pada bersyukur, jangan sampe ada yang lapor ke kantor untuk mengganti pelajaran saja, sedangkan anak Akun akan dengan cepat mencari guru prodi! Jika tetap tak bisa masuk, ingat! Selalu ada tugas dari semua guru setiap harinya. Jadi, mereka memilih mengerjakan tugas sampai tuntas. Membuktikan, anak Akuntan jarang jamkos," jelas seorang siswa Akuntan yang merasa dirinya benar.

Di samping anak Akuntan yang merasa bangga, ada anak MM yang merasa panas dan seolah direndahkan. "Gak semuanya kali! Gua juga banyak belajar, kalo jamkos ngutak-atik Komponen komputer, buat desain, kalo lagi bosen buat skenario film!"

"Tapi 'kan kebanyakan emang ngabisin waktu dengan kerjaan gak guna, kayak anak ceweknya dari rumah udah pakek gincu di kelas makin ditebelin!"

"Itu cewek, ya, gua cowok!"

Sebelum terjadi pertengkaran yang membela jurusan masing-masing, Bu Yesi segera menghentikan debat sengit itu waktu lalu dan sekarang mereka sudah lulus dari SMK. Tiba-tiba sosok Albrian yang datang di jam pelajaran awal sudah berdiri di hadapan dengan senyum lebar.

"Ada yang bisa ibu bantu?" tanya Bu Yesi.

Albrian menatap ke sana ke mari, memastikan tidak ada siswa lain yang berada di perpustakaan selain dirinya. Karena ia ingin berbincang dengan Kepala Perpustakaan yang sama sekali tidak mengenalinya. Bagaimana tidak? Albrian adalah salah satu siswa yang dikenal malas pergi ke perpustakaan hanya karena tugas, apalagi untuk membaca novel!

Lihatlah, sebuah novel di tangannya hanya pajangan saja, ia sangat tidak minat untuk mmebaca apalagi meminjam. "Maaf, Bu, saya mau ... bertanya boleh?"

"Boleh, dong, tapi sebelumnya ibu dulu yang mau tanya, bagaimana?"

Albrian menelan ludah kasar. "Oh, silakan, Bu," balasnya mulai berpikir macam-macam, apakah guru di depannya itu akan memintanya pergi saat di jam pelajaran?

"Kamu bolos dari jam pelajaran atau gurunya tidak datang ke kelas?"

"Gurunya gak ada di kelas, Bu," jawab Albrian cepat.

Bu Yesi mengangguk. "Ohh, baiklah. Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan?"

Setelah berpikir cepat untuk tidak menunda pertanyaan, akhirnya Albrian mempertanyakaan soal Prisil si ketua Osis baru di SMK Hanum Perwita.

"Gak terlalu sering, tapi ... kalo dateng pasti dia nyari tempat yang sepi agar tidak mengganggu konsentrasi," jelas Bu Yesi.

"Temen deketnya itu, kalo gak salah namanya Diana?" tebak Albrian.

"Teman sebangku tepatnya," koreksi Bu Yesi, lalu menyodorkan sebuah kartu perpustakaan pertanda Albrian resmi menjadi anggota perpustakaan. "Jangan bilang, alasan kamu buat kartu hanya ingin bertemu dengan Prisil di perpustakaan?"

Albrian terkekeh, "Hehe, enggaklah, Bu, saya lagi cari inspirasi buat skenario film," kilahnya.

Selesai meminjam sebuah buku Albrian kembali duduk di sebuah bangku, menatap lemah jarum jam di tangan yang menunjuk tepat pukul 09.30 mengartikan bahwa jam istirahat masih lama. Memaksanya pergi dari perpustakaan, kembali melewati beberapa kelas Akuntansi yang sunyi.

Namun, tidak di depan sana, di depan pintu kelas sebelas Akuntansi 1 dan mata elangnya menangkap sosok Prisil mendekap buku besar di dada. Wajahnya ditekuk masam karena teman sebangkunya tak pernah lelah mengoceh di samping, Prisil mencoba sabar menyikapi sikap menjengkelkan Diana dan memilih berjalan cepat menuruni anak tangga.

"Pasti ke lab!" tebak Albrian, tanpa menunggu lama ia pun menyusul rombongan kelas Prisil.

Keberuntungan datang untuk Albrian.  Di SMK Hanum Perwita semua komputer dan laptop dibagi menjadi dua ruangan, khusus lab Akuntansi dan MM terpisah, tetapi pintu depannya sama dan Albrian harus bisa berjalan di samping Prisil meskipun hanya untuk menyapa.

"Iii ... Pril! Kok, ninggalin gua, sih!" teriak Diana mencari-cari keberadaan Prisil yang hilang dari sampingnya saat di luar kelas tadi.

Teman sekelas Diana tidak mempedulikan rasa kesalnya, mereka juga sudah mengetahui sikap menjengkelkannya. Lebih tepatnya terlalu manja di tempat yang salah! Sudah tahu penghuni kelas Akuntansi kebanyakan serius belajar, bukan mencari sensasi apalagi menghabiskan waktu hanya memikirkan tokoh fiksi! Sangat tidak ada kerjaan!

Albrian yang mendengar suara cempreng Diana segera berjaga, menyelinap di antara anak Akuntan lain dan menemukan Prisil yang mengendap-endap masuk ke dalam dengan sebuah buku menutupi wajah sampingnya. Sangat menggemaskan bukan? Caranya agar terhindar dari ocehan Diana yang super menjengkelkan?

Sebelum Prisil lolos dari jangkauan Albrian segera menyelinap, mencekal pergelangan tangan Prisil lembut sontak Prisil menghentikan langkah kakinya, melirik Albrian yang melempar senyum dimaniskan. "Hai," sapa Albrian.

Prisil mengerjap. "Lo ngapain di sini?"

Albrian mengedikkan bahunya. "Mau ke lab juga," balasnya.

Sorot mata Prisil menajam, menatap tak suka pegangan Albrian yang mencekal tangannya. Albrian sadar, lalu melepas cekalannya. Sebelum terpisah, sebuah bisikan membekukan tubuh Prisil seketika.

"Bukan cuma makasih, gua butuh imbalan juga," bisik Albrian dan tubuhnya langsung menghilang, masuk ke lab khusus anak MM.

Imbalan? Prisil tidak lupa setelah apa yang Albrian berikan tadi pagi. Sebuah pertolongan di saat semua teman sekelasnya, bahkan teman sebangkunya saja bingung harus memberikan apa agar Prisil bisa baik-baik saja saat upacara tadi dan Albrian dia lelaki yang sama sekali tak Prisil kenal tiba-tiba memberikan apa yang ia butuhkan.

Sayang, lelaki itu mengharap imbalan yang mungkin sulit dikabulkan? Atau bisa saja Prisil mampu mengabulkan, tetapi baginya sangat sulit! Apa yang akan Albrian minta? Apakah meminta paksa agar Prisil mau menjadi pacarnya? Bukankah sudah ada syarat lain agar Albrian menjadi pacarnya?

"Pril?"

Sebuah suara menyadarkan Prisil dari lamunan ia segera kembali berjalan, duduk di bangku paling depan dan tak lama suara cempreng Diana mememuhi ruangan. Mencari keberadaan Prisil yang meninggalkannya sendirian, nyatanya Diana masih ditemani oleh teman kelas yang lainnya. Namun, tidak menganggap ada. Karena sifat super cerewet dan manja, menjadikan orang di sekitarnya malas berdekatan.

"Tuh, kan! Kebiasaan tau gak, Pril?" omel Diana di samping bangku Prisil yang sudah menghidupkan komputernya.

Prisil mendongak dengan tatapan tak suka. "Gua, gak wajib nemenin dan ada buat lo!" ketusnya.

Diana menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa menjadi paling bodoh di antara teman lainnya yang sangat serius saat jam belajar.

"Ya ... emang enggak, tapi sebagai temen sebangku harusnya kita kompak! Jalan berdua, ngerjain tugas berdua, bareng-bareng gitu!" jelas Diana.

Pikiran Prisil yang sedang kacau karena masalah dengan Albrian dan sekarang ditambah cerewetnya Diana, dengan cepat ia berdiri. Memancing pasang mata lainnya untuk melihat aksi selanjutnya.

"Gua gak butuh temen dan elo sendiri yang maksa duduk di bangku gua!"

Hening. Dilanjut suara hentakan sepatu pantopel Prisil yang bergema, berjalan ke belakamg duduk di bangku paling akhir dan menyalakan komputer lain, sedangkan Diana mematung bingung harus membalas apa. Tidak lama seorang guru datang, mulai menerangkan tugas yang harus dikerjakan menggunakan komputer masing-masing yang sudah menyala.

"Ketika kita mengaktifkan aplikasi MYOB, maka akan ditampilkan jendela Welcome to MYOB Accounting dengan tampilan lima tombol, antara lain .... "

PRISIL'S STORY [COMPLETED ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang