Perjalanan dari Jakarta menuju Zurich memakan waktu kurang lebih 19 jam. Hari pertama mereka ingin habiskan di Zurich, hari ke dua Tirano dan Lugano, hari ketiga Zermatt, hari ke 4 Geneve dan Grindelwald, lalu hari berikutnya Jungfraujoch, lalu Luzern dan terakhir Titisee.
Satu Minggu mana cukup untuk Revano, tapi Ia pun tak bisa jauh dari Ayahnya. Biarpun hampir setiap hari mereka bertengkar, tapi percayalah, rasa sayang Revano begitu besar pada sang Ayah, begitupun sebaliknya.
Karena sampai disini sore, Revano hanya mengajak Miracle jalan-jalan sekitaran hotel yang bernuansa klasik itu, mengajaknya makan di restoran Itali, mencoba anggur Prancis, intinya hanya jalan-jalan sore dan kembali saat malam.
Miracle dan Revano perlahan-lahan mulai mengenal satu sama lain. Miracle pikir Revano hanya sosok lelaki yang kaku dan dingin, namun ternyata persepsinya itu salah. Dan satu hal yang tak boleh dilupakan, gombalan-gombalan maut dari Revano tak pernah gagal membuat wajahnya merona.
"Huh, aku sangat lelah" ucap Revano sembari merebahkan diri di atas kasur bersprai sutera halus itu.
Miracle baru saja membuka mulutnya untuk bicara, namun suara ketukan di luar pintu mengurungkan niatnya.
"Who?" Ucap Revano dengan suara bariton nya.
Lalu seseorang di luar itu berseru bahwa Ia membawa makan malam.
"Akan kubuka" ucap Miracle
Terlihatlah seorang pelayan membawa satu troli penuh berisi makanan. Ia izin masuk dan menata makanan-makanan dengan porsi sedikit itu di atas meja di ujung ruangan, dekat jendela besar yang menghadap ke pemandangan indah di luar sana.
"Silakan nikmati makanan anda Tuan dan Nyonya, saya akan tetap disini. Jangan merasa terganggu, anggap saya tidak ada" ucapnya dalam bahasa Prancis yang dimengerti oleh Revano. Miracle hanya tersenyum saja, hanya 2 bahasa asing yang Ia tahu yaitu Mandarin dan Inggris tentunya. Namun Revano, ternyata Ia seorang polyglot.
Sedari kecil Ia tinggal di Amerika, dengan teman-teman yang berasal dari negara yang berbeda. Sekolah internasional terkenal itu benar-benar membuatnya menjadi seorang yang jenius. Hanya dalam waktu tiga tahun saja, 7 bahasa sudah bisa Ia kuasai. Sedang Miracle, belajar bahasa Inggris dari SD sampai SMP tak lancar-lancar jua. Sad
"Makanlah, sayang. Tubuhmu itu kurus, kau harus makan banyak" ucap Revano
Agar kuat melayaniku nanti. Lanjutnya dalam hati
Miracle melahap makanan di depannya. Hanya salad yang Ia tahu, selebihnya terlihat asing namun tentu saja menggugah selera.
Awalnya Ia pikir makanan orang Eropa tidak akan cocok dengan lidahnya, namun ternyata Ia salah. Justru tiap makanan Eropa yang masuk ke mulutnya begitu lezat. Yang Ia tahu makanan dari Eropa hanyalah Pizza dan spaghetti. Sekarang Ia tahu lebih banyak. Sayang, porsi tiap makanan sedikit.
Melihat suami istri itu selesai dengan makannya, sang pelayan mendekat dan membereskan kembali piring-piring kotor ke troli lalu ijin pergi.
Kamar yang remang-remang khas abad klasik dengan lilin aromaterapi merupakan suasana yang baru bagi Miracle. Apalagi malam ini rasanya hening karena memang jauh dari kesan perkotaan. Suasananya memang benar-benar di desain untuk pasangan berbulan madu!
Tidak ingin berada dalam suasana canggung, Miracle kemudian berdiri dan berkata "aku ingin mandi"
Tapi disaat yang sama, Revano juga mengatakan hal yang sama.
"Aku duluan" ucap Revano
"Ladies first" ucap Miracle
"Dimana-mana suami dulu baru Istri", Revano jelas tak mau mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me, Please My Husband
RomanceMiracle pikir hidupnya akan berubah setelah menikah. Ia merasa mempunyai naungan dari Ibu dan kakak kembarnya yang kejam. Ia pikir ia akan mendapatkan pelukan hangat saat dirinya terpuruk rapuh oleh kejamnya perlakuan dunia, Ia akan memiliki sebuah...