bagian 4

144 13 5
                                    

|04|

MENUNTUT KEADILAN;
Kenapa cuma suara hati istri, suara hati suaminya kapan?

●●●

Terlalu terbawa film, terlalu mendalami karakter. Itulah yang Mingyu rasakan sekarang.

Saat ini Babanya Haechan itu tengah menghabiskan waktu wekeend sorenya dengan menonton film di televisi, di chanel ikan terbang.

Film ituloh, yang backsongnya lagu legendnya Teh Oca; ku menangis.. membayangkan. Betapa kejamnya dirimu atas- oke stop.

Yang membuat Mingyu marah, jengkel dan ingin sekali mencak-mencak adalah karena tokoh utama dalam film yang tidak berdaya sama sekali. Disakiti diam, dikhianati diam, dan saat orang yang menyakitinya ingin kembali, para istri itu terima-terima saja. Loh, kok?

Ya gak bisa gitu dong! Mingyu melempar remotnya kesal.

"Nanti elu disakiti lagii mbak..., jangan mau!" Kata Mingyu, berbicara pada layar besar didepannya.

"Argh pakek segala rujuk!" Gerutu Mingyu lagi. Ia semakin kesal.

"Aduhhh! Nanti dia selingkuh lagi!"

"NAH KAN. NAH KAN!!! Apa juga saya bilang-

"BERISIK BA!!" Teriak Haechan.

"Tauk tuh Om Mingyu ganggu konsentrasi aja!" Ketus Renjun.

Fyi, Renjun sama Haechan lagi kerja kelompok. Kebetulan mereka dapat satu kelompok yang diacak sama guru. Dan itu keputusan mutlak. Sekalipun Renjun memberontak.

"Sori sori boy!"

Mingyu sebagai Baba yang pengertian, melihat kedua bocah itu tengah sibuk belajar. Ia mengecilkan volume suara televisinya dan berhenti berteriak-teriak seperti tadi.

Kini tiba adegan saat istri pertama kembali menciduk suaminya yang selingkuh. Lalu disusul madunya. Rupanya memiliki dua wanita, suaminya itu masih belum merasa cukup. Astagaa! Istighfar Mingyu dalam hati.

Di matikannya televisi itu setelah filmnya mencapai ending, tentu saja happy ending untuk para istri yang sudah lepas dari suami toxicnya. Sedangkan sang suami telah sibuk menerima karmanya.

Tapi Bapak Mingyu rupanya masih belum puas. Dia masih kesal, Mingyu masih belum menerima kalau wanita-wanita itu tersakiti. Padahal film seperti ini menjadi tontonannya setiap wekeend sore.

"Gue harus bikin perhitungan pokoknya!"

Doyoung melirik Mingyu dengan ekspresi herannya.

"Kenapa lo?" Tanyanya.

"Masa... ada film suara hati istri mulu, suara hati suaminya kapan?!" Protes Mingyu, entah pada siapa.

"Yang di Chanel ikan terbang?" Sahut Taehyung. Mingyu mengangguk.
"Iya anjir! Gue juga kesel. Padahal bininya udah cakep, masih aja kurang. Kadang pembantu pun juga diembat!" Tambah Taehyung.

Taehyung ikut mengeluarkan isi hati. Ia juga sempat emosi tiap kali menonton film kesukaannya itu. Mau bagaimanapun Taehyung emosi, tetap saja Taehyung senang menonton dramanya.

"Pada ngomongin apasi?" Jaehyun tidak mengerti.

"Masa lo gak tau?" Sembur Mingyu.

"Ah cupu!" Semprot Taehyung.

"Gak jelas lo berdua!" Kata Jaehyun pada Mingyu dan Taehyung.

"Baru nyadar lo?" Ucap Doyoung yang langsung membuat Jaehyun terdiam.

Iya juga, baru nyadar Jaehyun kalau kedua temannya itu memang suka tijel, tidak jelas.

"Pokoknya kita harus protes!" Oceh Taehyung lagi.

"Setujuu!!" Mingyu menggebu-gebu. "Kalo perlu bikin film lain, suara hati suami!!" Lanjutnya.

"Eh?" Taehyung menoleh kearahnya.

"Iya bang, masa yang tersakitinya kaum perempuan terus. Sekali-kali lah lelaki juga. Pengen liat gue suami yang tersakiti. Sebagai pembalasan dendam!"

"SETUJU!"

Jaehyun dan Doyoung saling melirik menahan senyumnya. Untung anak-anak mereka lagi didalem rumahnya Mingyu, bantuin Renjun sama Haechan nugas. Jadi gak perlu tau kelakuan bapaknya disini kayak apa.

●●●

Tidak seperti bayangan Doyoung. Para bapak yang sedang ribut sendiri di gazebo luar, sama ributnya dengan keadaan didalam rumah Mingyu.

Bukannya membantu Haechan dan Renjun mengerjakan tugas makalah, Jeno dan Hyunjin malah mengacukannya.

Lebih tepatnya Hyunjin. Pemuda anime itu berniat baik untuk mengeditkan makalah hasil kerja keras bin susah payahnya Renjun, dan Haechan juga walau sedikit. Makalah yang sudah selesai itu hendak Haje editkan sedemikian rupa agar bagus dan menarik. Hyunjin memang dipercaya akan keahlian itu.

Namun sayangnya, manusia memang tempatnya salah dan dosa. Tanpa sengaja setelah menekan ctrl+a dimana semua bagian sudah di blok, Hyunjin malah menekan spasi. Hilang sudah semuanya, sebenarnya bisa kembali dengan menekan undo.

Tapi sialnya lagi.. ada acara mati lampu dadakan di kompleks yang membuat laptop milik Haechan mati. Dan laptop bututnya itu tidak bisa di turn on apabila tidak sambil di charge.

Siapa yang bersalah disini..? Ya. Tepat. Tentu saja Babanya, Mingyu.

Coba saja Babanya yang katanya holkay itu membelikan Haechan laptop baru yang bisa tetap hidup meski tidak sambil di charger. Pasti semua ini tidak akan terjadi.

Renjun sudah mengembungkan pipi. Siap meledakkan emosi. Jeno mengetuk meja menggunakan jari, menghitung detik bom waktu Renjun akan meledak.

"KAN UDAH GUE BILANG. KALO GAK USAH BANTU YA GAK USAH! BEBAL SIH!"

Kan! Sudah Jeno duga. Ini salahnya. Karena niat baiknya dan Haje mereka berakhir disini sekarang.

"Au ah gue udah cape ngerjain dari tadi siang dan sekarang hasilnya malah nothing. Hiks.."

Haechan sudah menampakkan ekspresu lelah tidak berdayanya membuat Hyunjin semakin merasa bersalah.

"Jen gimana nih..?" Bisik Hyunjin pada Jeno.

"Gak tau juga gue. Elu sih lagian!"

Jeno melirik Renjun dan Haechan silih berganti. Bagaimanapun ia yang mengajak Hyunjin kemari. Itu berati dia juga ikut bersalah, seandainya ia dan Hyunjin tidak kemari, semua ini tidak akan terjadi.

"Hm gini deh. Kita kerumah gue aja. Kerjain ulang makalahnya bareng-bareng. Pake laptop gue aja. Tenang dayanya masih banyak. Gak di charge juga tetep hidup." Final Jeno kemudian.

Haechan menyunggingkan bibirnya senang. Renjun menghela nafas setuju, mau bagaimana lagi. Untung mereka sudah mau bertanggung jawab.

"Ojeh! Skuy kerumah Om Jep!" Seru Haechan penuh kesenangan.

DUDA COMPLEX (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang