Dua minggu kemudian Tay dan New memiliki sebuah rutinitas. Dimulai ketika New pergi bekerja di pagi hari selalu mendapati Tay menunggu tepat di luar pintu kosan. Tay selalu menanyakan tidurnya, dan New akan mengabaikannya.
Tapi bukan Tay Tawan namanya jika ia menyerah menghadapi New Thitipoom. Ia melanjutkannya dengan membukakan pintu, menarik kursi, membawakan contoh-contoh produk keperluan perusahaan, memberikan cemilan saat coffe break, mengambil benda apa saja yang dibawa New sekalipun hanya sebuah kertas yang akan di berikan pada Singto. Bahkan Tay menanyakan perasaan New setiap kali New menghela nafas.
Semua Tay lakukan tanpa peduli New selalu mengabaikannya.
"Kau tidak bekerja Tay Tawan? Kembalilah ke ruanganmu, kau bukan bagian divisi Produk. Dan jangan ganggu pekerjaanku!"
Tapi teriakan New bagaikan angin lalu bagi Tay. Karena Tay langsung mengangkat Ipadnya ke hadapan muka New. "Aku bisa mengerjakannya dari manapun aku ingin."
New tercabik antara merasa seperti seorang bajingan dan merasa semakin ingin mengamuk. Ia ingin membanting semua benda di mejanya begitu mual memenuhi tenggorokannya.
New tahu ia bertingkah layaknya bocah sekolah dasar, seharusnya ia mencoba mengambil sisi positif dari situasi sekarang. Tay mencoba menjadi suami siaga. Menjaga New yang sering mengalami gangguan hormone kehamilan. Setelah kemarin ia menangis karena hampir di tinggal pulang oleh Tay, sepuluh menit kemudian New mencoba melempar Tay dengan pisau dapur hanya karena mengatakan jika New mungkin akan menggendut beberapa bulan lagi. Bagi Tay, itu adalah kalimat normal yang sesuai pada kenyataan. Tapi bagi telinga New, secara tidak langsung Tay sedang mengejeknya. Ia menahan amarah mati-matian. Dan Tay berusaha menyelamatkan dirinya dari lemparan barang-barang acak dari New.
Benar-benar hormone kehamilan yang sangat menyusahkan.
Tapi New bukanlah laki-laki lemah meski ia sedang mengandung. Ia sadar, amat sangat sadar jika morning sicknya sudah mencapai level prihatin. Ia bisa bolak balik ke kamar mandi hanya untuk memuntahkan air, karena perutnya sudah kosong. Tidak mau menerima makanan apapun. Tay takut jika New kemungkinan akan pingsan lagi.
Sepanjang waktu Tay tidak membiarkan New sendirian bahkan di toilet.
"Tay? serius? Kau mengikutiku sampai ke toilet?"
"Tidak perlu khawatir, aku tidak akan mengintip."
New mendelik. Membanting pintu bilik dengan kuat. "Jika kau ingin aku membukakan celanamu, aku bisa—"
"Shut Up Tay Tawan brengsek!"
Benar-benar. Tay selalu mengikuti kemanapun New pergi. Jika Tay tidak bisa menemaninya mungkin karena alasan pekerjaan yang tidak bisa ia tinggal, Tay akan mengirim kronco miliknya. Perlu New ketahui jika Tay benar-benar gambaran ketua geng mafia terselubung di kantornya. Bagaimana bisa Tay memiliki banyak orang suruhan dari perusahaan ini, bahkan saat Tay hanyalah seorang manager divisi marketing? Ia bahkan bukanlah CEO!
Beberapa kali Tay meminta Arm menggantikannya menjaga New. Arm tipe pendengar yang baik, ia selalu menjaga jarak dengan New karena ia tahu bahwa New tidak begitu menyukai dikelilingi orang baru dikenal. Ia akan menghampiri New ketika New benar-benar butuh bantuan. Itu nilai plusnya, tapi Arm sama seperti Tay, selalu mengikuti kemanapun New pergi, bahkan ke toilet. Meski Arm tetap menjaga jarak, tapi New juga butuh privasi. Sialan!
Kadang-kadang Jennie menggantikan Tay. New lebih menyukai perempuan itu, ia tidak seperti bodyguard kiriman, melainkan seperti sahabat rumpi yang menyenangkan. Meski kadang menghambat pekerjaan New karena New rasanya ingin mengobrol saja sepanjang hari dengan Jennie. New jadi tahu gossip yang beredar di kantor. Bahkan tentang dirinya dengan Tay Tawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Marriage
FantasyNew Thitipoom tidak pernah menyangka dalam hidupnya akan terjebak dalam takdir yang konyol bersama Tay Tawan. Bagaimana bisa ia hamil, anak Tay Tawan? "Kita akan menikah, New Thitipoom." "Sejak kapan aku setuju menikah dengan mu?"