6 Februari 2021

13 5 0
                                    

Aku ingin bilang aku lelah; juga ingin cerita sama orang lain. Tapi sebelum bisa membuka bibir, aku malah lebih dulu menangis. Jadilah ia pengantar kesedihanku selepas Tante Ani memberitahu tentang keadaan Mama sekarang.

Semua keanehan yang terjadi akhir-akhir ini berujung pada penyakit. Aku tidak tahu kenapa Mama bisa terbaring di sini. Padahal dua hari lalu dia baik-baik saja. Baru kemarin dia memakai serum itu dan di tengah malam yang dingin, tubuhnya sudah pucat dan kehangatan tidak lagi ada.

Berkali-kali kucoba menguatkan kaki agar tegap menopang tubuh yang rasanya hilang separuh nyawa. Bendungan air mata di pelupuk netra, mengaburkan pemandangan berupa gundukan tanah dan kelopak bunga juga wewangian harum di atasnya.

Apa ya nama perasaan ini? Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Amarah dan penyesalan bercampur menyerupai adonan busuk di tengah kekacauan. Sesak tersumpal dalam dada dan dedaunan bergoyang tidak cukup memberitahuku bumi masih berputar; waktu tidak berhenti; aku sebenarnya masih bisa bernapas.

Seharusnya benar-benar kucegah Mama menggunakan serum itu. Beliau memang sangat percaya pada presiden yang dipilihnya. Tapi aku, anaknya ... orang yang lebih tahu digital dan apa yang ada di dalamnya. Dengan informasi tumpah ruah, seharusnya aku mencegah Mama menggunakannya! Serum itu jelas-jelas sangat berbahaya.

Satu gelengan kepala, akhirnya pertahananku runtuh juga.

Mama maaf .... Maafin Desta ....

ReprobationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang