03

822 94 14
                                    

Clive masih menatap ke atas, dan tangannya menggenggam erat rumput yang  sedang ia dan Audrey duduki. "Saat kau bersekolah, di sanalah kau akan mengerti. Eh, kau belum sekolah, ya?"

Audrey menggeleng cepat. "Belum, Kak!

"Baiklah, aku harap kau tak mengalami hal yang aku maksud ini." Clive menatap Audrey kemudian.

Audrey hanya menganggukkan kepalanya. Ia terus tersenyum memandang sesuatu yang ada di depannya. "Kak, ini pertama kalinya aku berbicara dengan seseorang yang baik."

"Baik? Maksudnya?" Clive tak mengerti, ia menatap perosotan yang juga sedang ditatap Audrey.

"Ya ... setiap aku ke taman bermain, anak-anak berusaha menjauhiku. Namun, kakak tidak melakukan itu." jawab gadis kecil yang rambutnya terurai lembut.

Clive tertawa kecil. "Heh, kalau seandainya kita tidak sama, kita tak mungkin berbicara seperti ini."

"Sama?" Audrey kembali mengucapkan kata-katanya dengan nada bertanya.

"Ya, jika kau disebut anak normal, dan aku anak yatim piatu ... kita pasti tak akan bicara seperti ini. Namun, karena di sini posisi kita sama, kita pun bisa saling berbicara. Walaupun sebenarnya kita sama saja dengan anak-anak itu." jawaban Clive yang panjang tak dapat dicerna oleh Audrey.

"Posisi yang sama? Kakak yatim piatu? Aku haram ..." Audrey berusaha mencocokkan kata-kata itu di kepalanya.

Clive menggeleng dengan sangat cepat. "Tidak! Kau tidak haram. Kau ini anak yang manis, dan tidak haram sama sekali."

***

Wanita itu membawa bayi perempuannya pergi dari rumah besar itu. Ia tak menyangka semua ini terjadi padanya. Kakaknya meninggal dunia, dan ia juga harus sendirian merawat anak kecil ini.

Ia tahu, ia hanya diperalat oleh orang kaya. Seharusnya ia tak menerima ajakan konyol kemarin. Bodoh!

Ya, wanita itu adalah Vera. Dia melangkah jauh, sejauh mungkin dari rumah itu. Vera menatap wajah bayi yang begitu polos dan penuh kebahagiaan.

"Bunda harus bilang apa ke kamu kalau kamu menanyakan dimana ayahmu? Bunda harus jawab apa jika mereka di luar sana mengejekmu karena kau tidak punya ayah, tetapi sebenarnya kau memilikinya?"

"Apa perlu aku membuangmu ke panti asuhan? Kau bisa kan, sayang?"

Bayi kecil itu tak mengerti ocehan ibunya. Ia hanya menatap wajah ibunya seperti bayi yang menatap orang tuanya pada umumnya.

"Bagaimana kalau kau kuberi nama ... Audrey? Kau suka?"

Vera menatap bayi kecilnya. Bayi kecil itu tiba-tiba tersenyum.

***

"A-aku tak mengerti sama sekali! Tentang anak haram, atau apapun itu." Audrey menunduk.

"Biar aku jelaskan sedikit saja." Clive menepuk kepala Audrey.

"Aku ini anak yatim piatu karena aku tak memiliki ayah dan ibu. Kamu ... kau punya ibu dan ayah, tetapi ...,"

"Aku tak punya ayah, itu kata bunda!" Audrey memotong kalimat Clive tiba-tiba.

"Ah, sepertinya kau punya. Masalahnya, mungkin ibu dan ayahmu dulu melakukan kesalahan besar dan kau adalah anak yang harus menanggung akibat dari kesalahan mereka."

Audrey masih tak mengerti. Ia berdiri dan melangkah ke ayunan. "Aku ingin main saja. Aku tidak mengerti satupun yang kakak bicarakan."

"Ngomong-ngomong, nama kakak siapa?" lanjut Audrey dengan pertanyaan yang harusnya ia tanyakan dari awal.

"Clive. Panggil aku Clive saja."

"Baiklah, Kak Clive."

***

Sementara itu, Vera sudah mendekat ke arah sebuah panti asuhan. Ia ingin sekali membuang bayi kecilnya ini ke sana. Ia memeluk erat bayi itu untuk yang terakhir kali baginya.

Saat akan menuju halaman panti tersebut, Vera merasa ada yang aneh dengan bayi kecilnya. Ia menatap bayi kecil bernama Audrey itu menutup mata dan tak bergerak sama sekali.

Vera terkejut saat bayi kecil itu berhenti bernapas dan wajahnya semakin pucat. "Tidak! Hei, Sayang! Kau kenapa?"

Vera panik dan menepuk pelan pipi bayi kecilnya. Namun, bayi itu tak kunjung bangun. Kepanikan Vera semakin besar dan ia berteriak meminta bantuan dari penghuni panti asuhan tersebut.

Ia terus memeluk bayi kecilnya itu sambil menangis. Sampai beberapa pengasuh dari panti asuhan tersebut muncul dan memberi bantuan.

Bayi kecil itu mengalami henti napas dan detak jantungnya perlahan hilang. Namun, usaha dari pengasuh yang tak henti memberi pernapasan buatan tidaklah sia-sia.

Bayi kecil itu bernapas kembali, dan wajahnya yang tadi pucat berubah menjadi kemerahan.

Vera memeluk bayi itu dan berterima kasih sebesar-besarnya pada pengasuh yang sudah menyelamatkan putrinya itu. Ia masih menangis sambil menatap bayi kecilnya itu.

"Kau kuat, Sayang."





T. B. C.

Anak Haram [Ver. 02]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang