9. Way of Genius

46 7 79
                                    

Dengan informasi ini, ia berada berpuluh-puluh langkah di depan keluarga pamannya, atau bahkan keluarganya sendiri. 

[1]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[1]

Dead End

Minibus APV menggerung ketika kunci diputarkan pada kontaknya. Pedal gas diinjak oleh pria berumur lima puluhan yang menjabat sebagai pendeta senior. Tasbih salib yang terlilit pada cermin rear-vision mobil bergoyang ketika kemudi dibelokkan, mengarahkan mobil keluar dari rumah sakit ternama Ibu Kota Seoul.

"Seonsaengnim, apa yang terjadi pada presiden direktur firma hukum Hansa, bukankah serupa dengan yang terjadi pada klien-klien sebelumnya?" tanya laki-laki berambut ikal dengan wajah masam di kursi sebelah pengemudi.

Pendeta senior yang dipanggil dengan sebutan Seonsaengnim atau guru itu memikirkan pernyataan muridnya.

"Mereka yang terkena Sindrom Eksor ada di antara batas hidup dan tak hidup, seperti ...." Ucapan si pemuda terpotong oleh seniornya. 

"Seperti boneka. Bagaimana caramu membuat tangan mereka bergerak dan mengedipkan mata, di balik cangkang mereka tak ada jiwa untuk bergerak sendiri."

"Wah, Seonsaengnim keren juga bahasanya."

"Haha, Yeonjin, kau sendirinya menciptakan sebutan yang keren, Sindrom Eksor, dari mana idenya?"

Wajah si pemuda bernama Yeonjin itu memerah malu. Di balik wajah masamnya tersembunyi ide kreatif bak anak-anak. "Itu ... dari kata Exis dan eror. Lagi pula, apa kerennya sih, sebutan Sindrom Eksor? Cih, memalukan tahu." 

Sang pendeta senior dengan nama asli Uhm Seonho hanya tertawa kecil, rupanya ada sisi di balik kesarkasan muridnya--Yeonjin.

Penamaan yang tepat, karena pada faktanya hanya Exis yang tiba-tiba terkena 'malfungsi' ini. Membicarakan Exis, ada hal yang mengganjalnya.

"Yeonjin, kau tahu apa persamaan dari orang-orang yang terkena Sindrom Eksor?" tanya Seonho.

"Euhm, kelumpuhan?" terka Yeonjin.

"Bisa diterima, tetapi ada satu kesamaan yang kita lewati dari empat pengidap Sindrom Eksor sebelum Presiden Direktur Hansa." Lampu merah memberhentikan mobil, di situlah Seonho melempar pandang pada Yeonjin. "Mereka semua adalah Exis Pikiran."

Bibir Yeonjin tertahan, antara ingin lanjut berkata-kata atau bungkam oleh tamparan fakta. Menyelipkan ibu jari dan secara refleks mengigitinya agar dapat membantu berpikir, Yeonjin segera mengingat apa yang terjadi selama sepekan lalu, berharap menemukan detail kecil. ,

Ada berapa orang di Korea Selatan yang menjadi Exis Pikiran? Cocokkah mereka dengan nama pengidap Sindrom Eksor?

Jawaban pertanyaannya terdapat pada buku kontrak di dalam tas koper berukiran simbol Existere di sisinya. Benar, simbol tangan berenam jari yang membakar tangan gadis kaya di rumah sakit itu adalah simbol Existere.

ExistereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang