Chapter 2

37 11 16
                                    

"Ya tuhan, bagaimana bisa?!" tanya ibuku seakan tidak percaya dengan ucapanku.

Aku baru saja tiba di toko kue ibuku sepuluh menit yang lalu dan aku menceritakan kecerobohan Millie tadi saat di depan kedai paman Lucas karena sampai sekarang aku masih merasa kesal dengan bocah itu.

"Tentu saja, bisa. Tidak ada yang lebih ceroboh dari putri kesayanganmu itu." cibirku sambil melirik gadis itu yang tengah sibuk melukis dengan buku yang berada di pangkuannya. Dia terduduk di lantai dengan seragam sekolah yang sudah tak terbentuk.

Ibuku menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. "Oh, astaga. Lalu bagaimana dengan si pengusaha itu? Apa dia meminta ganti rugi untuk jasnya yang terkena es krim?"

Aku menghela napas. "Tidak––dan aku beruntung karena pria itu tidak menyuruhku untuk menggantinya."

"Jangan ceroboh seperti itu lagi, Millie. Lain kali kau harus berhati-hati jika sedang membawa sesuatu." ucap ibuku memperingati dengan nada tegas.

Millie hanya bergumam tidak jelas sambil terus menatap bukunya. Aku tahu dia sedang kesal denganku dan begitu pun sebaliknya, bahkan sedari tadi gadis itu tidak mau menatapku atau berbicara denganku. Biasanya jika sedang berada di toko seperti sekarang ini, Millie selalu menempel padaku dan meminjam ponselku untuk memainkan permainan favoritnya namun lihatlah sekarang justru bocah itu merajuk padaku. Hei, seharusnya aku yang kesal di sini.

"Astaga, aku hampir lupa menyiapkan kue pesanan seseorang!" Ibuku menepuk dahinya, wanita itu bangkit berdiri kemudian beranjak menuju meja kaca yang jaraknya tidak jauh dari tempatku.

Aku memutar bola mata. Sebenarnya dia sama saja seperti Millie, ceroboh dan lalai. Mungkin kecerobohan ibuku menular kepada bocah itu yang mana membuat mereka selalu kompak dalam melakukan hal kecerobohan.

"Lucy, tolong ambilkan tiga kotak berukuran sedang berwarna merah di dapur. Aku tadi meninggalkan kotak itu di sana." ujar ibuku kepada seorang wanita yang sedang sibuk mondar-mandir mengepel lantai dari ujung ke ujung sudut ruangan.

"Baik, Nyonya." Wanita itu mulai pergi menuju dapur sambil membawa alat pengepel lantai.

Lucy adalah salah satu pegawai di toko kue ibuku, umurnya lebih tua tiga tahun dariku. Selain Lucy, ibuku memiliki dua pegawai lagi yang sedang berkutik di dapur.

Ibuku mulai merintis usaha sebagai penjual berbagai macam kue sejak empat tahun yang lalu. Dulu toko ini terbilang cukup kecil karena pendapatan dari hasil menjual kue belum meningkat namun seiring berjalannya waktu, pendapatan meningkat cukup besar yang mana membuat ibuku merenovasi ulang tempat ini agar terlihat sedikit lebih besar dari sebelumnya.

Sampai sekarang toko kue ibuku banyak diminati orang-orang. Rata-rata dari mereka selalu memesan untuk berbagai rangkaian acara seperti pernikahan, ulang tahun dan lain-lain. Aku merasa kasihan kepada ibuku, dia terlalu giat bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhanku dan Millie. Terkadang wanita itu jatuh sakit akibat terlalu kelelahan karena sibuk mengurusi toko ini dan aku merasa seperti seorang anak yang tidak berguna––tidak bisa berbuat apa-apa selain membantunya ketika dia sedang menerima banyak pesanan, memiliki tiga orang pegawai tidaklah cukup atau bisa dikatakan ibuku kewalahan melayani pelanggan dan pada akhirnya aku tetap ikut andil dalam membantu nya saat toko sedang ramai.

Walaupun ayahku tidak di sini, setidaknya aku masih bersyukur memiliki ibu sepertinya yang tidak pernah pantang mundur bagaimana pun situasinya. Well, sepertinya aku harus banyak-banyak belajar dari ibuku agar selalu menjadi wanita yang mandiri.

"Olivia, bisa kau tolong aku sebentar?"

"Apa itu?" tanyaku, menatap ibuku dan Lucy yang baru saja datang dengan tiga tumpuk kotak yang dia bawa dengan kedua tangannya.

I Want You in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang