Part 5

2.2K 239 0
                                    

Happy reading..

"Aran, makan siang dulu."

Aran yang sedari tadi duduk dan melamun akhirnya menoleh ketika mendengar seruan seseorang.

"Kamu duluan aja, aku belum laper."

Chika tersenyum tipis seraya mendekat kearah Aran yang masih betah duduk di kursi kelasnya. bel istirahat tadi Chika hanya melihat Mirza dan Ollan saja yang keluar dari kelas, tidak dengan Aran.

"Aku sedih loh liat kamu jarang makan gini." ujar Chika seraya memasang wajah sendu nya.

Aran seketika menegakkan tubuhnya, ia menatap Chika khawatir. "Hey, gak boleh sedih. Aku dirumah sakit makan ko. Ka Eli juga sering bawain aku makan."

"Kamu gak bohong kan?"

"Aku gak bohong Chika."

Chika memainkan poni Aran yang terlihat sudah memanjang. Akhir-akhir ini Aran terlihat begitu murung, entah karena apa. Aran belum bercerita apapun kepadanya.

"Ada yang ganggu pikiran kamu?" tanya nya tanpa menghentikkan gerakan tangannya, rambut hitam legam milik kekasihnya itu sangat lembut.

"Kenapa nanya gitu?"

"Akhir-akhir ini kamu keliatan murung. Kenapa? Pasti ada yang ganggu pikiran kamu kan?"

Aran tersenyum tipis, perhatian kecil dari Chika ini selalu membuat hatinya menghangat.

Aran menyandarkan punggungnya pada badan kursi. Hembusan nafas lolos begitu saja dari bibir Aran. "Dua hari yang lalu keadaan bunda sempet memburuk, jantung bunda sempet berhenti berdetak. Dan kamu tau? Tiga hari sebelum itu, aku mimpi bunda pergi, aku panggil bunda tapi bunda gak jawab panggilan aku. Bunda terus jalan tanpa arah ninggalin aku sendiri." Aran kembali menegakkan tubuhnya seraya menatap wajah Chika. "Aku takut Chika, aku takut bunda pergi."

Astaga, kenapa Chika baru mengetahui bahwa keadaan Shani sempat memburuk? Kemana dia dua hari yang lalu itu? Dia sangat menyesal tidak ada disamping Aran ketika keadaan Shani memburuk.

"Itu cuma bunga tidur sayang. Gapapa, ga usah di pikirin. Sekarang lebih baik fokus sama kesembuhan bunda."

Aran hanya mampu tersenyum mendengar ucapan Chika. Ia pun berharap itu hanyalah sekedar mimpi, tapi bagaimana jika mimpi itu menjadi kenyataan? Bagaimana dengan hidupnya nanti? Akan sehancur apa hidup Aran nantinya? Se-terguncang apa jiwanya? Aran benar-benar tidak bisa membayangkan jika semua itu terjadi.

"Hp kamu bunyi." ucap Chika.

Aran segera merongoh saku jas nya, ia segera menjawab teleponnya ketika melihat nama Eli tertera di layar ponselnya. Ini pasti menyangkut soal bunda nya.

"Ass-"

"Jari ibu tadi gerak Ran!" pekik Eli dari seberang sana.

"Ka Eli serius?"

"Kaka serius Ran."

"Aku kesana sekarang Ka."

"Tapikan kamu sekolah Ran."

"Ngga, pokok nya aku kesana sekarang!"

"Yaudah, hati-hati dijalan Ran."

Setelah itu panggilan pun terputus, Aran menatap Chika dengan wajah bahagianya.

"Kata ka Eli, jari bunda tadi gerak Chika!" ucap Aran dengan begitu antusias.

"Serius?"

Aran mengangguk cepat. "Aku harus ke rumah sakit sekarang." Aran beranjak dari duduknya.

ARAN (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang