Terimakasih untuk Readers-san yang sudah sabar menunggu Arlin Update ^-^)/
Selamat membaca~
.
.
.
.Pada dasarnya, hidup seorang Archangel tak jauh beda dengan halnya robot. Mereka hanya alat. Terkontrol sejak lahir. Jika rusak, mereka akan digantikan oleh yang lain.
Semenjak lahir ke dunia ini, hanya ada satu tujuan hidup mereka yaitu, melayani yang diatas. Hampir seluruh waktu hidup mereka dihabiskan untuk tujuan itu.
Mungkin mereka memang kuat, namun hak mereka terbatas.Mereka memang mempunyai hati, namun dilarang menggunakannya. Bahkan, tak jarang ekspresi yang mereka buat hanyalah sebuah formalitas belaka. Tak lebih dari itu.
Itulah yang Raphael tahu tentang roda kehidupannya.
Oke, dibaca saja rasanya sudah membosankan bukan ?
Dan, begitulah yang juga dirasakan oleh Raphael.
Ia lelah menjalani hidupnya. Lelah menjalani rutinitas yang selalu sama—monoton. Yang terus berulang entah sampai kapan.
Bohong jika ia bilang tidak muak melihat kematian selalu terjadi di depannya. Mengayunkan sabit yang sama untuk mencabut setiap nyawa yang ditemuinya setiap jam, setiap menit dan detik.
Raphael lelah. Lelah untuk menulikan telinganya saat hatinya ingin tergerak membantu. Dan ia lelah, menjadi makhluk kuat yang tak ada jauh bedanya dengan robot.
Menjalani hidup yang seperti itu, sebenarnya cukup membuat Raphael diam-diam iri pada para manusia—terutama pada seorang dokter yang akhir-akhir ini cukup menarik perhatiannya. Melihatnya bisa tersenyum, tertawa dan menangis sebebas itu, tanpa terikat hal lain.
Manusia mungkin rapuh, tapi mereka bebas. Kadang tak terikat, membiarkan jiwa dan perasaan meluap, terbang dengan bebas.
Mereka penuh warna, berbeda dengan hidupnya yang monoton.
Mungkin, karena itulah. Raphael tanpa sadar suka mengamati mereka di sela-sela tugasnya. Mencari tahu, dan ingin mencoba mengerti tentang apa yang dimaksud dengan perasaan manusia.
Sama seperti saat ini contohnya. Dibawah naungan payung, diantara beberapa orang yang berdiri disana. Raphael sekali lagi, menyaksikan bagaimana seorang manusia dikembalikan ke tempat asalnya—kedalam tanah.
Peti mati itu perlahan ditutup kembali dengan tanah, bersamaan dengan isak tangis keluarga yang ditinggalkan bercampur padu dengan suara hujan. Membuat melodi indah yang cukup menyayat hati.
Begitu upacara selesai, dan orang-orang tadi telah kembali. Namun, tidak dengan Archangel itu—Raphael masih berada disana. Memandangi nisan bertuliskan William F. Robert dengan pandangan sulit diartikan.
Bukan tanpa alasan memang ia kemari. Ia hanya ingin ikut merasakan apa yang tengah dirasakan oleh orang-orang disana. Namun, sepertinya—usahanya tak membuahkan hasil apapun.
Ia tak merasakan apapun. Hampa, sama seperti biasanya.
Raphael mengelus nama yang terukir di batu nisan itu dengan lembut. Tak merasa sedih maupun kehilangan. Tak seperti yang ia kira—Tahu, usahanya tak berhasil. Raphael berniat pergi dari sana.
Lantas, menaruh bunga anyelir di atasnya dan tersenyum.
"Beristirahatlah dengan tenang, Robert. Hukumanmu sudah menantimu di akhirat." Ujarnya, sebelum sosoknya menghilang dibalik hujan sore itu.
—bersamaan dengan datangnya seorang pria bersurai pirang disana. Membawa bunga anyelir yang sama dan tak sengaja sempat menangkap sosok sang Archangel dengan kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTLETOE [Aegis Orta Fanfic] Slow Update
Fanfiction!WARNING! Cerita mengandung BL Bagi yang homophobic atau terganggu dengan konten seperti ini, saya minta maaf dan silahkan skip Terinspirasi dari lagu vocaloid "Alluring Secret Black Vow" vocal by Len&Rin . . . SUMMARY : Sebagai seorang Malaikat, m...