Waktu semakin sore, Audrey akhirnya pulang ke rumahnya. Ia terkejut saat melihat lampu di teras rumahnya telah menyala, sementara sebelumnya ia belum menyalakan lampu tersebut. Audrey yakin ibunya telah pulang, dan mungkin saja lampu itu dinyalakan oleh sang ibu.
Audrey membuka pintu lalu masuk ke dalam rumah. Ia begitu terkejut saat melihat ibunya ada tepat di hadapannya sambil memegang sebuah sapu.
"Kau darimana saja, Audrey?" tanya Vera.
"A-aku, aku tadi ke taman bermain ...," ucap Audrey menunduk.
Vera menggelengkan kepalanya. "Bermain, ya? Lalu, apa kau lupa soal yang bunda peringatkan beberapa waktu lalu? Jangan bermain keluar sana! Bagaimana kalau anak-anak nakal itu kembali mengganggumu? Hah?"
Audrey menatap ibunya dan berucap, "tidak, aku baik-baik saja."
"Mereka tidak menggangu Andrey sama sekali. Bunda tidak perlu khawatir!" lanjut Audrey dengan senyuman.
Vera membanting sapu itu ke lantai. Ia menggertak, "tetap saja kau telah melanggar janjimu sebelumnya!"
Audrey yang melihat sang ibu membanting sapu itu, mulai ketakutan dan menundukkan kepalanya. "Maaf, Bunda. Audrey minta maaf. Jangan menghukum Audrey, ya?"
Audrey perlahan mulai meneteskan air mata. Ia menangis dan mengucek matanya dengan punggung tangannya.
"Audrey memang salah, Audrey anak yang tidak nurut. Maafkan Audrey, Bunda!" isak anak itu pada ibunya.
Vera sekali lagi hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Ia mengubah raut wajahnya yang sedang marah, ia tersenyum.
"Sekarang, kau pergilah makan. Bunda sudah memasak sesuatu untukmu!"
***
Esoknya, Audrey kembali ke taman bermain itu. Sekarang Audrey bebas pergi bermain setelah kemarin Audrey menceritakan pada bundanya, tentang sosok anak bernama Clive yang ingin berteman dengannya.
Audrey tiba di taman bermain tersebut. Kebetulan, ada Clive di sana yang tengah duduk di rerumputan sambil membaca sebuah buku.
"Hai, Kak!" Audrey menyapa.
Clive menoleh ke arah Audrey dan tersenyum. "Eh, Audrey? Kamu main kesini lagi, ya?"
Audrey mengangguk dengan semangat sebagai jawaban. Ia kemudian duduk di samping Clive dan melirik buku tersebut.
"Kakak baca buku tentang apa?" tanya Audrey.
Clive menjawab, "buku tentang resep kue."
"Kakak suka memasak, ya?" Audrey bertanya lagi.
"Tidak! Aku tak bisa memasak. Ini buku nenekku. Nenekku suka membuat kue," ujar Clive.
"Bunda juga! Bunda bekerja sebagai penjual kue. Mungkin buku ini akan berguna bagi bunda." Audrey melirik setiap halaman buku itu.
Clive tersenyum. "Kau bisa mengambilnya. Berikan pada ibumu, jika menurutmu ia membutuhkannya."
"Sungguh? Nenekmu tak membutuhkan buku ini? Ini milik nenekmu." Audrey mengembalikan buku itu ke tangan Clive.
"Tidak. Nenekku sudah tua. Ia jarang membuat kue akhir-akhir ini. Lagipula, ia juga sudah hafal beberapa resep kue."
***
"Ngomong-ngomong, Kak, terima kasih telah menjadi teman Audrey!" ucap Audrey sambil memeluk buku tentang resep kue sebelumnya.
Clive mengangguk. "Ya, justru aku yang harus berterima kasih karena kau mau berbicara dan berteman denganku. Eh, kau akan pulang, ya? Ini sudah sore."
Gadis itu mengangguk dengan cepat. "Nah ... beberapa bulan lagi, Audrey masuk sekolah. Kakak bisa jadi temanku di sekolah nanti, kan?"
Clive menunduk. Ia membalikkan badan lalu mengepalkan tangannya. "Kenapa kau harus bersekolah?"
Audrey dengan bingung menjawabnya. Ia seharusnya sudah bersekolah 2 tahun yang lalu, tetapi tidak disekolahkan oleh Vera, ibunya. Vera tidak menyekolahkan Audrey sementara waktu karena takut anaknya jadi bahan ejekan di sekolah.
"ah, kata bunda ... kita harus bersekolah untuk meraih cita-cita."
Clive mengangguk sambil tersenyum getir. Ia perlahan menjauh dari Audrey dan berteriak. "Saat kau bersekolah nanti, jadilah anak yang kuat! Mereka semua takkan menjadi temanmu, dan bahkan aku tak bisa jadi temanmu!"
Namun, beberapa saat kemudian Clive menoleh ke arah Audrey. Ia berhenti melangkah. "Kau ... kau ingin jadi apa suatu saat nanti?"
"Aku ingin jadi seorang detektif. Di mana nanti aku akan mencari tahu tentang ayahku dan diriku yang sebenarnya."
Clive mengangguk. "Baiklah, itu cita-cita yang bagus. Kau bisa menggapainya, tetapi pastikan hidupmu kuat dahulu."
"Audrey anak yang kuat kata bunda," gumam Audrey.
"Ngomong-ngomong, kakak punya cita-cita juga, tidak?" lanjut Audrey dengan sebuah pertanyaan yang wajar untuk ditanyakan.
Clive menjawab, "kau tidak perlu tahu tentang cita-citaku. Apapun cita-citaku sebelumnya, keinginanku hanya satu. Aku ingin mati."
T. B. C.
Hai!
Maaf, sebelumnya saya tidak pernah update. Dari Minggu lalu, saya kurang enak badan, dan juga saya punya kesibukan pribadi yang harus diselesaikan terlebih dahulu.Semoga harimu selalu menyenangkan!
Terima kasih telah mampir di cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Haram [Ver. 02]
Teen Fiction"Berhenti memanggilku Anak Haram!" Start: 31 Oktober 2021 End: - /Hiatus High Rank: #1 - permen (06/11/2021) Note: Jangan lupa mampir ke cerita "Anak Haram" versi pertama!