Keterpaksaan 1/2

465 69 19
                                    

New diam. Ia hamil. Ada bayi dalam dirinya. Dalam perutnya, bagaimana bayinya lahir nanti? Apa yang akan terjadi setelahnya? Apakah perutnya akan di belah menjadi dua? Lalu ketika bayinya lahir, siapa yang akan memberinya susu? New jelas tidak bisa menghasilkan susu. Atau mungkin nanti ia bisa menyusui bayinya?

Tunggu, new hanya sebatang kara, jika bayinya lahir bagaimana ia bekerja? Siapa yang akan menjaganya? Menggendongnya tiap malam? Atau mengganti popok? Apakah New harus berhenti bekerja? Lalu bagaimana ia akan memberi makan anaknya jika ia tidak mempunyai uang?

New merasa dirinya bisa mati sore nanti. Hidupnya yang sebatang kara saja sudah susah, kini ia harus merawat bayi yang tidak pernah direncanakan? Lagipula... bagaimana ia bisa memiliki Rahim?

"Tenang dulu, New." New merasakan Off menyentuh bahunya. Untuk sementara ia menghela nafas dalam. "Untuk perawatan bayimu, akan ku bantu. Demi menjaga kesehatan mental kau dan bayimu, aku tidak akan mempublikasi kasus unik ini. Aku akan bekerja sama dengan dokter kandungan ternama yang dapat menjaga rahasiamu. Tidak perlu takut, selagi rahimmu sehat, maka bayimu akan tumbuh dengan baik. Apakah ada orang yang ingin kau hubungi?" Tanya Off.

"Tidak. Aku... tinggal sendiri." jawab New dengan pandangan kosong.

"Bagaimana dengan keluarga? Aku perlu meminta izin untuk mungkin mengawasimu jika nanti ada hal yang tidak diinginkan."

"Aku tinggal sebatang kara, yatim piatu."

Jeda sebentar, sebelum akhirnya Off mengambil papan jalannya. "Baiklah, akan ku tulis Gun Attaphan sebagai walimu."

"Jadi... tuan New Thitipoom apakah kau ingin membesarkan bayinya?" lanjut Off. Tay ikut memandang New yang tampak termenung.

Sejak kecil ia selalu merindukan orang tuanya. Bertanya-tanya kenapa orang tuanya tega sekali meninggalkannya dengan sang kakek. New pernah merasa tidak diinginkan, dan itu sangat menyakitkan. Lantas apakah ia juga akan melakukan hal tersebut dengan bayinya? Bagaimanapun bayi ini tidak bersalah, ia akan membuatnya merasa tidak diinginkan jika membuangnya. Sama seperti yang ia rasakan saat kecil dulu.

New akhirnya mengangguk, setidaknya sekarang ia punya satu keluarga yang bisa diharapkan. Membuatnya tidak lagi merasa sebatang kara.

Karena keputusan sudah dibuat maka Off mempersiapkan berkas-berkas yang ia butuhkan untuk pasien istimewanya itu.

"Kalau begitu, kau harus memberikan perawatan ekstra pada New." ujar Tay pada akhirnya. Ia menatap New. "Kau juga harus segera mengundurkan diri."

"Apa?"

"Kau hamil, bekerja terlalu keras akan membahayakan kandungan mu New." New hampir lupa dengan keberadaan Tay. Apa sih yang pemuda itu katakan?

"Kau siapa menyuruhku berhenti bekerja?"

"Tentu saja ayah dari bayi itu. Mungkin kau memintaku untuk melupakan semuanya. Sudah ku lakukan. Tapi jika saja aku tahu bahwa kau bisa mengandung anakku, maka tidak akan semudah itu aku lupakan. Ingat New, aku adalah ayahnya."

"Tapi kenapa aku harus berhenti bekerja?"

"Karena aku tidak ingin kau merasa kelelahan. Anak yang kau kandung adalah pewaris Vihokratana."

Baru saja New akan memulai perdebatan dengan Tay, Off mulai mengambil suara.

"Aku jamin padamu Tay. Tuan New tetap bisa bekerja paling tidak sampai kandungannya tujuh bulan. Tapi keputusan tetap ada di tangan New."

Tay melengkungkan alis mendengarnya.

"Kalau begitu setidaknya pindahlah ke rumahku. Aku akan mengawasimu juga merawatmu, kandunganmu cukup rentan di usia muda, bukan begitu Off?"

Kata-kata Tay masuk akal bagi Off. Ia mengangguk mengiyakan perkataan Tay.

"Dengar Tay..." New tahu ia hanya diam saja, terlalu tunduk pada Tay.

"Aku tidak akan pindah ke rumahmu. Aku akan tetap tinggal di kosan ku. Lagipula ada Gun yang bisa menjaga ku." Mulai New.

"Tidak. Kau itu hamil anakku. Seorang Vihokratana tidak akan membiarkan anaknya lahir tanpa orang tua yang lengkap."

"Maksudmu?"

"Kita akan menikah, New Thitipoom."

"Sejak kapan aku setuju menikah dengan mu?" Tanya New.

"Sejak kau mengandung anakku."

"Tidak! Aku tidak akan menikah denganmu." Ujar New bersikeras.

New memijat jidatnya karena pusing. Mendengarkan omongan Tay yang sangat tidak masuk akal. Kehamilannya sudah membuatnya pusing ditambah Tay selalu mengulang perkataan yang aneh.

"Aku—... dengarkan aku Tawan Vihokratana. Aku sangat mengerti jika kau berniat baik dengan bertanggung jawab. Tapi akan lebih mudah jika kau lanjutkan saja hidupmu."

"Kenapa kau selalu ingin pergi dariku? Saat ini dan juga saat itu. Kau pikir gampang melupakan semuanya?"

New merasa sama paniknya dengan nada bicaranya yang mulai bergetar.

"Tidak Tay, tetap saja aku—"

"Yang ada dalam kandunganmu adalah pewaris Vihokratana. Aku tidak ingin anak itu lahir di luar nikah. Aku ingin bertanggung jawab dan menjadi ayah dari bayi itu kelak."

"Tay..." New juga sama bersikeras layaknya Tay.

"Aku bersungguh-sungguh Tay. lanjutkan hidupmu. Aku akan sangat senang—"

"Tidak."

"Kau bahkan tidak menyukaiku! Kita tidak saling suka! Bertegur sapa saja tidak pernah. Bagaimana aku bisa menikah dengan orang seperti itu."

"Itu bukan masalah New. Pernikahan tidak selalu berawal dari cinta."

"Aku tidak ingin anak ini hidup dengan keluarga tanpa dasar cinta."

"Kenapa memangnya?"

"Karena kita tidak saling mencintai! Semua akan sia-sia." New hampir berteriak jika saja pusing kepalanya tidak menahannya. Tay berdiri menghadap New tanpa bersuara apapun. New pikir, Tay pastilah sudah menyerah.

"Maka aku akan membuatmu jatuh cinta."

"HAH?!" hampir New melemparkan infus yang tertempel di tangannya pada wajah Tay. Bagaimana bisa ia membuat New yang juga seorang laki-laki jatuh cinta hanya karena sebuah insiden hamil?

"Menikahlah dengan ku, aku akan membuatmu jatuh cinta."

New merasakan rahangnya hampir jatuh. Ia tidak pernah tahu jika Tay sebebal ini.

"Tidak."

"Kau tidak punya pilihan."

"Aku punya pilihanku sendiri."

"Tidak. Bagaimanapun demi bayi kita, kau harus menikah denganku."

"Harus berapa kali ku bilang 'tidak' padamu Tay?"

"Ku bilang ini semua demi bayinya. Kau tidak akan membiarkan anak kita lahir tanpa kejelasan kan? Bagaimana jika ia mencari ayah kandungnya? Ia akan susah diterima di sekolah bagus jika tidak memiliki asal usul yang jelas."

New hampir naik pitam.

"Ini sangat bodoh. Aku bilang untuk terakhir kalinya. Aku tidak mau menikah denganmu."

"Tapi kau harus."

New menghela nafas dalam. Ia menenangkan pikirannya sesaat sebelum akhirnya memanggil nama Tay dengan pelan.

"Tay." New berusaha senormal mungkin untuk didengar. "Apa kau ingin menikah denganku hanya karena aku mengandung anakmu?"

"Aku mau menikahimu karena kita terikat, oleh bayi kita."

"Bahkan jika orang itu bukan aku?"

"Aku bahkan tidak bisa memilih. Orang tuaku pun akan menjodohkan ku nantinya."

New menopang keningnya yang terasa mendidih mendengar jawaban Tay yang tidak menjawabnya sama sekali. Bagaimana pun semua hanyalah karena anak yang dikandungnya.

Emergency MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang