Chapter 6

1.2K 14 2
                                    

Rika meluncur dengan kecepatan tinggi. Semua jendela mobilnya terbuka, bahkan jendela belakang yang seharusnya tak bisa dibuka; aneh. Angin kencang mengibarkan rambut ikalnya, membuatnya membingkai wajahnya seperti lidah api. Jalanan itu kosong, tapi di sisi-sisinya orang-orang berbaris diam dan mengawasinya. Lalu tiba-tiba di depannya seorang wanita dan anak laki-laki kecil muncul di jalanan, Rika berusaha mengerem mobilnya tapi tak berhasil. Mobilnya terus melaju, dan kedua orang itu menoleh dan menatapnya. Mulut mereka bergerak, dan Rika bisa mendengar kata-kata mereka dalam bisikan, "Tabrak kami, Rika." Mobilnya pun menghantam tubuh mereka. Lalu tangis anak kecil menggema dalam kepalanya. 

*** 

Rika tersentak dan membuka matanya. Selama sesaat ia tak menyadari situasi di sekelilingnya. Kemudian perlahan-lahan ia mengenali kamarnya, dan ia menghembuskan napas lega. Tak lama kemudian ingatan tentang kejadian kemarin muncul ke permukaan kesadarannya. Ia bertanya-tanya apakah karena itu mimpinya yang telah lama hilang muncul kembali. 

Keesokan harinya di butik ia mendapat telepon dari Daniel untuk memastikan janji makan siang bersama hari itu. Ia sangat senang mendengar suara pria itu. Ia tiba-tiba sadar bahwa ia merindukannya, walaupun dengan diiringi sedikit rasa bersalah. 

Pada jam yang telah disepakati mereka pun bertemu di restoran di mall tak jauh dari butik Rika. Selama makan siang itu mereka tak mengatakan apa-apa tentang kejadian kemarin, seolah tak ada sesuatu yang istimewa telah berubah di antara mereka. Namun dari tatapan masing-masing mereka berdua tahu bahwa mereka ingat, dan sadar, tentang segalanya. 

Pembicaraan selama makan itu hanya tentang topik-topik biasa. Diawali dengan pembicaraan bersuara rendah, semakin lama semaikin keras. Wajah yang semula netral semakin cerah. Akhirnya mereka tertawa. Sangat keras, sangat lepas. Wajah Daniel memerah. Rika sendiri merasa ia tak pernah tertawa selepas ini selama hidupnya. Tertawa di atas penderitaan orang lain, sebuah suara mendesis. Rika tersentak, tawa sempat lenyap sebentar dari wajahnya, tapi ia berhasil mengembalikannya sebelum Daniel memperhatikan. Selesai makan, mereka memutuskan untuk segera kembali ke tempat kerja masing-masing. 

"Aku antar kamu, ya," tawar Daniel saat mereka sedang menuruni eskalator. 

"Nggak usah. Aku jalan saja. Dekat, kok. Sekalian olahraga," tolak Rika sambil tersenyum. 

Saat sampai di lantai dasar, mereka berhenti sebentar di samping eskalator. Daniel menatap Rika sesaat, lalu dengan suara pelan ia berkata, "Aku sayang kamu." 

Rika tampak terkejut. Menurutnya terlalu cepat kata-kata itu keluar. Ia sendiri belum berani berkata kepada dirinya sendiri bahwa ia sayang kepada Daniel. Maka ia hanya tersenyum. "Sudah, kamu balik lagi sana ke tempat kerja. Aku pergi dulu, ya." Lalu ia berjalan ke arah pintu keluar. Setelah Rika menghilang dari pandangan, Daniel berbalik ke arah berlawanan untuk menuju tempat parkir.

Malam Kamis berikutnya Rika dan Sandra menginap di kost Mia. Selesai menonton satu film, Mia langsung menatap Rika dan bertanya, "Rika, kamu kelihatan beda, deh. Ada senyum samar-samar gitu mengambang di balik wajah kamu. Lagi jatuh cinta, ya?" Ia menatap Rika dengan cengiran lebar. 

Rika memasang ekspresi pura-pura merajuk. "Memangnya kalau orang senyum-senyum pasti karena lagi jatuh cinta, ya? Nggak ada kemungkinan lain?" 

Sandra yang sudah menggeser tubuhnya di samping Mia sehingga mereka sama-sama menghadap Rika, ikut berkata, "Selalu ada kemungkinan lain, sih. Tapi jatuh cinta adalah topik yang paling seru untuk dibahas. Ya, nggak?" Ia menoleh pada Mia. 

Mia menyengir semakin lebar kepada Sandra, lalu mereka melakukan tos. Rika menatap kedua temannya dengan tatapan tak percaya, tapi ada kilatan di matanya. Ia sedang menimbang-nimbang untuk bercerita kepada mereka tentang apa yang sedang terjadi dalam hidupnya, tentu saja versi yang sudah disensor. 

Keep It a SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang