Bab 4

850 95 3
                                    

Sudah ada versi karyakarsa ya... Boleh di cek kalau penasaran...

****

Zay tidak tahu apa yang telah merasukinya. Mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Zee membuat ia merasa geram sekaligus terpancing emosi. Wanita itu benar-benar berkulit tajam, sama seperti saat pertama kali dia mengenal wanita itu, yang selalu bersikap semaunya. Sama sekali tidak peduli dengan perasaan orang lain.

Padahal sebelumnya ia adalah pria yang bisa menahan diri juga mengatur emosinya agar tidak mudah terpancing. Tapi setiap berbicara dengan Zee, wanita yang kini berada di bawah kungkungannya. Zay seperti menjadi orang lain. Orang lain yang tidak bisa menahan diri dan memiliki pengendalian diri yang sangat buruk. 

Dia begitu sensitif dengan hal-hal kecil. Contohnya saja saat ini, hanya karna Zee mengatainya brengsek, sialan, juga biadap. Zay sudah layaknya pria yang kebakaran jenggot. Dia seperti tidak terima dengan segala umpatan-umpatan wanita itu. Seakan semua itu menyentil egonya.

"Kau laki-laki biadab, brengsek---ummm."

Dengan kasar Zay membungkam mulut Zee, menyumpalnya dengan mulutnya. Mengabaikan kepala Zee yang memberontak, tubuhnya bergerak, berusaha menghindari serangan Zay.

Tanpa rasa kasihan, Zay menghempaskan tubuh Zee kasar ke sofa panjang yang mereka duduki. Lalu menindihnya. Mengabaikan sebelah tangan Zee yang bergerak menjauhkan pundak Zay agar menjauh.

"Brengsek, menjauh dari ku." Teriak Zee begitu dia memberikan ruang untuk bernafas.

Mendengar teriakan Zee yang kian menjadi-jadi. Zay mengulangi hal yang sama, bahkan tangannya tak tinggal diam, ikut menahan tangan Zee hingga di atas kepalanya.

Semakin Zee memberontak, Zay semakin bersemangat untuk melakukan apa yang ada di otaknya. Dia sama sekali tidak perduli dengan wanita yang kini memberontak minta dilepaskan. Dia benar-benar marah dan kesal saat ini. 

"Sial." Rutuk Zay bangun dari atas tubuh Zee. Mendengar Zee terisak di bawahnya. Menangis penuh ketakutan dengan apa yang telah dia lakukan, Zay baru bisa mengendalikan dirinya saat melihat bagaimana wanita itu tampak ketakutan. Hingga ia bangun, terduduk dan menjauh. Wajahnya tampak frustasi dan semakin kesal.  

Melirik Zee sekali lagi, Zay beranjak dari duduknya. Melangkah keluar rumah dengan wajah kusut. Mengabaikan Zee yang masih terisak di tempatnya penuh ketakutan.

***

Setelah kejadian malam itu, Zay maupun Zee tak saling berbicara. Mereka hanya saling diam dan menghindar. Membungkam mulut mereka satu sama lain, tidak mengatakan apa pun sama sekali seakan mereka adalah dua orang asing yang tak saling mengenal.

Zay pun tidak tertarik untuk meminta maaf, sedang Zee dia bingung harus bersikap bagaimana pada pria itu.

Karna bagaimana pun, diawal pernikahan Zee sudah berjanji untuk memberikan tubuhnya pada pria itu. Sedang Zay mau menikahinya karna Zee menawarkan tubuhnya.

Yang otomatis Zee lah di sini yang bersalah. Karna mengatainya, juga menolak pria itu untuk menikmati tubuhnya seperti perjanjian mereka sejak awal.

Sudah pukul tujuh pagi, Zay sibuk dengan kegiatannya bersiap untuk pergi ke kantor seperti biasa. Sedang Zee, dia hanya diam di tempatnya tanpa berani melakukan apa pun.

Duduk manis di sofa panjang ruang tamu. Jika mengingat kejadian semalam, di sofa ini, di mana pria itu hampir memperkosanya. Zee merasa ketakutan luar biasa. Seolah ruangan itu menertawakan dirinya karena kecerobohannya sendiri.

Tapi, Zee lebih takut jika Zay mengusirnya dari rumahnya. Zee tidak punya tempat tujuan lain. Dia juga tidak mungkin kembali ke rumah papanya yang sudah dia anggap seperti neraka itu. Tidak, lebih baik dia memberikan tubuhnya pada pria itu ketimbang dia harus kembali ke sana. Lagipula, mereka juga sudah menikah, mereka sah-sah saja melakukan apa pun kan? Hanya saja, Zee belum siap, setidaknya belum jika pria itu memaksa seperti semalam, tapi mungkin berbeda halnya jika dia memintanya secara baik-baik.

(Mrs. Sanjaya) Wedding in ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang