Chapter 8

1.3K 19 1
                                    

Senin siang Daniel datang ke butik Rika untuk mengajaknya makan siang. Karena Rika masih ada beberapa catatan yang harus dibereskan, mereka mengobrol sebentar di kantornya, sementara ia menyelesaikan pekerjannya. Di tengah-tengah pembicaraan, mereka mendengar pintu diketuk, lalu dibuka. Di baliknya muncul wajah lembut seorang wanita di akhir usia 40-an yang tersenyum. "Rika," sapanya. 

"Mama," panggil Rika sambil tersenyum. Ia berdiri dari tempat duduknya. Dalam hati ia senang ibunya datang saat sedang ada Daniel di situ. Akhirnya mereka bisa bertemu. 

"Mama mengganggu nggak?" 

Daniel berdiri. "Oh, tidak. Silakan masuk, Bu." Lalu sementara ibu Rika melangkah masuk ke dalam ruangan, Daniel berbicara kepada Rika, "Kalau begitu aku pergi dulu, ya. Sampai jumpa lagi nanti." 

Rika tampak terkejut, tapi hanya bisa mengangguk. Daniel berbalik, mengangguk kepada ibu Rika, lalu keluar dari ruangan. 

"Silakan duduk, Ma," kata Rika kepada ibunya sambil ia sendiri kembali duduk. "Tumben Mama ke sini? Nggak bilang-bilang, lagi." 

"Tiba-tiba saja tadi kepikiran," jawab ibunya sambil meletakkan tasnya di atas meja. "Mau makan siang sama kamu. Nggak apa-apa, kan? Kamu belum ada rencana, kan?" 

"Nggak, nggak ada," jawab Rika. Sementara berbicara pikirannya melayang kepada Daniel. Tepat pada saat itu hp-ny di atas meja berbunyi. Rika mengambilnya dan membaca sms yang masuk. Dari Daniel. 

"Maaf ya aku langsung pergi tadi. Nggak enak sama Mama kamu. Aku nggak tahu harus bersikap gimana. Pengecut, ya." 

Rika membalas. "Nggak apa-apa. Aku mengerti. Nggak pengecut, kok." 

"Oya, yang tadi siapa? Ganteng juga. Bukan pacar kamu?" tanya ibu Rika dengan senyum jahil. 

"Tadi?" balas Rika gelagapan. "Cuma... orang bank. Urusan kerjaan." 

"Oh. Tapi ganteng, ya. Kamu sendiri kayaknya sudah lama nggak punya pacar. Kamu sama Aldo sudah putus, kan? Lama dia nggak ke rumah lagi." 

"Iya. Belum dapat yang baru lagi sekarang," jawab Rika sambil kembali mengetik ketikan terakhir di komputernya. 

"Dekati saja pegawai bank tadi. Dia sudah menikah, belum?" 

Rika menyimpan filenya, lalu mengangkat wajahnya untuk menatap ibunya. "Kalau dia sudah nikah, gimana?" tanyanya dengan cengiran. 

"Oh, jangan," jawab ibunya dengan ekspresi pura-pura marah. 

"Kalau sudah mau cerai?" Rika terus mendesak. 

"Memangnya kamu mau pacaran sama duda?" 

"Kalau iya?" 

Ibunya diam sejenak, lalu akhirnya berkata, "Kalau kamu suka dan orangnya baik, Mama nggak apa-apa. Tapi jangan sama orang yang statusnya masih menikah. Dan jangan sampai kamu menjadi orang ketiga penyebab hancurnya pernikahan mereka. Mama nggak akan suka." 

Rika tertawa. "Serius bener, sih. Yuk, berangkat." Lalu ia berdiri sambil meraih tasnya. Ibunya mengikuti.

"Habis makan Mama mau ikut nggak ke rumah sakit, menjenguk ibunya Sandra. Kemarin sore dia masuk rumah sakit," kata Rika sambil menyetir. 

"Oya? Karena apa?" tanya ibunya dengan nada khawatir. 

"Kurang tahu, sih. Ada hubungannya dengan tekanan darah tinggi." 

"Oke. Mama ikut." 

Rika menyetir mobilnya masuk halaman parkir sebuah tempat makan, dan mereka turun. Beberapa waktu kemudian mereka kembali masuk mobil dan Rika menyetir mobil kembali ke arah yang tadi mereka lalui, tapi beberapa menit kemudian mereka mereka berbelok memasuki gerbang rumah sakit di sisi jalan. Dari tempat parkir mereka langsung menuju deretan kamar rawat pribadi berdasarkan petunjuk yang telah diberikan Sandra. Setelah dekat kamar yang dituju, mereka melihat Sandra berdiri bersama seorang pria di depan pintu kamar yang tertutup. Mereka sedang berdebat dengan suara tertahan. Pria itu bertubuh sedikit gemuk dan agak pendek dengan rambut yang mulai beruban. Rika belum pernah melihat pria itu, tapi begitu mendekat ia bisa melihat kemiripan pria itu dengan adik laki-laki Sandra. 

Keep It a SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang