Ch 1-My Name

7 3 1
                                    


Tidur, bangun, makan, nge-game, tidur, makan, nge-game. Seperti jarum jam berputar tak ada hentinya begitulah roda kehidupanku. Menurut kalian memang membosankan, tapi menurutku tidak.

Gadis pengangguran selama 1 tahun ini adalah aku. Pemalas dan hanya menjadi "sampah" di rumah.

Namaku Ailyn, panggil aku Lyn.
Aku masih tinggal bersama kedua orang tuaku, aku anak bungsu, lalu saudara-saudaraku sudah terjun ke dunia pekerjaan yang hobinya lembur setiap hari dan tidak tinggal bersama kami lagi. Rumah besar ini hanya ditempati tiga orang saja, Mama, Papa dan aku.

"Sudah bangun Ai?" Seseorang memasuki kamarku. Dia Mama. Wajah cantiknya yang sudah dimakan oleh usia membuatku berfikir, "Apa aku juga nanti akan seperti itu? Atau jangan-jangan usiaku tidak sepanjang Mama?"

"Udah gak usah, biar Ai saja yang bereskan."
Ai adalah panggilan ku di rumah.

Setiap hari Mama memang selalu ke kamarku, Mama akan membereskan kamarku yang terlihat seperti kapal pecah, itu bila aku masih asik di alam mimpi, tapi bila aku sudah bangun aku tidak akan membiarkan Mama menyentuh barangku tepat di depanku.

Mama menghembuskan nafas, "Ai gak bergadang?"

"Nggak, Ai ketiduran." Aku mulai memungut alat-alat elektronik ku yang berserakan di lantai.

Mama tersenyum kecil, "Jangan keseringan bergadang ya."

"Emang biasanya Ai bergadang kan?"
Aku mengernyit bingung, Mama seperti hendak bertanya tapi masih ragu.

"Iya Mama tahu, tapi kalau Ai keseringan bergadang bisa-bisa kesehatan Ai terkuras."

Mama tidak bisa berbohong. Aku tahu itu.
Mama adalah orang Satu-satunya yang memberikan ku kebebasan setelah aku menyelesaikan pendidikan hanya sampai SMA saja. Karena Mama berjanji akan membebaskan ku setelah 3 tahun bertahan di Sekolah. Dan aku berhasil. Aku keluar dari Sekolah yang seperti penjara itu sampai lulus tanpa masalah.

"Mama bisa to the point aja? Ai gak ngerti kalau Mama berbelit-belit gitu," Ucapku menatap Mama dengan serius.

Mama menundukkan wajahnya lalu kembali menengadah menatapku, "Ai bisa bantu Mama kan?"

"Begitu ya... Kebebasan ku hanya 1 tahun?" Aku menatap Mama sinis.

"Mama janji, setelah kamu menyelesaikan masalah ini mama akan—"

"Masalah Mama gak akan selesai kalau Mama selalu tutup mata Mama rapat-rapat."

Selalu saja Masalah. Tidak akan ada habisnya.
Pantas saja Kakak-kakakku tidak betah bila berada di rumah ini.

"Papamu... Mama takut..." Ucapnya bergetar.

Aku masih menatap Mama dengan sinis yang kini tengah terisak pelan. Salah satu trik mengelabui ku dengan air mata.

"Kenapa kalian tidak cerai saja? Makin hari ruang makan semakin panas," Gumamku.

"Ya?" Tanya Mama sembari mengusap air matanya.

"Lupakan. Urusan Mama di sini sudah selesai? Aku tidak mau di ganggu," Aku mengusirnya dengan cara halus.

"Tapi Ai belum jawab—"

"Kalau Ai jawab nggak, apa Mama mau ngeluarin air mata Mama lagi?" Tanyaku menyindir.

Mama tersenyum lebar lalu berlari kearahku dan memelukku erat, "Terimakasih Ai... Terimakasih."

"Jangan berlebihan, Ai masih putri Mama."

"Ya... Mama masih punya Ai."

Dan alasanku menjadi "Sampah" Di rumah ini adalah aku tidak bisa memencet tombol "Next" Itu.

LIFE IS A GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang