Prolog

67 12 3
                                    

Pagi yang cerah di kota New York. Aku baru saja selesai mengenakan pakaianku beserta sepatu karena aku harus kembali pergi ke kampus setelah kemarin bermalas-malasan di rumah seharian. Aku menyambar tas selempangku di atas kasur dan beberapa buku yang sudah aku siapkan sesuai yang dibutuhkan.

Aku menatap diriku di pantulan cermin untuk memastikan apakah pakaian yang kukenakan terlihat cocok, sweater putih polos dengan dipadukan jeans hitam yang begitu simpel karena sejujurnya aku tidak terlalu menyukai penampilan yang berlebihan atau semacamnya dan aku lebih suka yang seperti ini.

Setelah merasa semuanya selesai, aku membalikkan tubuh lalu berjalan keluar dari kamar. Kakiku menuruni anak tangga dengan pelan karena kelasku akan dimulai pukul delapan sementara sekarang jam baru saja menunjukkan pukul enam lewat duapuluh menit dan aku sedikit merutuki diriku sendiri yang bangun terlalu pagi. Seharusnya sekarang aku masih tertidur pulas di ranjang empuk milikku tapi sepertinya aku sadar, pasti ibuku akan mengomel jika melihat anak gadisnya yang pemalas sepertiku, tentunya.

Mataku langsung menangkap dua orang yang sedang berkutik dengan makanan di dapur dan membuatku segera menghampirinya. Aku menjatuhkan bokongku di kursi yang berhadapan dengan kedua orang tersebut sambil memangku buku yang kubawa tadi.
Tanganku lantas menyambar roti isi dan segelas susu kemudian mulai melahap makananku.

"Kau pulang siang hari ini?" tanya seorang wanita paruh baya yang berada di depanku, dia ibuku.

Aku mengangguk. "Ya, ada apa?"

"Bisa kau jemput adikmu dari sekolahnya siang nanti? Sepertinya seharian ini aku akan sibuk mengurusi toko dan tidak sempat untuk menjemput Millie." ujar ibuku sambil menguncir rambut adikku menjadi satu.

Gadis kecil itu hanya diam tidak memprotes, biasanya dia tidak suka jika rambutnya yang mulai memanjang di kuncir karena dia pernah mengatakan padaku bahwa dia akan bertekad untuk memanjangkan rambutnya seperti Rapunzel walaupun sampai menyentuh tanah. Aku sempat berpikir, apakah adikku sudah tidak waras karena ingin seperti Rapunzel--dia hanya terlalu terobsesi pada rambut panjang milik si Rapunzel itu.

Well, aku hampir saja lupa mengenalkan diriku. Namaku Olivia Marianna Holt, apa namaku terlalu panjang? Sepertinya tidak, karena Marianna adalah nama yang diambil dari nama ibuku. Usiaku nyaris menginjak sembilan belas tahun dalam beberapa bulan lagi. Kami hanya tinggal bertiga di sebuah rumah yang cukup sederhana ini namun tetap nyaman dan kalian pasti sedikit heran mengapa hanya ada kami bertiga? Jawabannya adalah; karena ayahku sudah tidak ada, maksudku--mereka telah bercerai sejak tiga tahun yang lalu, aku tidak tahu dengan jelas apa alasannya. Tapi, ibuku mengatakan jika dia sudah tidak sanggup lagi hidup dengan pria yang selalu menuntutnya untuk jadi apa yang pria itu mau dan aku cukup terkejut mendengar perceraian mereka karena selama ini yang kulihat mereka selalu baik2 saja seperti tidak ada masalah apapun.

Setelah mereka memutuskan untuk berpisah, ayahku pergi entah kemana bahkan sampai sekarang aku tidak tahu keberadaannya. Terkadang aku berpikir, apakah dia sudah mempunyai keluarga baru dan sudah mempunyai anak lagi di kota yang berbeda dengan kami? Atau mungkin dia masih hidup sendiri? Entahlah. Sejujurnya aku merindukan sosok ayahku yang selalu memperlakukanku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Namun, di sisi lain aku juga merasa kesal dengannya.

Oke, kurasa itu sudah cukup.

"Ya, aku akan menjemputnya nanti." Aku meneguk segelas susu hingga tersisa setengah kemudian melirik jam yang menggantung di tembok, sepuluh menit lagi jam menunjukkan pukul tujuh dan sepertinya aku harus segera pergi dikarenakan jarak dari rumahku menuju kampus memakan waktu yang cukup lama.

Berdiri dari kursi, aku kembali menghabiskan sisa susuku. "Aku berangkat, bye," kakiku melangkah menjauhi dapur sambil membenarkan tasku, aku menoleh sejenak ke arah Millie. "Jangan kemana-mana sebelum aku sampai di sekolahmu."

"Aku akan kemana-mana jika kau telat menjemputku, Marianna!" ujar Millie dengan sedikit berteriak sambil menunjukku dengan garpu yang dia genggam.

Aku memutar bola mata, tidak mengerti dengan apa yang dia katakan dan sedikit merasa jengkel karena bocah itu selalu memanggilku dengan panggilan yang berbeda-beda setiap harinya. Lagipula, Marianna adalah ibuku yang berarti sama saja dia memanggil ibunya sendiri hanya dengan nama. Dasar bocah idiot.

Mengabaikan perkataan Millie, aku kembali melangkahkan kaki keluar dari rumah lalu memasuki mobilku yang sudah terparkir rapi di halaman depan. Aku mulai menghidupkan mesin dan melajukan mobil menjauhi perkarangan rumahku untuk menuju gedung universitasku.

[] [] []

Hei, maaf bgt ya klo absurd;) Gimana ni next or stop? Cuma kalian yang bisa nentuin yaa.

Started, 6 Nov 2021.

I Want You in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang