Amarah

10 0 0
                                    

Roy mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Setelah kesadarannya secara sempurna telah kembali, walau kepalanya yang sedikit pusing, ia dengan jelas melihat teman-temannya yang nampak begitu cemas.

Herman menghela nafas lega
"Roy, udah sadar? ngapain sih pake acara pingsan segala? Bikin cemas aja lu"

Roy mencoba untuk duduk. Dengan memegangi kepalanya yang sedikit pusing ia menatap Herman yang mengajaknya berbicara itu. Bukannya menjawab pertanyaan Herman, namun ia mengalihkan pandangannya dan melihati satu persatu teman-temannya. Merasa tak menemukan Sarah, dahinya berkerut heran.
"Sarah sama Alex kemana?"

"lagi cari air tuh buat elu" jawab Ari enteng "eh pertanyaan Herman belum lu jawab tuh, emangnya ada apa sih?"

"Emm..." Roy berusaha mengingat-ngingat sambil menggaruk kepalanya yang nampaknya sudah tidak terasa pusing
"kayaknya aku tadi lihat..." Roy terdiam sejenak, "ular.. ular, tadi ada ular, ya auto gua lari takut digigit, eh gak sengaja nabrak pohon, dan tiba-tiba gua bangun udah kalian kelilingi kaya gini" entah mengapa Roy menyembunyikan apa yang terjadi sebelumnya. Walau teman-temannya tidak begitu yakin, karena memang pada dasarnya Roy tidak takut pada apapun, termasuk ular.

"Trus lu tadi ngapain kok pake acara pergi-pergi segala, bukannya bantuin malah jalan-jalan sendiri ga jelas, jadinya kena masalah kan, untung ga kenapa-kenapa lu" ujar Herman yang sedikit menyalahkan Roy

"mmm, gak kenapa-kenapa, cuma pengen nyari udara segar aja" jawab Roy sedikit ketus sambil memanyunkan mulutnya

"Roy, Roy.." Caca yang tiba-tiba menyaut dengan menggeleng-gelengkan kepalanya
"udahlah gak usah banyak alasan, gua tau kok lu pasti cemburu kan sama Alex yang dekat-dekat sama Sarah, jadinya lu ngejauh pergi"
serentak semua langsung memandang Caca termasuk Roy dengan pandangan tak sukanya.
"udahlah kamu nyerah aja, biarin Sarah bahagia sama Alex"

Roy melotot marah ke arah Caca, mulutnya seperti hendak mengucapkan sesuatu namun terhenti oleh perkataan Herman

"Udahlah Roy, perkataan Caca memang kasar, tapi dia ada benarnya" ucap herman

"Ahh apa sih kalian!!" dengan jengkel ia berusaha bangun dari posisinya duduk, dan berusaha keluar dari tenda sambil mendorong teman-teman yang menghalangi jalannya

Tanpa menghiraukan perkataan temannya dia bergegas keluar dan menjauhi tenda.

Caca menggeleng-gelengkan kepalanya "lah sensi amat sih dia, kayak gua kalau lagi pms aja"

"ya udah biarin aja, nanti pasti balik-balik sendiri" putus Ari
"Kamu juga seharusnya jangan ngomong kasar kaya gitu Ca, jadi tambah berabe kan"

"yayaya, tapi emang kaya gitu kan" jawab Caca tak mau disalahkan

Roy menendang apapun yang dapat ia tendang. Amarahnya benar-benar telah berada di puncaknya "bangs*t!! temen-temen busuk, emang mereka tau apa" teriaknya lantang.

Tangannya tanpa sadar menyentuh lehernya, seketika kakinya berhenti melangkah. Dahinya mengernyit heran menyadari ada sesuatu di sana. Dia menariknya keluar. Kernyitan di dahinya bertambah semakin banyak "bukannya ini kalung yang udah gue buang, kenapa bisa ada di sini"
Roy memperhatikan kalung itu lama.

Angin berhembus melewati tengkuknya, angin yang ia rasakan seperti saat sebelum ia pingsan tadi.
seketika jantungnya berdegup kencang.

Entah mengapa rasa pusing tetiba merayap ke seluruh bagian kepalanya. Perlahan ia menundukkan kepalanya.
Roy terdiam, terdiam lama dan tak terlihat bergerak sedikitpun.

"Bwahahahaha" gelak tawa tiba-tiba keluar dari diri Roy, entah mengapa ia tertawa seperti kerasukan. Gelegar tawa yang mengerikan, membuat telinga orang yang mendengarnya memaku ketakutan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Fear Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang