Maafin aku. Selama ini aku belum bisa jadi istri yang baik buat kamu dan ibu yang baik buat anak anak kamu.
Tapi kamu harus tau, aku selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik, meski mungkin pada kenyataannya aku belum mampu.Kamu tau ga, dengan kamu ga ngabulin "ucapan aku tentang perpisahan", aku jadi ngerasa disayang banget sama kamu, aku ngerasa dilindungi sama kamu, aku ngerasa diharapkan dan dibutuhkan sama kamu.
Kamu tau ga, kenapa selama ini aku sering bilang kata kata itu? Karena jujur aku insecure banget sama diri aku sendiri. Aku ngerasanya kamu ga begitu sayang sama aku karena beberapa kali kamu selingkuhin, aku ngerasa ga begitu kamu hargai karena seberapa seringnya aku disiksa sama kamu, aku ngerasa kamu ga 100 persen nerima fisik aku karena kata kata kamu tentang nazhor kita yang dulu.
Aku selalu ngerasa, pengeennn banget rasanya ngeluarin isi hati aku ke kamu, semuanyaa, termasuk kata pisah. Sama kaya kamu yang bisa ngeluapin emosi dan amarah kamu ke aku selama ini tanpa aku lawan dan aku bantah.
Aku kira, dengan aku bersabar atas emosi dan amarah kamu. Kamu juga bisa bersabar atas luapan luapan isi hati aku.
Kamu tau ga, dari kecil aku ngerasa terasing. Aku ngerasa, cuman Bapak yang sayang sama aku. Sayangnya aku jarang banget bisa ngobrol sama Bapak. Bapak pergi abis shubuh, pulang larut malem.
Tapi setelah aku nikah sama kamu. Aku ngerasa ada seseorang yang bisa menjadi sandaran aku, bisa menjadi tempat aku berkeluh kesah. Dan yang terpenting, aku punya seseorang yang aku kira bisa mencintai dan menyayangi aku, sepenuhnya. Kasih sayang yang dari kecil aku harapkan, aku kira bisa aku dapatkan dari kamu.
Tapi sekali lagi harapan itu patah. Bahkan beberapa kali. Sejak pertama kali kamu siksa aku dengan cara yang lebih menyiksa dari siksaan Mamah aku.Aku pengen banget diayomi, meski usia aku 1 tahun di atas kamu. Aku pengen banget dimanja, meski aku udah sedewasa ini. Aku pengen digenggam erat, meski aku sering menolak dan memberontak.
Dari kecil, aku gatau gimana rasanya disayang tanpa dibanding bandingkan, dicintai tanpa terus menerus dihakimi. Semenjak aku kenal kamu di masa ta'aruf kita, aku banyak berharap sama kamu. Aku bersyukur, ternyata ada yang siap mencintai dan menyayangi aku. Dengan rasa cinta dan sayang yang sejak dulu aku nanti nantikan.
Kalo ternyata kamu udah ga bisa nerima aku lagi. Maafin aku, dari ujung rambut hingga ujung kaki aku. Dari lahir hingga bathin aku. Maafin aku atas apa yang aku sengaja, hingga semua yang ga aku sengaja.
Aku ga mau banyak drama.
Tapi memang ini yang aku harapkan dari kamu. Sejak awal kamu ajak aku nikah.Aku ngerasa kamu cahaya aku, kamu harapan aku. Kamu bahagianya aku, bahagia yang selama ini aku cari di rumah aku yang sesak dengan keributan keributan.
Kata kata aku, yang aku gamau sehidup semati sama kamu, tapi maunya sehidup seSurga sama kamu. Itu beneran.
Ikan ikan besar, ga mungkin terpancing dengan umpan umpan yang kecil.
...
Begitulah isi pesan whatsapp dariku untuk suamiku, ketika dia melontarkan kata talaq padaku untuk yang pertama kalinya dan menyuruhku pulang ke rumah orang tuaku.