Dilamar di atas puncak Mahameru oleh orang yang tidak diduga. Digenggam tangannya seraya berkata bahwa dia menyukaiku dan menginginkanku untuk menemaninya sampai tua nanti. Berjalan beriringan ketika menuruni puncak Mahameru dan dia mengatakan, ‘Saya siap untuk menemui orang tuamu setelah kita sampai di Jakarta’. Mengikrarkan janji suci itu disana, di tanah tertinggi di Pulau Jawa.
Saat aku sudah berusia 25 tahun, aku ingin ada yang melamarku di sana, di Mahameru. Itu berarti aku akan merencanakan perjalanan hati ini lagi. Tapi dengan tujuan yang berbeda dari sebelumnya. Kala itu aku berharap dapat menerima lamaran dari seseorang untuk menjadi istrinya.
Aku ingin dia mengungkapkannya dengan tegas, jelas dan tanpa ada keraguan sedikit pun, walaupun hanya beberapa bulan kita saling mengenal. Dari awal pun hatiku sudah memilihnya tanpa aku sadari.
Dengan kata lain, takdir dan keyakinan lah yang menyatukan kita. Pasti sangat romantis. Perasaanku padanya berbalas, pun aku tidak lagi merasakan cinta bertepuk sebelah tangan. Sebuah ikrar yang mantap, yang mampu menyihir siapapun yang mendengarnya. Aku ingin bertemu dengan laki-laki seperti itu. Laki-laki yang nantinya akan menjadi iman dalam kehidupan rumah tanggaku nanti.