bagian 16.

179 16 5
                                    

Keluar dari Porsche merah Convertible_ Eunha membanting pintu. Kemarahannya belum mereda. Berdiri dibawah jembatan sungai Han, dia berteriak dan menepuk kuat besi pembatas.

"Shit.. bagaimana bisa ada kebetulan seperti ini." mahkota diatas kepalanya dijadikan pelampiasan. Eunha menjambaknya.

"Tidak boleh. Aku harus melakukan sesuatu. Bagaimana pun pelacur itu tak boleh sampai tinggal serumah denganku. Berpikir! Ayo berpikir!"
Tangan terkepal Eunha meninju kecil pembatas tak berdosa.

Setelah menemukan solusi, gadis bermata indah_lagi cantik itu kembali melangkahkan tungkai memasuki mobil mewah miliknya.

Dia menghentikan mobil ketika memasuki kawasan padat pemungkiman dan bertanya alamat. Setelah mengetahuinya, kembali Eunha melajukan kendaraan. Kali ini lebih lambat. Jalanan banyak terdapat lubang ditambah kerikil membuat kendaraannya tak dapat melaju mulus.

"Dia sungguh tinggal ditempat seperti ini?" Bulu kuduk Eunha seketika berdiri_ membayangkan dirinya harus tinggal ditempat kumuh? Sungguh mengerikan.

Memperhatikan sekeliling, Eunha membelokkan kendaraan saat menemukan taman luas tak terawat. Dia memarkirkan kendaraan. Apartemen tua kini terlihat jelas. Lokasi tinggal yang disebutkan oleh warga ketika dia bertanya tadi.

Mesin kendaraan sudah dimatikan, namun Eunha masih enggan bergerak. Tumit sepatu indahnya dipastikan akan berlumur lumpur, kalau sampai menginjak permukaan tanah tanpa semen itu.

"Aissh.. bagimana bisa aku menemuinya?"

"Permisi! Hey, kau yang disana.." pekiknya.

Yang dipanggil pun menghentikan langkah, bersamaan keduanya bertemu tatap dengan jarak yang lumayan jauh. Dari posisinya, Eunha dapat melihat tangan Ma-ri menenteng kantong belanjaan.

"Kau..?!"

"Untuk apa kemari?" Ma-ri maju beberapa langkah_ menghampiri letak keberadaan mobil Eunha.

Eunha berdehem. "Ayo bicara."

"Apa ada urusan diantara kita yang belum selesai?"

"Tidak juga." Nada suara Eunha melembut. "Itu.. batalkan niatmu untuk pindah."

Ma-ri mendengar permintaan Eunha, namun enggan merespon. Sebaliknya,  sengaja ia menakut-nakuti gadis manja tersebut.
"Sebaiknya cepat pergi dari sini! Ku beritahu padamu, biasanya pada jam ini makhluk berambut panjang akan memperlihatkan wujudnya. Mereka mengulurkan tangan seraya bergumam.. tolong aku." Bisiknya disebelah kiri daun telinga Eun-ha.

Memperhatikan sekitar, Eunha berujar,"Kau pasti bohong. Aku tak percaya padamu." Meski tak terlalu percaya dengan kebohongan Ma-ri, Eunha tak dapat menyembunyikan rasa takutnya. Dia masih saja celingukan_melihat sekeliling dan seketika itu juga cepat menarik tuas dan meluncur tanpa jejak.

Kepergian gadis temperamen namun penakut itu mengembangkan senyuman dibibir Ma-ri.
Dia kembali melajukan langkah santai. "Ayah! Lihat bagaimana aku menjaga diri. Aku akan menjadi lebih kuat. Ayah hanya perlu kembali dan berada di sisiku. Tak kan ada yang bisa menyakiti kita lagi."

_

Tidak mendapatkan hasil baik dari Ma-ri, membuat perasaan Big tak menentu. Disebuah pub, tanpa kawan ia meneguk cairan sewarna teh yang diberi bongkahan es kristal. Sesekali pria pemilik rahang tegas itu menghela nafas. Ponsel miliknya_ memasang wallpaper milik Ma-ri yang dipotretnya diam-diam dipandangnya lekat.

"Apa yang harus kulakukan agar kau tahu ketulusanku?" Lirihnya.

Bersamaan ia kaget karena sepasang tangan melingkar dileher jenjangnya. "Aku menangkap,'mu." Lirih suara berbisik membuat bulu kuduk Big berdiri. Cepat saja ia menyingkirkan kedua tangan milik sang mantan kekasih.

Don't Call Me Playgirl [End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang