bagian 7

68 9 6
                                    


BAGIAN 7

Ibu adalah anugrah terindah, sosok malaikat tanpa sayap, cahaya yang menerangi kehidupan. Pada intinya, ibu adalah segalanya bagi anaknya.
Begitupun bagi Renjun.

Meskipun ibunya hanya pernah menyentuhnya sekali, itupun kala Renjun hari pertama Renjun lahir ke dunia, dan ibunya sudah meninggalkannya.

Tidak, ibu Renjun tidak kemana-mana. Persalinannya berjalan dengan lancar. Hanya saja saat kembali pulang kerumah, Doyoung hanya membawa Renjun seorang. Tanpa Diana, istrinya.

Doyoung yang masih pada saat itu hanya seorang mahasiswa hukum semester 4, berani menikahi kekasihnya yang berasal dari kalangan konglomerat.

Doyoung dan Diana menikah secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan keluarga Diana, karena telah berkali-kali meminta restu, keluarga Diana selalu menolaknya.

Alasannya, Diana sudah memiliki calon pasangan yang sudah dipilih oleh keluarganya, yang sama-sama berasal dari keluarga bangsawan.

Tapi apa boleh buat, Diana mencintai kekasihnya. Sosok laki-laki biasa yang sederhana itu telah mencuri hatinya.

Diana ingin Doyoung segera menikahinya, dengan atau tanpa restu orang tuanya.

Awalnya Doyoung menolak, tapi ia juga ingin menikahi Diana. Tapi tidak untuk sekarang. Doyoung belum siap, ia belum mapan dan belum bisa menjamin kehidupan yang layak untuk kekasih konglomeratnya.

Lelah membujuk Doyoung, Diana meminta bantuan orang tua Doyoung. Gadis itu meyakinkan mereka bahwa nantinya saat Doyoung dan Diana telah menikah, pastinya keluarganya mau tidak mau akan merestui hubungan mereka. Karena sudah mau tidak mau.

Orang tua Doyoung mengerti maksud baik dari Diana. Mereka meyakinkan Doyoung di hari itu, dan keesokannya langsung menikahkan Doyoung dan Diana.

Flashback off.

Doyoung menutup album foto-foto pernikahannya dengan Diana. Album-album itu berdebu karena memang Doyoung meletakkannya di gudang.

Ia tidak mau kehilangan kenangan indahnya, tapi Doyoung juga tidak mau menyimpannya.

Rumit.

Kenangan itu begitu indah sehingga tak ingin di lupakan, akan tetapi kenangan itu juga bisa menyakiti hatinya dalam waktu yang bersamaan.

Doyoung tersenyum miris menghadapi kenyataan saat ini, betapa lucunya kehidupannya.

Dia yang memintanya untuk menetap selamanya, tapi dia juga yang pergi meninggalkannya. Dan tanpa dosa, berbahagia dengan yang lain.

Doyoung kembali teringat akan perjuangannya dulu agar mendapat restu dari keluarga Diana. Bahkan untuk ke yang sekian kali, ia rela berlutut dihadapan keluarga Diana tapi tidak ada yang menggubrisnya. Hanya terlihat Diana yang menangis dibelakang ayahnya.

Doyoung tidak menyerah, Diana juga tidak. Mereka masih menjalin hubungan selama bertahun-tahun hingga akhirnya mereka menikah dan mendapatkan Renjun.

Bayi mungil dengan mata lebar yang mirip dengannya. Hidung bangir dan bibir menawan yang menurun dari Diana. Renjun benar-benar perpaduan dari keduanya.

"Om Doy! Renjunnya ada? Mau Jeno ajak main futsal bareng nih!" Sapaan dari Jeno membuyarkan lamunan Doyoung yang sudah berada di teras.

"Eh iya jen, coba cari aja dikamarnya."

Jeno memicingkan matanya melirik Doyoung.

"Om, gapapa?" Tanya Jeno karena merasa aneh.

Karena tidak biasanya Doyoung dengan mudahnya memberi ijin Jeno untuk mengajak Renjun futsal. Apalagi ini hari kamis, jadwalnya Renjun les Bahasa Inggris.

"Kenapa Jen?" Doy malah bertanya balik.

"Sekarang kan waktunya Renjun les bahasa Inggris, masa om ngijinin-

"Gapapa, sekali-kali bolos." Ucap Doy kemudian berlalu ke dalam meninggalkan Jeno.

Jeno yang masih ternganga dan merasa speachless pun terheran-heran.

"Serius yang tadi itu Om Doy?"

Jeno menggeleng-geleng tak percaya. Tapi ia tetap menjemput Renjun dan mengajaknya bermain futsal.

"WEH WEH WEH WEH?!" Ecan heboh sendiri ketika melihat Jeno merangkul Renjun yang dengan wajah riang memakai baju futsalnya.

Haje langsung menyambut Renjun dan ber-tosria ala persahabatan mereka.

"Lo bolos les lagi Jun?!"

Renjun mengangguk senang, "tapi kali ini bokap tau, malah dia ngeijinin."

"Serius Om Doy?" Renjun mengangguk lagi.

"Gak kesurupan tuh orang?" Celetuk Haje.

"Gue juga mikir kayak gitu sih," sahut Jeno. "Soalnya Om Doy aneh. Gak kayak biasanya."

"Iya anjer!! Semudah itu kasih Renjun ijin, bolos les english lagi! Padahal dia kan paling ngotot banget biar Renjun pinter bahasa Inggris!" Ecan masih belum bisa menerima kenyataan ini.

"Mungkin ayah gue sadar, kalo gue emang gak begitu suka belajar Bahasa Inggris. Gue lebih suka Mandarin sih."

"Anjir ya makin sulit lah itu brok!" Kata Ecan.

Jeno dan Haje menggeleng-gelengkan kepala, kehilangan kata-kata perihal yang Renjun ucapkan barusan.

"Nggak kok."

"Ah mending gue belajar aksara Jawa aja!"

"Yeu kalo itu mah, lo emang udah diluar kepala. Gak usah belajar lagi!" Haje menoyor kepala Ecan.

"Ehehe.. ya emang wajib itu mah. Masa orang Jawa gak bisa aksara Jawa!"

"Gue gak bisa ehehehe.. tapi kalo arab gundul gue jagonya." ujar Jeno seraya tersenyum (eye smile).

Fyi; mapel bahasa Jawa itu emang mapel fav-nya Ecan. Karena itu dia mendalami banget sampe aksara Jawa udah diluar kepala. Selain emang gampang sih. Kalo Jeno, kenapa dia pinter arab gundul, soalnya Jeno pernah dimasukin ke pesantren sama bapaknya, Daddy Jae.



To..
Be..
Continue..

DUDA COMPLEX (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang