Zee menatap Zay yang kini tampak begitu serius memakan makanannya. Meski sesekali pria itu mengernyit, mengerutkan kening samar. Tapi dia tetap memaksa menelan makanannya. Membuat Zee diam-diam mengulum senyum lega.
Terlihat sekali jika pria itu saat ini tengah memaksakan diri untuk memakan masakannya. Padahal dia terlihat sedang tak lagi nafsu makan. Jika seperti ini, kenapa pria itu terlihat lebih manis?
"Sudah?"
Zay mengangguk. Menyerahkan piring di tangannya ke arah Zee. Yang diterima perempuan itu tanpa kata. Setelahnya dia pun mengulurkan air pada Zay.
"Apa kamu memiliki obat demam?"
"Saya hanya butuh istirahat. Setelahnya juga sembuh." Jawab Zay menyerahkan gelas berisi air yang tinggal setengah ditangannya pada Zee.
Zee menghela nafas panjang. Mengangguk mengerti tanpa mendebat lagi. "Jika kamu butuh bantuan ku, kamu bisa memanggil ku, Zay."
Zay tak membalas. Dia hanya bersiap berbaring. Kepalanya masih nyeri, dan bertambah nyeri karena drama wanita di depannya. Dan berharap setelah ini dia bisa benar-benar tidur tanpa gangguan lagi.
"Zay,"
"Anda hanya perlu keluar dan biarkan saya istirahat! Maka itu sudah sangat membantu." Ketus Zay. Membuat Zee menelan ludah kaku. Kepalanya pun langsung mengangguk mengerti. Dan membiarkan Zay berbaring dengan selimut kembali membungkus tubuhnya. Lagi.
*****
Zee melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Dan kini sudah lebih dari lima jam Zay tertidur. Dan pria itu sama sekali tidak terbangun atau memanggilnya.
Meremas tangannya yang berada di atas pangkuannya. Zee sebenarnya penasaran dengan keadaan pria itu. Tapi dia tidak berani bertanya atau mengganggunya. Dia takut jika Zay akan marah padanya lagi seperti tadi.
Tapi ini sudah lima jam pria itu tertidur dan Zee kian merasa khawatir. Dia takut jika kondisi Zay akan kian parah. Dan pria itu pasti sudah cukup kan waktu lima jam untuk beristirahat? Atau dia masih membutuhkan istirahat lebih lama lagi?
Menarik nafas dalam, menghembuskannya kasar. Zee pun beranjak bangun. Melangkah ke arah kamar Zay pelan membawa rasa cemasnya.
Kamar itu bahkan begitu gelap lantaran lampu yang belum dinyalakan. Yang pertanda jika pria itu belum bangun dari tidurnya.
"Zay," panggil Zee. Menyalakan lampu hingga kamar itu tampak lebih terang dari sebelumnya. Membuat Zee bisa lebih jelas melihat keadaan pria itu.
Zee menelan ludah gugup, melangkah ke arah ranjang di mana Zay berbaring dengan ragu-ragu. Ada rasa takut yang tiba-tiba merayap di hatinya, tapi rasa cemasnya yang lebih besar membuatnya tidak bisa mengabaikan kondisi pria itu begitu saja.
"Zay, kamu sudah merasa lebih baik?" Tanyanya khawatir. Tapi lagi-lagi tak ada jawaban. Pria itu masih diam tak terganggu dengan pertanyaan Zee yang terdengar khawatir. Membuat wanita itu melarikan tangannya ke tubuh pria yang kini berbaring dengan selimut yang benar-benar menenggelamkan tubuhnya.
"Zay?" Zee mengguncang bahu Zay pelan namun tak ada balasan. Membuat dia memaksa menarik sedikit selimut yang menutup wajahnya untuk terbuka agar dia bisa melihat wajah pria itu lebih jelas.
"Zay?"
"Hmm," Zee menghela nafas lega begitu mendengar jawaban Zay. Setidaknya pria itu masih hidup. Batinnya.
"Bagaimana? Apa kamu masih sakit?" Tanyanya khawatir. Terus memperhatikan raut wajah Zay yang tampak begitu pucat.
"Dingin,"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Mrs. Sanjaya) Wedding in Chaos
RomanceKisah percintaan tentang seorang pengacara dengan nona muda yang memiliki segalanya. Di pertemukan dalam sebuah hubungan yang rumit juga keadaan yang sulit. Memaksa mereka untuk saling melindungi juga mencintai. Mampukah Zaydan, yang notabennya tid...