Setelah menemani Zee mengambil seluruh barang-barangnya yang dirasa penting. Zay membawa Zee ke kediamannya. Lebih tepatnya Zee yang meminta dia untuk membawa Zee ikut serta kemana pun Zay pergi. Termaksud rumahnya.
"Ini rumah anda?" Tanya Zee terdengar tak percaya dengan apa yang tengah Zee lihat saat ini. Rumah sederhana yang sangat kecil di daerah yang sangat kumuh.
Bahkan rumah itu entah bisa dikatakan rumah atau tidak. Karna terlalu kecilnya rumah itu hingga Zee yakin jika kamar di rumahnya bahkan lebih besar dari keseluruhan rumah itu.
"Ya, kenapa? Anda ingin kembali ke rumah besar anda?" Tanya Zay dengan nada menyindir.
Zee hanya menggeleng, tidak menanggapi ucapan Zay yang begitu tak bersahabat. Karna dia sudah bersyukur bisa keluar rumah itu. Dan setidaknya ada tempat yang masih mau menampungnya. Hingga dia tidak punya pilihan lain selain tetap tinggal di rumah itu bersama Zay ketimbang kembali ke rumah papanya.
"Bisakah aku meminjam ponselmu?" Tanya Zee begitu mereka sampai di teras rumah Zay.
Dengan Zee yang membawa tas lumayan besar yang berisi baju dan perlengkapan lain. Sedang Zay yang berdiri di depan pintu rumahnya.
"Untuk apa?" Tanya Zay tak bisa menutupi rasa penasarannya.
"Aku ingin menghubungi seseorang. Sudah lama tidak aku hubungi. Aku yakin dia pasti sangat merindukanku."
Jawab Zee pelan. Sejenak Zay heran karna Zee tidak berbicara angkuh padanya. Dia malah terdengar takut-takut.
Juga tidak ada wajah sombong, jika seperti ini Zee tampak cantik dimatanya.
Zay menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikirkan aneh. Kenapa dia berubah menggelikan?
"Tidak. Ponsel saya bukan sembarang orang yang boleh meminjamnya." Seru Zay tegas. Tidak mau jika ada yang menyentuh benda pintarnya.
"Pelit sekali." Gerutu Zee yang masih di dengar Zay.
"Saya rasa anda tidak semiskin itu untuk membeli ponsel saja tidak mampu." Sarkas Zay.
Tanganya sibuk membuka kunci rumah di depannya. Namun wajahnya nampak begitu datar sesekali melirik Zee. Melihat seperti apa respon gadis itu nanti.
"Aku memang tidak punya uang, selama papa sakit. Tidak ada yang memberikan aku uang." Jawaban santai Zee di luar dugaan Zay. Dia bahkan sempat berpikir jika Zee akan membalas tak kalah sarkas.
"Dan begitu anda berlagak ingin membayar saya tiga kali lipat dari gaji saya?" Ledek Zay kian berani. Mengingatkan Zee tentang tawaran konyolnya itu.
"Untuk membeli ponsel saja tidak mampu apalagi membayar saya." Sindirnya kemudian.
"Apa kamu tidak bisa sekali saja tidak usah sinis padaku? Apa kamu masih marah karna aku memintamu untuk menikahiku?"
Zee yang sedari tadi menjadi bahan sinisan Zay pun akhirnya tidak tahan. Memilih mengungkapkan isi hatinya ketimbang diam saja. Setelah kejadian di rumahnya, dia kira Zay akan baik padanya.
Tapi ternyata pikirannya salah, Zay terus saja bersikap menyebalkan.
"Bukan hanya itu, gara-gara saya menolong anda, saya hampir kehilangan pekerjaan. Kalau saja anda lupa."
"Jadi kamu mau bilang jika tadi kamu tidak ikhlas menolongku? Dan menyesal, begitu?"
"Tentu saja tidak. Jika bukan karna tubuh anda yang bersedia melayani saya dengan gratis. Saya tidak akan repot-repot mau menolong anda."
"Sialan." Rutuk Zee semakin kesal.
"Jadi, persiapkan diri anda malam ini. Saya tidak akan membiarkan anda lepas begitu saja. Anda harus menyerahkan semuanya, kalau perlu anda harus membuat saya puas dan tidak menyesal karna telah menolong anda." Lanjut Zay mengabaikan rutukan Zee.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Mrs. Sanjaya) Wedding in Chaos
RomanceKisah percintaan tentang seorang pengacara dengan nona muda yang memiliki segalanya. Di pertemukan dalam sebuah hubungan yang rumit juga keadaan yang sulit. Memaksa mereka untuk saling melindungi juga mencintai. Mampukah Zaydan, yang notabennya tid...