4. GAK BISA MASAK MALU

473 34 0
                                    

Sesampainya dibawah, aku langsung memberikan nya uang tersebut.

"Buat siapa, Kak?" tanya Nabila bingung.

"Ya, buat kamu," kekehku.

"Lho, kan ini bukan waktunya gajian,"

"Bonus,"

"MasyaAllah, terima kasih banyak, Kak."

"Sama-sama,"

"Kalo gitu aku pamit, ya, Kak. Assalamualaikum,"

"Iya, waalaikumsalam," balasku.

Setelah Nabila pergi, aku kembali lagi keatas, dengan membawa semua berkas-berkas kontrak tadi. Dan sekalian juga akan siap-siap pindah ke pesantren siang ini.

"Udah?"

"Udah, Mas,"

"Siap-siap gih, kita pindah sekarang. Jangan lupa pakai gamis dan hijab." titah Ali.

"Tapi Mas, aku gak punya gamis sama hijab,"

"Nih," Ali menyodorkan paper bag berwarna merah.

"Apaan?"

"Gamis sama hijab, sayang,"

"Lho, kapan kamu belinya?"

"Aku suruh orang tadi pagi, pas kamu mandi," jawab Ali santai.

"Yaudah, aku pakai dulu,"

Ali yang melihat istrinya ke dalam kamar mandi pun mencekal lengannya.

"Kenapa Mas?"

"Disini aja,"

"Disini apanya?" tanyaku heran.

"Gantinya," senyum goda Ali.

Aku memukul lengan Mas Ali. "Ish, mesum!"

Ali terkekeh. "Sama istri sendiri,"

☆♡☆

Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam 30 menit, akhirnya aku dan Mas Ali sampai dipesantren.

Sebelum keluar mobil, aku mencekal tangan kiri Mas Ali.

"Kenapa sayang?"

"Malu," rengekku.

Ali menyentil hidung istrinya karena gemas.

"Gak usah malu, ayok turun,"

"Tapi Mas,"

"Ayok Fatin Alma Alaska,"

Akhirnya aku sudah turun, dan berjalan beriringan dengan Mas Ali. Aku juga tidak pernah melepaskan tangan Mas Ali disepanjang jalan.

Pesantrennya sangat besar. Saat aku dan Mas Ali memasuki area asrama, semua santri laki-laki mencium punggung Mas Ali, dan menyapa dengan sangat ramah.

Begitupun dengan para santriwati, mereka semua tersenyum, aku juga membalas dengan senyuman. Ketika mereka akan salim padaku, aku langsung menjauhkan tanganku kebelakang.

Rasanya sangat tidak pantas sekali aku diperlakukan seperti itu. Terlebih lagi mereka sepertinya lebih tua dari aku. Dan hanya ada beberapa santriwati saja yang seumuran denganku, atau dibawah.

"Eh, gak usah," ujarku.

"Ih, gak apa-apa, Ning. Sudah seharusnya," ucap salah satu santriwati.

REALMADA {ON GOING} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang