Impian #2

12 2 0
                                    

“Nis, aku mau nanya satu hal sama kamu.”

“Apa, Dan?”

“Kenapa kamu takut banget sama kecoa?”

“Ehm,,, karena kecoa bisa tiba-tiba terbang. Gak tau juga sih kenapa bisa takut gitu. Pokoknya kalau dia udah terbang, aku gak bisa apa-apa. Hehe.”

“Hanya karena itu aja?”

“Iya. Aku mudah takut hanya karena hal sepele seperti itu. Penakut banget ya?”

“Gak kok. Kamu itu perempuan paling berani yang pernah aku kenal. Makanya aku heran banget pas kamu teriak-teriak cuman karena lihat kecoa aja. Gak nisa banget.

Kamu itu perempuan yang selalu aku kagumi, walaupun aku laki-laki ya. Rasanya aku pengen terus ada di samping kamu karena rasanya tenang dan nyaman. Aku lebih bahagia kalau ada kamu. Kamu itu udah menjadi orang yang paling berarti bagiku.”

“Apaan sih kamu, Dan. Biasa aja kali. Kamu kan udah jadi sahabatku dari kecil. Wajaar kalau kamu berkata seperti itu tapi kamu juga sudah menjadi orang yang berarti bagiku kok. Orang lain bilang kalau aku itu ngebosenin pada awalnya. Gak menarik untuk dijadikan teman. Karena aku pendiam banget di kelas dan sulit untuk diajak ngobrol. Makanya di sekolah pun teman yang bener-bener teman paling hanya beberapa. Yang ngerti aku luar dan dalamnya. Ya termasuk kamu.”

“Gak kok nis. Walaupun aku baru kenal atau bertemu kamu, pasti langsung ingin  jadi teman dan ada di samping kamu. Kamu itu unik, jujur sama diri kamu sendiri, selalu tersenyum walaupun hati tidak ingin tersenyum, tidak seperti perempuan lain yang pernah aku kenal. Aku selalu heran. Kenapa disaat kamu membutuhkan bantuan, kamu tidak mengatakan apa-apa. Mencoba untuk menyelesaikan masalah itu sendiri. Takut merepotkan? Takut menjadi beban buat orang lain?”

“Iya aku takut menjadi beban. Aku tidak ingin membuat mereka repot hanya karena diriku. Kalau aku bisa mengerjakannya sendiri, kenapa harus minta bantuan? Kalau pun aku tidak bisa, ya sudah biarkan saja. Karena itu masalahku, bukan mereka.”

“Tapi kamu akan selalu ada saat mereka minta pertolongan kan? Karena kamu ingin diterima oleh orang lain makanya kamu mencoba untuk mengikuti seleranya mereka, selalu ada buat mereka, dimanapun dan kapanpun. Kamu tidak bisa menolaknya. Aku merasa kamu selalu berusaha keras agar bisa diterima. Kalau bisa, kamu menjadi orang yang ditinggalkan bukan meninggalkan, karena kamu tidak mau membuat orang lain sedih. Biar diri kamu sendiri aja yang sedih, bukan mereka. Karena hal itu, membuat semua perhatianku selalu tertuju ke kamu. Membuatku ingin melindungimu. Kamu tegar di luar, tapi sangat rapuh di dalam. Kamu tidak membiarkan orang lain memasuki lingkaran atau relung hatimu yang terdalam karena bisa membuat semua pertahanan yang sudah kamu bangun runtuh. Karena hanya dengan satu sentuhan kecil disana bisa membuatmu hancur berkeping-keping. Benar tidak?”

“Sok tau deh kamu, Dan. Aku itu memang tegar kok, agar orang lain bisa merasa tenang kalau ada di dekatku. Agar mereka selalu membutuhkanku. Tidak meninggalkanku. Satu hal yang paling aku takutkan adalah merasa dilupakan dan ditinggalkan. Aku, demi orang lain, tidak ingin menjadi kenangan yang buruk, tapi menjadi kenangan terindah untuk mereka. Juga, aku tidak ingin menjadi tangisannya, lebih baik jika mereka selalu tersenyum bila ada aku di dekatnya. Kapanpun mereka memikirkanku, aku berharap mereka akan bahagia. Itu adalah keinginanku.”

“Kalau suatu saat aku meninggalkan kamu, bagaimana nis? Kalau aku pergi ke tempat yang bahkan kamu tidak bisa melihat atau menemuiku lagi, bagaimana? Kamu akan sedih? Merasa kehilangan?”

“Ya merasa lah, Dan. Kamu kan temanku dari kecil, teman bertengkar, walaupun kamu lebih tua setahun, tapi aku tetap menganggap kamu sahabat terbaikku. Lagian aku juga tahu kalau kamu tidak akan pernah meninggalkan aku. Benar kan? Kalaupun nantinya kamu benar-benar pergi, mungkin aku akan menangis lama. Karena yang paling mengerti aku ya kamu. Tapi tenang kok aku akan berusaha untuk tidak menangis lama-lama. Demi kamu. Demi benteng yang sudah susah payah aku bangun, seperti katamu.”

 ***

Saat itu dia hanya tersenyum menanggapi jawabanku. Dan beberapa minggu setelahnya dia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan nyawanya tidak bisa tertolong. Saat aku mendengar kabar ini, waktu terasa berhenti. Aku seperti zombi. Tidak nafsu makan, tidur, main, berucap. Kerjaanku hanya menangis, menangis dan menangis. Sampai orang tuanya Danar tidak tega melihatku seperti itu. Kematian ternyata lebih menyakitkan dari yang aku duga. Sejak saat itu list impianku bertambah, yaitu : 

Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Tidak apa kamu sakit, tidak mengapa kamu menangis, tidak apa kamu ditinggalkan, yang penting hari-harimu selalu diisi dengan memberikan manfaat bagi orang lain. Walaupun hanya sekecil butiran pasir.

Ya, aku tidak menyesal ditinggalkan olehnya. Sebab aku sudah membuat diriku bermanfaat untuknya dan dia selalu dapat tersenyum dan tertawa saat di dekatku. Dan, waktu yang sudah berhenti bagiku kini mulai berdetak lagi.

The Beginning of My Dream JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang