Miracle : Ingin Disuapi Tapi Gengsi

52 6 1
                                    

Di ruangan luas yang di dominasi warna biru langit inilah Miracle berada sekarang. Ya, Verdian memberikan kamar almarhum putrinya pada Miracle.  Karena sebetulnya sebelum Revano, Verdian memiliki seorang putri yang umurnya terpaut 7 tahun lebih tua dari Revano, Davina namanya. Yang berarti, Davina adalah kakak dari Revano. Davina meninggal karena terjatuh dari atas perosotan air saat dirinya bermain bersama teman-temannya. Terjadi pembekuan darah saat perjalanan ke rumah sakit sehingga nyawanya tak tertolong.

Verdian menghela nafas mengingat hal ini. Hatinya rasanya ngilu mengingatnya, terasa sakit sampai ke ulu hati. Butuh waktu bertahun-tahun bagi dirinya untuk mengikhlaskan putri kesayangannya itu. Putrinya yang pemalu, lugu, seperti Miracle. Itulah mengapa saat bertemu dengan Miracle dan melihat sorot mata ketakutannya, Verdian merasa terlempar ke masa lalu saat Davina membuat kesalahan sekecil apapun dan meminta maaf dengan sorot mata yang sama seperti Miracle. Gelisah dan rasa takut terpancar dari mata coklat itu. Ia rasanya...

"Pak?" Ujar Miracle yang seketika membuyarkan lamunannya.

"Ya?" Jawab Verdian dengan menghembuskan nafas panjang.

"Apa ada masalah? Anda terlihat begitu sedih saat melihat kamar ini. Apa ada masa lalu di ruangan ini sampai membuat matamu berkaca-kaca?" Tanya Miracle menatap lurus pada mata Verdian, mencoba mencari sesuatu disana. Dan Ia tahu, ada banyak luka dan kepedihan dari sorot mata itu.

"Kau bisa berbagi masalahmu denganku, Pak" lanjutnya

Verdian tersenyum lebar dan mengusap dengan sayang kepala Miracle. Lihat, bahkan gadis dengan beribu-ribu rasa sakit sepertinya pun masih mau mendengarkan rasa sakit orang lain. Memang tak salah Ia diberi nama Miracle. Ya, Miracle. Sebuah keajaiban. Karena orang yang dekat dengannya selalu merasa bahagia jika berada di sisinya. Gadis lugu nan polos ini bahkan mampu membuat hati Revano mencair sedikit demi sedikit.

"Bisakah kau memanggilku Ayah, Racle?" Tanya Verdian

"A... Ayah?" Tanya Miracle kikuk.

"Ya, lihat. Ayah bahkan memanggilmu Racle sekarang. Akan sangat tidak adil jika kau tidak memanggilku Ayah bukan?"

"Baiklah, Ayah?" Cicit Miracle

"Nah, begitu baru bagus" Ujar Verdian senang dan menepuk pelan kepala Miracle.

"Kemari lah, peluk Ayahmu ini", Verdian merentangkan kedua tangannya dan Miracle langsung menghambur memeluk Verdian. Air mata Miracle hampir saja menetes namun Ia tahan. Siapapun tolong ambilkan tisu. Percayalah Ia sangat bahagia sekarang. Rasanya seluruh dunia memperlakukannya hangat hari ini.

Ayah lihatlah! Akhirnya ada juga yang dapat menyayangiku seperti Ayah. Jerit Miracle dalam hatinya

Bukan hanya Miracle yang merasa sangat bahagia, karena orang yang dipeluk pun merasakan hal yang sama. Rasa-rasanya putri kecilnya itu telah kembali ke dalam kehidupannya. Mulai sekarang Miracle adalah Davinanya. Air matanya jatuh menetes membasahi rambut Miracle. Hanya setetes. Ayolah, dia merasa gengsi juga sudah tua bangka begini masih saja mengeluarkan air mata.

"Ekhem! Ada drama apa ini?"

Miracle melepaskan pelukannya dari Verdian dan mereka berdua menoleh ke arah suara dan terlihatlah Revano berdiri 5 langkah dari mereka.

"Dan Ayah, kau bisa menangis juga ternyata? Kukira di usia tua mu, air matamu juga ikut mengering" sindir Revano

"Dan kau, kukira bibirmu itu mati rasa. Tapi ternyata masih bisa tertawa lepas juga" sindir Verdian

Pada akhirnya baik Verdian maupun Revano saling melempar tatapan tajam, membuat Miracle yang berada di tengah-tengah mereka rasanya ingin menepuk jidat saat itu juga. Hubungan anak dan ayah di depannya itu lebih kentara seperti sahabat ketimbang hubungan yang semestinya.

Hug Me, Please My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang