S.V.[4]

9.4K 1K 191
                                    

Halo semua..

Terimakasih untuk saran kalian:)
atropha1
AESella_
NailaizzahRamadhani0
Hnyxi_08
adel_jlt

Dan terimakasih juga untuk kalian semua yang telah mendukung dan setia menunggu cerita ini:)

Sudah berjam-jam Diana berbaring di atas kasur miliknya. Meski hari sudah larut, matanya masih terang benderang, menolak berkelana kealam mimpi. Meski tak bisa mengingat isi novel secara detail , tapi Diana dengan jelas mengingat betapa buruknya nasib Airin di dalam novel.

Apakah ini karma untuknya?!

Karma untuknya karena dulunya ia  menghujat karakter Airin?

Tapi, bukankah tidak adil jika hanya dirinya yang terkena karma?! Masih banyak pembaca yang bahkan lebih parah saat membully karakter Airin dibanding dirinya.

Dan kenapa harus baru sekarang ia menyadari bahwa dirinya ternyata telah memasuki sebuah novel. Jika seandainya ia tahu lebih awal, mungkin setidaknya ia  bisa menghindari pertemuan pertamanya tadi dengan kaisar.

Larut dalam pemikirannya, Diana dikejutkan dengan gerakan kecil dari jendela kamarnya.

Diana segera bangkit dan memeriksa, namun tidak ada apa-apa. Diana menghela, mencoba menyingkirkan pikiran buruknya, lalu berbalik menuju kembali ketempat tidurnya.

***

Gerakan anggun dan bermartabat milik lelaki itu membuat siapa saja yang melihatnya terpesona. Tangannya yang memegang gelas wine begitu indah saat membawa gelas itu menuju bibirnya yang nampak begitu dingin.

Senyum dibibir dinginnya terbit tatkala ia mengingat wanita itu. Perasaan membuncah dalam dirinya menjadi bukti seberapa banyak ia menginginkan wanita itu.

Ajudan yang melihat senyum dibibir tuannya nampak merinding. Senyuman tuannya itu biasanya bukanlah sesuatu yang baik, banyak yang mati karena senyum itu.

Alberic Chauderon De Arandlle---sang kaisar dari kekaisaran Rechavia.

Lelaki dengan ketampanan yang tidak manusiawi itu kembali menyesap wine miliknya.

Dia sudah tidak sabar untuk memilikinya.

***

"Yang mulia...hiks" Diana menangis tersedu, air matanya tak kunjung berhenti saat melihat luci---pelayan yang dikhususkan untuk melayaninya itu kini tengah dihukum cambuk hanya karena permintaannya yang ingin menemui ayahnya.

Diana terisak memohon kepada lelaki yang kini tengah memangku dan memeluk tubuhnya dengan erat, menahan dagu Diana agar mendongak dan memaksanya menyaksikan penyiksaan itu.

Diana pucat pasi, selama hidupnya tidak pernah sekalipun ia mengalami tekanan sebesar dan seberat ini.

Rasa bersalah dan amarah dihatinya kian semakin membuat sesak. Melihat wajah pucat kesakitan luci yang masih muda itu membuat jantung Diana berdetak begitu menakutkan.

"Kau lihat itu?" bisikan dalam menyapa pendengaran Diana. Sensasi menggelitik ia rasakan saat Alberic menjilati daun telinganya dengan pelan.

"Yang mulia, tolong maafkan saya.." akibat menangis suars Diana menjadi serak. Tenggorokannya terasa sakit dan tubuhnya melemah akibat syok yang dialaminya.

"Tolong hentikan yang mulia,saya mohon" isakan Diana kembali mengeras saat melihat Luci yang sudah tidak sadarkan diri .

"Saya mohon..."

"Apa kau masih ingin menemui ayahmu itu?" pertanyaan dingin itu membuat tubuh Diana bergetar. Memang apa yang salah dengan dirinya yang merindukan ayahnya. Kenapa hal itu membuatnya marah?

Kenapa semuanya menjadi seperti ini.

Ayahnya...

Hobinya...

Temannya...

Hidupnya...

Semua dirampas darinya.

Hanya karena satu orang, segala kebahagiaannya menghilang dalam sekejap.

"Airin... Aku sangat pecemburu, jangan mengujiku, hatiku tidak sebaik hatimu, kamu paham?"

Diana segera mengangguk.

"Maafkan aku.."

"Kamu milik siapa?"

Pertanyaan itu mungkin sudah yang keseribu kalinya Diana dengar selama 1 bulan terakhir belakangan ini.

"Aku milikmu"

Alberic menyeringai, mencium rambut Diana lalu memerintahkan para pengawal untuk menyudahi penyiksaan pelayan tadi.

"Jangan pernah lupakan itu"

Dan begitulah, kehidupan Diana perlahan bukan lagi miliknya.

Sexy VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang