Drama keluarga berakhir dengan Miracle yang kini tengah menyeret kopernya, oh bukan bukan. Lebih tepatnya koper ayahnya. Miracle sempat tertawa dan menangis bersamaan tadi saat membereskan pakaiannya. Kopernya itu warna merah muda. Bayangkan ayahnya bepergian kemana-mana dengan memakai koper itu. Bayangkan seorang pengacara yang begitu berkharisma menenteng sebuah koper merah muda saat bertugas ke luar kota. Bayangkan berapa banyak pasang mata yang menatap geli pada ayahnya itu. Tapi dulu tak ada masalah bagi ayahnya membawa-bawa koper pilihan dirinya. Miracle dulu bersikukuh bahwa koper itu sangat cocok untuk Ayahnya saat dulu ikut membeli koper baru.
Ya, bagaimanapun terlihat garangnya seorang lelaki, terlihat gentle nya seorang lelaki, atau terlihat betapa "premannya" seorang lelaki, jika anak perempuannya sudah memintanya bermain barbie dan permainan anak perempuan lainnya, pasti akan dengan senang hati diturutinya.
Termasuk Ayah.
Ah, kalau mengingat ini rasa rindunya pada sang Ayah semakin besar saja, Padahal kan baru subuh tadi Ia berziarah ke makam Ayahnya. Tetapi rasanya jelas sangat berbeda. Dulu Miracle bisa memeluk tubuhnya, sekarang yang bisa Ia peluk untuk menyalurkan rasa rindu hanyalah batu nisannya. Dan saat Ia ingin berdialog dengannya, Miracle hanya bisa memanjatkan sebuah do'a pada yang maha kuasa.
Karena itulah, Miracle sampaikan pada salah satu novelnya 'embun di ujung rumput' bahwa sayangilah orang tuamu selagi masih ada. Berusahalah selalu untuk membahagiakan mereka. Karena kalau mereka sudah tak ada, kesuksesan pun akan sia-sia rasanya, terasa ada yang hilang.
Miracle mengerjap kaget kala Revano menggenggam tangannya dan menuntunnya masuk ke dalam mobilnya. Itu terjadi sepersekian detik hingga Miracle tersadar dan bingung.
"Pak..."
"Ayah sudah pergi menaiki mobil yang lain"
"Oh" lirih Miracle
Sekarang Ia bingung harus bagaimana. Mana Revano tipe-tipe pria jarang bicara pula. Auranya terasa dingin, tapi inilah yang membuat jantungnya berdebar.
Tengah sibuk dengan pikirannya, Tiba-tiba Revano mendekatkan tubuhnya pada Miracle sehingga Ia refleks mundur sekuatnya hingga kepala dan punggungnya terbentur pintu dan jendela mobil.
"Aw!"
Ia pikir Ia akan diapa-apakan, ternyata Revano hanya ingin memasang seat belt padanya.
Aish ! Memalukan part 2.
Dirinya ini! makin buruklah citra dirinya di depan Revano, pikirnya. Miracle ingin mengucapkan maaf dan terima kasih tapi lidahnya ini rasanya kelu. Akhirnya Ia hanya melirik ragu pada Revano yang ekspresinya masih datar sedari tadi. Baiklah, Ia urungkan saja niatnya itu. Miracle malah memilin jarinya di pangkuannya karena benar-benar tidak tahu harus bicara apa. Sudah beberapa menit berlalu dan mobil hanya melaju tanpa ada pembicaraan sepatah katapun diantara mereka, namun untunglah akhirnya Revano memulai pembicaraan.
"Lain kali kalau mau menyiram tanaman, nyalakan dulu keran airnya" celetuk Revano
Sontak Miracle menoleh pada Revano. Mulutnya sudah bersiap melontarkan kata namun Revano lebih dahulu memotongnya.
"Apa? Memang benar kan?"
Mata tajam itu! Miracle tidak kuat dengan tatapan Revano yang terasa dalam, menyelam sampai ke relung hatinya. Miracle salah tingkah dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Jangan sampai Revano melihat pipinya yang memerah.
Sudut bibir Revano bergetar. Mati-matian Ia menahan agar tawanya tidak meledak. Ternyata mood booster sekali menggoda gadis di sebelahnya itu. Ah, kenapa juga Ia tidak bertemu dengan Miracle jauh-jauh hari. Takdir memang lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me, Please My Husband
RomanceMiracle pikir hidupnya akan berubah setelah menikah. Ia merasa mempunyai naungan dari Ibu dan kakak kembarnya yang kejam. Ia pikir ia akan mendapatkan pelukan hangat saat dirinya terpuruk rapuh oleh kejamnya perlakuan dunia, Ia akan memiliki sebuah...