Chapter 7

1.1K 20 0
                                    

"Tahu apa kamu tentang itu?" desis Rika ketika mereka sudah duduk berhadapan. 

Aldo tersenyum. Kali ini senyumnya tidak lagi manis. "Semua orang pikir tak ada saksi pada kejadian itu. Tapi aku melihatnya sendiri." 

Lalu Aldo bercerita tentang sore itu. Ketika Rika pergi dengan mobilnya, Aldo segera menyusulnya dengan motornya. Rika melajukan mobilnya begitu kencang sehingga jarak mereka begitu jauh, tapi Aldo tetap dapat melihat mobil merah Rika. Lalu tiba-tiba di kejauhan ia melihat mobil Rika melakukan manuver aneh di tengah jalan, kemudian berhenti mendadak. Dan di tengah jalan, ia dapat melihat gambaran dua tubuh terkapar tak bergerak. Aldo segera membelokkan motornya memasuki halaman sebuah kantor jasa pengiriman di sebelah kirinya, menyembunyikan dirinya dari pandangan Rika. Dari celah antara pagar dan tiang kayu bangunan di sebelah, ia dapat melihat mobil Rika kembali melaju tanpa Rika sempat keluar untuk memeriksa korbannya. 

Keesokan harinya ia melihat berita di koran tentang kecelakaan itu. Ia memang tak berniat untuk memunculkan dirinya sebagai saksi dalam kecelakaan itu, karena ada sedikit rasa bersalah juga dalam dirinya karena ia yang telah menyebabkan Rika membawa mobilnya sengebut itu. Sampai akhirnya tadi malam ia melihat Rika dan ayah si anak berpegangan tangan di restoran, dan berpelukan lama di tempat parkir. 

"Aku pikir, kita bisa saling memberikan dan mendapatkan keuntungan dari situasi ini," katanya menutup ceritanya. 

"Keuntungan seperti apa?" tanya Rika dengan suara bergetar. 

"Yaah, kamu bisa memberiku imbalan untuk menutup mulutku." Aldo kembali menyunggingkan senyum manisnya. 

"Kau meminta uang?" tanya Rika tak percaya. 

Aldo mengangguk. "Dan sedikit baju, mungkin." 

Rika ternganga karena terkejut. "Di mana moralmu?" 

"Ah, kamu kan sudah terlanjur mencapku sebagai lelaki tak bermoral. Jadi lewatkan saja pertanyaan itu, ya. Lagian aku pikir kamu sama nggak bermoralnya." Ekspresi Aldo tampak keras saat ia mengucapkan itu. 

"Dian tahu tentang ini? Oh, kupikir dia pasti tahu. Kalian kan sama liciknya." 

Aldo tiba-tiba menggebrak meja kerja Rika dengan keras. Matanya menusuk mengancam ketika ia berbicara dengan suara keras, "Jangan sebut Dian seperti itu! Kamu nggak tahu dia gimana!" 

Rika tersentak di kursinya. Lama ia menatap Aldo, tiba-tiba sebuah pikiran menyelip ke dalam kepalanya tanpa terduga. Aldo mencintai Dian. Rasanya aneh memikirkan hal itu. 

"Kamu sedang memerasku, Aldo. Itu melanggar hukum," kata Rika lemah. Saat mengucapkan hal itu pun ia sudah tahu ia akan kalah. 

"Memangnya melakukan tabrak lari nggak melanggar hukum? Sampai ada korban nyawa, Rika," balas Aldo dingin. 

"Baiklah," kata Rika akhirnya. "Berapa yang kamu minta." 

Rika merasa wajah Aldo tampak memerah sesaat, lalu wajahnya kembali netral dan ia tersenyum. "Aku nggak akan minta banyak. Untuk awalnya aku minta 5 juta. Terus tiap bulan aku mau kamu ngasih aku 2 juta." 

"Apa! Tiap bulan? Memangnya aku bos kamu, harus menggaji kamu tiap bulan?" Rika tak bisa menahan suaranya kali ini. Ia berseru keras-keras penuh rasa kesal. 

"Tenang, Rika. Nanti ada yang dengar," bujuk Aldo. "Oya, kayaknya lebih tepatnya aku bos kamu. Ingat, rahasia kamu yang ada di tanganku." 

Rika mendesah lelah. "Mau kamu pakai buat apa uang itu? Bayarin pacar kamu yang nggak beres itu?" 

"Dian bukannya cewek nggak beres, Rika," ujar Aldo. "Dia cewek baik. Dan iya, uang itu mau aku pakai untuk menyenangkan dia. Dia berhak mendapatkan itu." Aldo lalu merogoh saku celananya, dan mengeluarkan secarik kertas. "Ini nomor rekening aku. Aku harap paling lama besok pagi uangnya sudah masuk." Lalu ia berdiri dan beranjak untuk meninggalkan ruangan itu. 

Keep It a SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang