Ketika paginya aku terbangun, aku merasa sangat berat untuk pergi ke kampus. Melirik ke arah jendela kamar yang terlihat terkena kabut di pagi hari. Aku mengerang, saat merasakan hawa dingin yang menyentuh kaki telanjangku di lantai kamar. Aku bahkan bisa merasakan udara yang keluar dari hidungku, berbentuk, di depan mataku, seakan asap yang keluar dari cerobong asap.
Dan ku putuskan jika hari ini aku akan tetap masuk ke kampus. Aku tidak ingin terlihat seperti pengecut di hadapan Pak Galang. Tidak, kenapa di pagi hari ini, harus dia yang ku pikirkan. Segera ku bersihkan tubuhku dan bersiap ke kampus. Mengenakan kaos lengan panjang bergaris biru, celana jeans, dan juga jaket berwarna hitam. Dan ku biarkan rambutku terkepang sempurna, menutupi tengkukku.
Saat berjalan ke dapur, aku sama sekali tidak melihat Kak Refi disana, hanya ada notes kecil yang tertempel lekat di kulkas. Tulisan Kak Refi, berisi, kalau dia sudah berangkat terlebih dahulu, dan tidak sempat menyiapkan sarapan, tugas mendadak dari bos nya. Aku terdiam dan menghela napas. Menggigit-gigit bibir bawahku. Ku lirik arloji di tanganku, masih terlalu pagi untuk ke kampus, ku rasa aku bisa mencari makan di jalanan menuju kampus nantinya. Segera memakai helm, dan mengunci rumah. Setidaknya, jika aku cepat dan sempat, aku bisa membeli nasi pecel favoritku. Aku terkekeh, membayangkan, kalau aku akan makan di pinggir jalan sendirian.
Beberapa saat, aku akhirnya menemukan sebuah mobil yang menjual pecel kesukaanku. Aku memarkirkan sepeda motorku, tepat di bagian belakang mobil itu. Dan ya, sebelum ramai, aku segera memesan pecel dan memakannya disana. Tidak peduli tatapan orang-orang yang berlalu lalang disana. Ku nikmati sensasi, bumbu kacang yang sedikit pedas dan kacangnya yang tidak halus merata. Begitu nikmat. Setelah selesai, aku pun membayar dan berangkat lagi menuju kampus.
Baru saja aku sampai di kampus, Silvi memanggilku dengan suara yang lantang. “Lily!!” Aku melihat Silvi berjalan ke arahku dengan senyuman lebar miliknya. Oh astaga, dia selalu seperti ini. Tersenyum kepada semua orang. Tapi aku senang, dia menjadi sahabatku, selain Magdum, yang tentunya selalu ada untukku.
Aku meletakkan helm di atas spion sepeda motorku, dan berjalan mendekatinya. “Ada apa? Ada makanan gratis ya... sampai senyum segitunya.” Aku menggodanya, dan berhasil. Dia cemberut, membuat kedua pipinya yang tembam semakin menggembung. Aku tertawa melihatnya dan sangat tidak tahan untuk tidak mencubitnya dengan keras. Silvi mengaduh, dan mengusap kedua pipinya yang ku cubit keras.
“Eh... Lily, aku dapat gosip terbaru lho,” ucapnya dengan seringai jahil.
Aku dan Silvi berjalan beriringan.
“Gosip apa lagi? Masih pagi juga... gosip mulu...”“Eh... tapi ini gosip yang lagi hot pagi ini. Tentang Pak Galang...” Dia melompat kegirangan.
Langkahku terhenti dan menoleh ke arah Silvi yang raut wajahnya mulai serius. Aku menarik lengannya, untuk berjalan lebih cepat untuk sampai ke dalam kelas. Sesampainya di dalam kelas, aku mendudukkannya di bangkunya, dan aku ikut duduk di sampingnya. Kelas masih sepi saat kami masuk, hanya ada dua atau lima orang yang sudah ada di kelas itu, termasuk kami. “Memangnya Pak Galang kenapa?” tanyaku penasaran.
“Aku dengar, kalau Pak Galang itu punya mantan istri, mereka bercerai setelah dua tahun menikah. Mungkin saat umur Pak Galang masih dua puluh tujuh.” Dia berbisik.
Aku sama sekali tidak menyangka akan hal itu. Mungkinkah jika sikap Pak Galang yang seperti ini dikarenakan oleh mantan istrinya itu. “Lalu... apa lagi?” Aku bertanya sekali lagi. entahlah mengorek informasi yang datang, terasa mendebarkan.
Silvi mengangkat kedua bahunya. “Saat umur dua puluh tujuh tahun itu, tepat dimana Pak Galang kecelakaan. Dan di hari itu juga, istrinya memutuskan untuk menceraikan Pak Galang.”
“APA?!” Tanpa sadar aku berteriak. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Astaga. Kenapa wanita itu sangat kejam? Bukankah seharusnya Pak Galang disaat-saat seperti itu, butuh perhatian yang sangat lebih? Air mata terasa mulai menggenang di kedua mataku.
“Dan ada hal lainnya. Paska kecelakaan itu, kata orang, Pak Galang, tidak pernah terlihat keluar dari rumah selama enam bulan lamanya. Dia hanya berdiam diri di dalam rumahnya. Tidak ada yang tahu apa saja yang dilakukannya. Tapi, saat Pak Galang keluar dari rumah, dia menjadi sosok yang berbeda. Tidak sama seperti Pak Galang yang dulu. Hangat, ceria, penuh senyum kepada orang. Sosok itu sudah tidak ada lagi. Dan sekarang aku mulai paham, kenapa kamu yang tiba-tiba berbicara seperti itu kepada Pak Galang kemarin. Oh astaga, aku sama sekali tidak menyangka hal itu terjadi di dalam kehidupan Pak Galang.” Silvi menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aku menunduk. Menghapus dengan kasar air mata yang lolos dan membasahi pipiku. “OH! Masih ada satu hal lagi...” Silvi memekik.
Aku mengangkat kepalaku dan menatap Silvi. “Katanya, selama dua tahun pernikahan Pak Galang dan juga mantan istrinya, mantan istrinya tidak ingin memiliki anak, katanya sih... dia nggak mau berubah gendut dan jelek, setelah melahirkan anak. Apalagi profesinya sebagai model waktu itu. Dan Pak Galang dengan sabar, menanti dan juga berdiskusi, agar mereka bisa memiliki seorang anak. Tapi, yah... mantan istrinya tidak mau. Hingga beginilah akhirnya. Pak Galang di ceraikan, dan juga sekarang menjadi cacat.”
Aku menghembuskan napasku dengan kasar. Merasa kesal dengan apa yang di alami oleh Pak Galang. Dia hancur. Total. Dan aku yakin akan sangat sulit untuk bisa menyembuhkan lukanya yang begitu dalam. Silvi menggenggam tanganku dengan erat. Membuatku kembali fokus menatapnya. “Menurutmu... apakah ada wanita yang bisa menerima Pak Galang apa adanya?” Silvi menatapku dengan raut wajah penasaran, khawatir, kasihan dan lainnya. Aku tidak tahu.
Dadaku bergemuruh. Aliran darahku seakan merosot jauh ke bawah, dan tidak bisa naik lagi. Membuatku merasa dingin. Sekujur tubuhku beku. Aku memerah lagi. Dan kembali menggigiti bibir bawahku. “Pasti. Pasti ada, Silvi. Seorang wanita akan datang kepadanya, dan memberikan cinta yang sepenuh hati untuknya. Wanita yang akan menghapus segala rasa sakit yang pernah ada di dalam kehidupannya. Seorang wanita yang akan selalu ada, kapanpun, dan dimanapun Pak Galang berada. Menerimanya dengan apa adanya, tanpa memandang kecacatannya. Pasti ada.”
Aku berbisik, berusaha untuk bisa meyakinkan diriku sendiri. Mengakui segala hal yang menimpa Pak Galang, mulai dari masa lalunya, dan apapun itu. Dan aku yakin atas apa yang kini terlintas di pikiranku, yang entah bagaimana bisa berjalan beriringan dengan hatiku. Aku yakin jika wanita itu akan segera datang, dan wanita itu adalah aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Let Me Go ✔️ {TERBIT}
RomanceLily Paramita merasa terganggu saat di tatap oleh dosen baru di kampusnya itu. Tatapan yang sangat tajam dan mengintimidasi itu, benar-benar membuat Lily merasa tidak nyaman. Terlebih lagi dia juga dikejutkan dengan fakta bahwa dosen baru itu berja...