Aku merasa seperti tersambar petir, dunia ku berhenti persekian detik dan kali ini ia mulai merasakan lagi suatu hal yang mengganjal sedari dulu. yang membuat air matanya berlinang tanpa mengalir, dengan dua object yang saling bertengkar sangat bising di kepalanya sendiri. Sang dewasa marah pada si kecil karna selalu ingin cepat dewasa, kemudian sebaliknya si kecil marah pada si dewasa karna terlalu menggunakan perasaanya seperti anak kecil pada umumnya, yang mudah menangis, mudah merasakan sakit, mudah mengeluh, dan mudah menyerah.
Ia kini memandang sepuluh jemarinya tergerak dengan sendirinya, dadanya sesak, dengan isi kepalanya yang ingin berteriak muak . Ia berdiri dengan cekatan, atap yang bocor karna angin dan hujan petir yang sangat lebat. Satu persatu ia lakukan mulai dari memindahkan perabotan supaya tidak terkena rintikan air yang bocor dari atap, di sinari satu cahaya telepon gengam yang di taruh di atas meja yang setidaknya dapat menerangi meski hanya dari satu arah. Tangannya kini mulai handal memotong sayuran dan memasak, sup memang sangat pas di makan kala hujan dingin menusuk kulit dan menyerang. Akhirnya semuanya selesai, ia menuangkan satu porsi sup ke dalam mangkuk dan memberikannya kepada arlo.
Arlo Brian Saputra seorang Pria yang gagah perkasa dan sangat kuat, namun saat ini demam sedang sayang padanya, adikku adalah satu-satunya alasan aku bertahan hingga saat ini. Aku tau hatinya hancur karna tak sempat menikmati indahnya masa kanak-kanak pada usiaku dahulu, tapi berkatnya aku tidak pernah merasa berjuang sendirian yang kini membuatku harus tetap bangkit meski aku merasa asing dengan diriku sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoraksa
Teen FictionSeorang remaja yang dipaksa dewasa oleh keadaan yang membutnya harus berdiri di tapak kakinya sendiri. Ia tak pernah berteriak minta tolong atau mengulurkan tangan pada situasi genting sekalipun, baginya mempercayai orang lain hanya akan membuat kep...