2. IKHLAS GUS

603 40 0
                                    

"Tanya saja," sahut Ali.

"Kenapa Gus terima perjodohan ini?"

"Tidak ingin mengecewakan Umi dan Abi saya. Lagi juga saya percaya, kalo wanita pilihan Umi dan Abi, pasti baik-baik," jawab Ali santai.

Aku sedikit terkejut saat Gus Ali berkata baik-baik. Nyatanya tidak.

Penampilan ku pun masih terbuka. Dan aku juga masih belum terlalu paham dengan agama. Apakah aku bisa dikatakan wanita baik-baik?

"Hum," ucapku dengan deheman.

"Tapi Fatin bukan seperti yang Gus bilang. Baik-baik. Fatin belum bisa apa-apa, paham agama juga masih bolong-bolong," cicitku pelan.

Ali tertawa mendengar ucapan istrinya ini. Memang ia lupa, ia telah menikahi SMA.

"Ish! Malah ketawa," kesalku.

"Saya akan berusaha sebisa saya, untuk membimbing kamu, menuju surganya Allah,"

"Makasih, Gus. Udah terima Fatin,"

"Saya juga, terima kasih," senyum Gus Ali.

Sumpah, senyumnya bikin diabetes.

Gus, udah. Jangan senyum! Fatin gak kuat!

Ali merogoh saku baju kokonya, dan mengambil cincin yang sudah ia beli dari jauh-jauh hari.

"Mau pakai?"

"Emang boleh?"

Ali terkekeh. "Ya boleh, kan ini cincin akad tadi pagi."

"Mau,"

Ali tersenyum, dan memakaikan cincinnya pada Fatin. Begitu pun dengan Fatin, ia juga memasangkan cincin satunya lagi pada jari Gus Ali. Setelah memakaikan cincin satu sama lain, aku mencium punggung tangan Gus Ali. Dan Gus Ali juga mencium keningku agak lama. Dan sembari membacakan doa. Entah aku tidak tahu doa apa. Tetapi aku aminkan saja.

"Pindah ke pesantren, mau?"

"Tinggal disana?"

"Iya,"

"Kapan?"

"Saya ikut kamu, mau nya kapan?"

"Besok aja, ya, Gus. Masih pengen tidur dikamar sini," cicitku.

Gus Ali mengangguk mengerti. Memang tidak mudah bagi Fatin menerima semua ini. Apalagi secara mendadak begini.

Saat asik berduaan. Ada yang mengetuk pintu utama, dan terdengar juga suara laki-laki. Dengan cepat, Gus Ali menggendong Fatin ala bridal style, menuju kamar Fatin diatas.

Saat melewati dapur, ia memanggil Dini.

"Bunda, itu didepan ada yang ngetuk pintu, suara cowok. Tolong Bunda bukain ya, Ali taruh Fatin dulu keatas,"

Dini hanya bisa tersenyum. "Iya, nak,"

Sesampainya didalam kamar, Gus Ali menurunkan Fatin diatas ranjang dengan pelan.

"Ish! Kenapa Fatin dibawa kekamar?"

Ali menghela nafas berat. "Kamu mau bertemu laki-laki lain dengan berpenampilan seperti ini? Ha?!" tanya Ali sedikit emosi. Kala istrinya masih bertanya kenapa.

Aku menundukkan kepala. "Maaf," lirihku.

Ali merasa bersalah juga, karena sudah membentak Fatin.

Ali mendekati Fatin, dan duduk disampingnya. "Maaf, tadi saya udah bentak kamu."

"Saya hanya tidak ingin aurat kamu dilihat oleh laki-laki lain, selain saya." lanjut Ali memeluk Fatin.

"Maafin Fatin, belum bisa jaga aurat,"

REALMADA {ON GOING} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang