"Aku tak wajib melaporkan kehidupan pribadiku' kan?" Kaki Ma-ri bergerak dua langkah dan tiba di depan pintu. "Ingat! jangan kemana-mana sampai aku kembali."
Terkekeh, Big mengangguk. "Hei! setidaknya kalau mau keluar pakailah pakaian hangat. Diluar sangat dingin."
Jaket putih yang tersampir diatas kopernya ia lontarkan pada Ma-ri, dan gadis itu menangkapnya. "Terima kasih." Seutas senyum ia tunjukkan sebelum benar-benar meninggalkan huniannya.Sikap manis yang ditunjukkan oleh Big membuat Ma-ri banyak senyum selama perjalanan menuju 'dia' yang telah menantinya.
Di taman belakang aparment, Seorang pria telah menunggu. Tae tersenyum sumringah begitu melihat sosok Ma-ri dari kejauhan. Bersamaan itu ia merinding memperhatikan salju turun lebat. Gadis kecil itu bergerak ditengah salju, Ma-ri pasti sangat kedinginan.
Kedua tangan yang tadi ia sembunyikan didalam saku jaket polkadot, akhirnya ia keluarkan. Bersamaan itu nafas ia hembuskan dan pintu mobil ia buka. Berlari Tae mendatangi Ma-ri dan membawanya berayun bersama pelukan. Tawanya mengembang dengan sangat cepat. Sayang, Ma-ri tak se-antusias Tae.
Saat pria itu melepasnya, dan ketika dua pasang mata saling beradu, Tae menangkap perubahan diri pada Ma-ri. "Maaf, baru sempat menemui'mu!"
"Bisa kita bicara disana saja?" Tunjuknya pada keberadaan mobil hitam yang terparkir dipinggir taman.
-
"Bagaimana kabarmu selama ini?" Keduanya duduk menyamping, saling pandang.
"Kau marah padaku?"
Ma-ri belum beraksi. Ia memperhatikan Tae dengan perasaan sulit dijelaskan.
"Ada yang mau kau sampaikan?"
"Tidak, sebaiknya aku dulu." Sambungnya. "Aku membawa kabar baik untuk kita." Semangatnya. Kedua tangan yang Ma-ri tempatkan diatas paha berbalut celana panjang, kini telah dirangkup Tae. Masih dengan antusias, pria itu melanjutkan, "Aku sudah menyiapkan sebuah Villa dipinggiran kota dan kau akan tinggal disana. Setiap punya waktu senggang, aku akan mengunjungimu dan kita bisa berduaan disana."
"Benarkah?" Rencana Tae membuat hati Ma-ri berkedut nyeri. Ia goyah dan sakit bersamaan. Netra yang awalnya cerah telah berubah mendung. Cepat, Ma-ri mengalihkan pandangan kearah lain dan segera pula Tae menangkap perubahan tersebut.
"Kenapa? Ada yang salah?"
"Tatap aku, em!"
Tangan kokoh Tae terulur menyentuh pipi basah Ma-ri dan menyekanya lembut. "Maaf, untuk saat ini, hanya hal ini yang terpikir olehku."
Ma-ri Mengelengkan pelan. Tangan Tae ia singkirkan dari pipinya, setelahnya merogoh sesuatu dari saku celana. "Ku kembalikan padamu. Sebagian sudah ku pakai untuk biaya perawatan ayah. Beri aku nomor rekening_mu! Akan ku cicil."
Memperhatikan kartu yang berada ditangan Ma-ri, lalu beralih pada si gadis. "Apa yang sedang kau lakukan?" Sorot tajam Tae meneliti maksud tersembunyi yang sudah bisa ia duga. "Ma-ri__" kepalanya Tae gelengkan. Ia tahu kalimat yang mungkin akan segera meluncur dari mulut si gadis.
"Mari akhiri hubungan kita!"
"Ma-ri!?" Tatap Tae, tak percaya. "Apa maksud ucapanmu?"
Tangan yang coba menahan pergelangan tangannya, dilepas Ma-ri. " Aku tahu kau paham maksudku. Beritahu aku, nomor rekening! Agar aku bisa mengembalikan hutangku."
"Ma-ri_" Netra Tae dan Ma-ri sama-sama basah.
"Kau pasti tahu, ini adalah jalan terbaik."
"Kau tak percaya padaku?"
![](https://img.wattpad.com/cover/268564022-288-k581093.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Call Me Playgirl [End]✅
RomancePerhatian! Cerita mengandung konten dewasa dan bahasa vulgar. Mohon untuk tidak membaca bagi yang berada dibawah umur. Cerita ini murni kalangan belaka, tak berniat menyingung siapapun. Membaca berarti siap menanggung akibat.