Bagian 4

48 9 8
                                    

Bentuk matahari pagi yang begitu indah dihiasi cicitan burung layang yang semakin memadati suasana kota. Angkasa high school terlihat begitu sepi, mungkin karena Lena dan Alice yang datang terlalu pagi.

Lapangan sekolah dipenuhi becekan air sebab hujan kemarin yang begitu lebat. Lena memilih menyandar dinding, menangkap sepasang kekasih memasuki gerbang sekolah sambil mengendarai motor vespa hitam.

Alice menyeringai, mengenali kedua orang itu. "Jordi sama cewek, tuh," ejeknya.

"Berani juga dia," lanjut Alice tak menyangka. "Berhenti aja lah, Len."

Lena melirik tajam dengan ekor matanya.

Alice mendengus geli. "Ajak-ajak gue nanti, ya!"

"Pasti," balas Lena, berjalan menghampiri kehadiran pasangan muda yang sedang berlaku romantis.

Lena mengangkat sebelah tangan. "Hai, Jordi!"

Jordi hanya menatap sekilas, hendak menarik pergelangan tangan Ana untuk segera pergi dari sana. Namun pergerakan Lena lebih cepat, ia memeluk Ana erat.

"Pulang sekolah main bareng, yuk!" ajak Lena antusias.

"Ada gue juga, nih!" sahut Alice.

Ana menatap mereka gugup, bola mata gadis itu bergerak ke sana ke sini. Ia merasa tidak nyaman. "G-gue mau ke kelas dulu."

Ana berlari memeluk lengan kekar Jordi. "A-aku takut. Ayo kita pergi," katanya pelan.

Jordi mengiyakan, tak lupa menatap tajam Lena dan Alice yang berani mengganggu gadisnya yang baru bersekolah di sini.

Lena bersedekap dada, punggung kepergian Ana memmbuat Lena semakin antusias. Ia menatap jari-jemari yang lentik. "Enggak sabar gue."

Tubuh Lena merosot di dinding gudang, ekor mata yang mengeluarkan air membuat penglihatan berkunang-kunang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh Lena merosot di dinding gudang, ekor mata yang mengeluarkan air membuat penglihatan berkunang-kunang. Ia mendengar dan melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan.

Baru saja ia ingin mengajak Ana bermain bersama, tetapi gadis itu sudah dipenuhi genangan darah. Bau anyir menyeruak, disaat itu juga mereka mendapat kabar kematian dua siswa SMA Angkasa.

"A-Ana, Rino," lirihnya sambil menyeka air mata yang terus mengalir deras.

Banyak bisik-bisikkan siswa yang sudah mengelilingi area gudang. Tangis Lena yang tak tertahan, membuat situasi semakin larut dalam kesedihan.

Alice datang bersama guru-guru. Ia langsung membawa tubuh Lena ke dekapan, menatapnya prihatin. Gadis ini terlihat sangat terpukul.

"Lice, Rino bohong katanya dia mau selesaiin urusan, tapi dia malah pergi, Lice! T-terus kabarnya barengan pas mayat Ana ketemu di sini," kata Lena kencang, isak tangis yang terdengar begitu menyakitkan.

"Kita pergi, Len. Kita cari tempat tenang, supaya polisi yang selesaiin kasus ini." Alice membantu Lena berdiri. Wajah gadis itu memerah, mata sembab tak bisa dihindari untuk dilihat warga sekolah.

"Bu, tolong selesaiin kasus ini dengan polisi. Saya enggak bisa liat temen saya kayak gini terus," ujar Alice pada seorang wanita paruh baya. "Bukan tanpa sebab kematian keduanya bersamaan. Ini aja udah ganjil, Bu!"

Wanita paruh baya itu mengangguk setuju. "Bawa Lena ke tempat sepi untuk menenangkannya." Alice mengangguk.

Kaki jenjang kedua gadis itu melangkah meninggalkan gedung sekolah. Raut wajah Lena sudah berubah datar, tidak ada raut sedih lagi yang terlihat.

"Bar, nih?" tawar Lena menyunggingkan senyum miring.

Alice menyeringai. "Gas, kan!"

 "Gas, kan!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hidden Secret StraykidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang